Kapolri Tito Karnavian jadi guru besar PTIK

Adinda Nabila

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kapolri Tito Karnavian jadi guru besar PTIK
Tito mengatakan untuk memerangi terorisme setidaknya ada dua pendekatan yang harus dilakukan negara

JAKARTA, Indonesia — Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian resmi menjadi Guru Besar Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK). Pengukuhan dilakukan pada Kamis, 26 Oktober 2017 di Auditorium PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

Acara pengukuhan dihadiri oleh seumlah tokoh, seperti Menristek Dikti M Nasir, Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Jaksa Agung HM Prasetyo, Ketua DPR RI Setya Novanto, Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin serta Ketua MUI Ma’aruf Amin. 

Prestasi akademis dan karier Kapolri Tito juga tak jauh dari obsesinya terhadap dunia pendidikan. Bahkan ia juga telah membuat sejumlah buku yang dipublikasikan secara internasional dan menjadi pengajar aktif di beberapa universitas terkemuka, seperti PTIK, UI dan Nanyang Technology University. 

“Ini menjadi pengalaman empirik saya. Karena memang saya bertugas di bidang terorisme di Indonesia sudah dari tahun 1999, setelah itu saya mengikuti sekolah formal khusus di Amerika, Inggris, Australia dan Singapura,” kata Tito.  

Dalam orasi ilmiahnya, Kapolri Tito memaparkan sejumlah pengertian mengenai sejarah singkat mengenai terorisme di Indonesia serta beberapa negara lain dan peran dari non-state actor yang berbahaya bagi negara, yakni teroris. 

Tak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa untuk memerangi terorisme setidaknya terdapat dua pendekatan yang harus dilakukan oleh negara, yaitu hard approach atau cara kekerasan dengan menggunakan kemiliteran dan intelijen yang disertai dengan law inforcement serta soft approach yaitu dengan cara lunak seperti upaya deradikalisasi, memoderasi narasi dari tokoh-tokoh moderat dan menetralisir orang-orang yang sudah terkena paham radikal. 

Tak hanya itu, pendekatan dengan cara lunak juga ditelusuri dari media internet yang menjadi sarang dari perekruitan terorisme seperti ISIS.

Namun pendekatan negara dengan cara kekerasan tidak mampu menyelesaikan masalah terorisme. Karena perang melawan terorisme bisa disusupkan melalui kegiatan ekonomi, politik dan keuangan di zaman globalisasi. 

“Ini tentang bagaimana state actor memenangkan simpati publik. Karena sebenarnya orang-orang terkena paham radikal ini kan sedikit, mereka hanya sebagian kecil dari rakyat Indonesia. Negara tidak boleh salah langkah, kalau salah langkah tentu bisa menimbulkan kekacauan. Harus ada supremasi hukum dan proteksi HAM,” jelasnya.

Dari studinya, Kapolri Tito juga menegaskan bahwa terorisme semata-mata tak hanya terkait dengan satu agama. “Bukan hanya Islam, terorisme terjadi di agama Buddha, Kristen dan lainnya. Hanya memang terorisme yang mengatasnamakan Islam, konsepnya mereka membajak ajaran Islam dan salah menginterpretasikannya,” ujar Tito.

Ia juga menambahkan selagi terjadi konflik di dunia Islam, masalah terorisme tidak akan pernah selesai. Tito menjelaskan bahwa Indonesia sudah menjadi tumpangan dari masalah-masalah tersebut, kemudian ideologi yang berasal dari negara-negara di Timur Tengah disusupkan ke Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim.

“Saya sudah perintahkan kepada Densus 88 beberapa waktu lalu, dengan penambahan anggaran dan kekuatan yang sudah dilakukan, mereka harus punya performa yang lebih maksimal dalam mendeteksi dan mencegah aksi terorisme. Itu yang nanti malam akan saya sampaikan di Amerika, saya diundang oleh UN dan FBI.”

Setelah pengukuhan sebagai guru besar, rencananya Kapolri Tito juga akan terbang menuju Amerika Serikat untuk menghadiri pertemuan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait kontra terorisme. 

“Saya akan mem-brief mereka, agar memahami tipologi karakteristik dari jaringan-jaringan teroris ini. Baik dengan hard approach, operasi militer boleh saja dilakukan. Tapi yang terpenting adalah soft approach, karena dengan pendekatan ini bisa langsung menyentuh ke hatinya untuk tidak melakukan aksi terorisme,” katanya. 

Sebagai praktisi sekaligus akademisi, Kapolri Tito mengaku bahwa ia sudah didukung untuk berkompetisi di dunia pendidikan oleh keluarga. Hal tersebut menurutnya merupakan kompetisi yang sehat, lantaran ketiga saudaranya sudah meraih gelar Professor dan dokter spesialis. 

Dalam acara pengukuhannya, ia juga menghimbau kepada mahasiswa PTIK dan jajaran Polri untuk menyeimbangkan akademis sekaligus praktik di lapangan-nya, agar kebijakan dapat relevan dan bermanfaat bagi publik. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!