Menlu: Peran media penting untuk membangun harmoni

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menlu: Peran media penting untuk membangun harmoni
Kemlu lakukan diplomasi marathon untuk dialog antar agama

TANGERANG, Banten – Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi tergolong diplomat karier yang kaya pengalaman berinteraksi dengan isu  peliputan media dan antar agama. Saat pecah kontroversi kartun Nabi Muhammad SAW di sebuah tabloid di Denmark, Retno menjabat duta besar di Norwegia. Tahun 2006, Indonesia dan Norwegia memfasilitasi Global Intermedia Dialogue yang melibatkan 100-an praktisi media dari 40-an negara untuk membahas bagaimana peliputan antar agama dan meliput kemajemukan di masyarakat.

“Topik media dan dialog antar agama dekat dengan hati saya, dan saya senang bisa berbagi informasi tentang apa yang dilakukan Indonesia berkaitan dengan topik ini,” ujar Retno saat menyampaikan pidato di acara Konperensi Jurnalisme Agama; Peliputan Agama di Asia, Selasa, 17 Oktober 2017.   

Acara ini diselenggarakan oleh Asosiasi Jurnalis Agama Internasional (IARJ), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan Universitas Multimedia Nusantara. Retno menyampaikan bahwa sejak reformasi, Kementerian Luar Negeri sudah melakukan banyak upaya untuk membangun dialog antarumat beragama. “Ini sudah menjadi DNA dari diplomasi Indonesia,” kata dia di depan puluhan peserta termasuk praktisi media dari 15 negara.

Retno menyampaikan sejumlah kegiatan yang dilakukan Kemlu. “Mei 2017 adalah pertama kali kami dialog antariman dengan Myanmar. Kami juga untuk pertama kalinya menyelenggarakan dialog antaragama dengan Singapura pada Juli 2017 dan merayakan ulang tahun ke-50 diplomasi antarnegara. Oktober ada satu lagi dialog antarumat beragama dengan Austria,” ujar perempuan pertama Indonesia yang menjabat menteri luar negeri itu.

Indonesia melalui Kemlu juga aktif dalam dialog antarumat beragama dan budaya di ASEAN dan Afrika, dalam forum tidak resmi di Korea, Meksiko dan sejumlah negara lain. Tahun 2016 Indonesia mencanangkan prakasa baru: pemberdayaan perdamaian lewat bentuk digital. Ini kampanye kontra narasi terhadap ideologi ekstrimis. 

Diplomasi maraton

Menurut Retno, tema konperensi bagi wartawan peliput agama ini bertepatan dengan sejumlah kegiatan yang dia ikuti. “Ada banyak hal terjadi, diplomasi Indonesia, diplomasi kemanusiaan dan antarumat beragama. 5 pekan lalu saya melakukan diplomasi maraton untuk kemanusiaan. Ke Myanmar dan Bangladesh untuk berdiskusi perkembangan di negara bagian Rakhine,” kata Retno.

Sesudah itu, kata Retno, dia pergi ke New York untuk menghadiri pertemuan majelis umum PBB selama 10 hari. “Ada 115 pertemuan yang saya hadiri. Sebagian dari pertemuan adalah membahas dialog antarumat beragama. Selain itu juga membahas perkembangan yang terjadi di Rakhine. Dari New York saya melakukan pertemuan di Tunisia untuk membicarakan lanjutan forum demokrasi di Bali,” tuturnya. Tunisia dipilih karena di negeri itu lah awal mula terjadi “Arab Spring” yang kemudian sempat memicu perubahan politik di Timur Tengah.  

Di Tunisia, kata Retno, “Kami bertukar pikiran soal demokrasi sebagai negara mayoritas Muslim seperti Indonesia. Demokrasi dengan Islam saling itu kompatibel dan bisa berjalan secara harmoni.”

Perjalanan diplomasi Retno berlanjut ke Yordania membahas Palestina. “Untuk negeri yang majemuk seperti Indonesia, harmoni dan kerukunan harus ada. Tidak ada pilihan lain. Jika tidak, negara ini tidak akan bertahan. Kerukunan juga harus ada, tapi tidak akan ada dengan sendirinya. Harus ditumbuhkan.”

Peran media

Menlu Retno menggunakan kesempatan berbicara di depan peserta konperensi untuk menggarisbawahi peran penting media. “Sebab media mempunyai peran yang kuat untuk memberikan pola pikir masyarakat, termasuk pola pikir damai,” kata Retno.

Mantan dubes di Belanda ini juga menyampaikan, dalam tataran global pihaknya sangat khawatir pada tiga hal nyata. Pertama intoleransi, terutama keterkaitan yang keliru antara Islam dan ekstrimisme, kekerasan, bahkan terorisme. Karena semua agama mengajarkan kerukunan.

Kedua, penyalahgunaan ajaran agama untuk tujuan tidak manusiawi. Ketiga penggunaan media sosial untuk menyebarkan hoax. Karena itu pula Kemenlu mempunyai program untuk anak muda agar terlibat mengatasi informasi hoax alias bohong.  “Sekali lagi, media mempunyai peran dalam menyampaikan harmoni, toleransi dan perdamaian,” ujar Retno.

Rektor UMN Ninok Leksono mengatakan peliputan agama selama ini dianggap kalah penting dibanding meliput politik dan ekonomi.  Konperensi ini sebuah pengingat akan pentingnya peliputan isu agama.

Elisa Di Benedetto dari IARJ Italia yang berbicara dalam sesi mengenai pengungsi dan identitas agamanya, mengakui betapa jurnalis di negara-negara di kawasan Eropa kurang memiliki pemahaman betapa pentingnya sudut pandang agama dalam meliput pengungsi yang harus tinggal di negara transit ataupun negara tempat dia harus tinggal setelah terusir dari negaranya.  

“Padahal isu agama dan bagaimana memastikan pengungsi tetap dapat melaksanakan agamanya, itu penting. Ini faktor kunci dalam upaya integrasi ke masyarakat asal di mana pengungsi itu tinggal,” uja Elisa.

Konferensi berlangsung selama tiga hari dan membahas beragam tema, dari meliput isu agama, meliput agama dan feminism sampai pengarusutamaan peliputan agama dalam kebijakan redaksi. – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!