Indonesia

Presiden Xi Jinping ingin agama yang lebih “China”

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Presiden Xi Jinping ingin agama yang lebih “China”
Umat Muslim di Tiongkok menyatakan patuh kepada hukum di negara komunis itu

 

XIAN, Tiongkok —  Ruang tamu di rumah  Haji Yusof (65 tahun) berukuran sekitar 3 x 4 meter persegi.  Seperangkat kursi tamu terbuat dari kayu dengan ukiran khas Tiongkok mendominasi ruangan. Dinding dihiasi lukisan kaligrafi Tiongkok. Satu diantaranya adalah kado saat pernikahan putri Yusof. “Ini kado dari pengurus masjid. Ada tanda tangan Imam,” ujar Yusof, Selasa sore, 25 Oktober 2017.

Wakil ketua bidang administrasi kepengurusan Mesjid Raya Xi’an itu mengundang Rappler untuk mampir ke rumahnya yang terletak di gang, 50-an meter dari masjid tertua di Tiongkok itu. Yusof baru saja mendampingi Imam Mesjid Raya, Haji Ismer Ismail, menerima delegasi media dari Indonesia.

 Yusof menceritakan bagaimana dia dan Imam bersahabat sejak kecil. “Kami sekelas sejak di sekolah dasar,” tutur dia. Sang Imam kemudian sempat menempuh pendidikan bahasa Arab sebelum menjadi pengurus masjid.

(FOTO :  Berkunjung ke Mesji Raya Xi’an, masjid terbesar di Tiongkok)

“Istri saya sedang berlibur dengan teman-temannya ke Bali. Ini hari ke-3,” ujar Yusof. Dia menunjukkan foto-foto yang dikirimkan istrinya lewat telepon pintar. Yusof, bapak dua anak yang sudah punya tiga cucu ini dulunya bekerja untuk pemerintah. Dia lahir dari keluarga muslim suku Hui, yang turun-temurun menjadi kelompok Muslim paling banyak di Tiongkok.

Survei yang dilakukan Pew Research menunjukkan bahwa ada sekitar 23,3 juta warga Muslim di Tiongkok atau 1,8% dari total populasinya. Jumlah ini diproyeksikan bertambah menjadi hampir 30 juta pada tahun 2030.

Sesudah pensiun dari kerja di pemerintahan Provinsi Shaanxi, yang ibukotanya adalah Xi’an, Yusof berwirausaha. Dia punya toko di kawasan Muslim Street, di mana dia tinggal. Ada ratusan toko di sana, menjual berbagai barang cinderamata. Kawasan ini juga dikenal sebagai pusat kuliner paling ramai di Xi’an, ibukota Tiongkok zaman kuno.

Sambil menjamu tamunya dengan kacang pistachio dan manisan, penuh semangat Yusof meyakinkan bahwa pemerintah Tiongkok melindungi pemeluk Islam menjalankan ibadahnya. Dia dan istrinya sudah berhaji ke Mekkah pada tahun 2011. “Lihatlah masjid kami, terawat baik. Pemerintah provinsi mendukung kegiatan kami,” kata Yusof.

Muslim Tiongkok patuh pada negara

Imam Mesjid Raya Xi'an Haji Ismail (ketiga dari kiri berkopiah putih). Foto oleh Uni Lubis/Rappler

Haji Ismail, Imam Mesjid Raya Xi’an yang juga ketua Asosiasi Islam Provinsi Shaanxi, menjelaskan bahwa Islam datang ke Xi’an sekitar 1.275 tahun lalu. Informasinya didapat dari sebuah batu berukir yang mencatat riwayat masuknya Islam ke Tiongkok. 

“Sejak awal Kaisar menyediakan lahan untuk membangun masjid ini. Bisa dikatakan, ribuan tahun lalu Kerajaan Tiongkok mendukung pengembangan Islam,” kata Haji Ismail. Kota Xi’an adalah ibukota Tiongkok yang pertama. Di kota ini pula tempat dimulainya Islam di bumi Tiongkok.

Ada tiga kisah mengenai bagaimana Islam datang ke Xi’an. Pertama, pengikut Nabi Muhammad SAW berjalan jauh sampai ke Xi’an menyebarkan agama Islam. Kedua, dan ini yang paling dipercayai, para pedagang dari Arab datang ke Xi’an melalui Jalur Sutra, dan menyebarkan Islam di kota ini. 

Ketiga, di era Dinasti Tang, mereka terlibat dengan perang sipil di Tiongkok. Kaisar meminta bantuan prajurit Islam dari Tajil, Arab. Usai perang, prajurit Arab yang menikahi perempuan Xi’an dari suku Han yang mayoritas di Tiongkok menetap dan menyebarkan agama Islam di kota ini. 

Dari pernikahan antara suku Han dengan pedagang Arab dan Persia, lahirnya suku Hui sebagai penduduk Tiongkok yang mayoritasnya beragama Islam.

Menurut Haji Ismail, Muslim di Tiongkok mayoritas menjalankan Islam mazhab Hanafi. “Meskipun bentuk masjid kami berbeda dengan kebanyakan masjid di dunia yang menggunakan kubah di atapnya, Islam yang kami jalankan sama, sumbernya dari Kitab Suci Al Qur’an dan hadist Nabi,” kata Ismail yang memiliki nama Tiongkok, Ding Ji Ping.

Mesjid Raya Xi’an dikenal dengan arsitekturnya yang bernilai tinggi, gaya Tiongkok dari beberapa dinasti, dan masuk dalam daftar warisan budaya UNESCO sejak 1985.

Menjawab pertanyaan Rappler, Ismail menjelaskan bahwa umat Muslim di Tiongkok dilindungi oleh konstitusi yang menyatakan warga berhak menjalankan ibadah sesuai agamanya. 

“Muslim harus patuh kepada Allah SWT dan Kitab Suci, Berkontribusi ke masyarakat dan negara. Dalam bidang agama menjalankan agamanya dengan baik. Sebagai warga negara jadi warga negara Tiongkok yang baik,” kata Ismail yang sudah 20 tahunan menjadi Imam masjid raya itu.

Ismail menyampaikan hal itu saat menerima delegasi media dari Indonesia. Selain didampingi pengurus masjid, hadir juga Lei Ximing, pengurus bidang agama-agama di pemerintah kota Xi’an.

“Sebagai pejabat kota yang mengurusi agama, saya anggota Partai Komunis China. Saya tidak beragama. Karena itu kami bisa lebih netral dalam memberikan perlindungan dan perhatian kepada agama-agama yang ada,” kilah Lei Ximing.

Ismail juga menjelaskan bahwa materi khotbah di masjid yang ada di Xi’an pada dasarnya ada tiga bagian. Pertama, mengenai ajaran Islam sesuai kitab suci Al Qur’an dan Nabi Muhammad SAW.  

Kedua, tentang pentingnya menjalin hubungan baik dengan orang tua, keluarga, anak dan sesama anggota masyarakat. “Ketiga, pemerintah meminta kita semua warga negara patuh kepada hukum negara, bersikap menyebarkan perdamaian dengan warga masyarakat lain di mana kita tinggal,” ujar Ismail.  

Yang membedakan khotbah dari masjid ke masjid adalah panjang-pendeknya, serta penekanan dan contoh-contoh. Di Xi’an ada 150-an masjid dengan 90 ribuan warga Muslim. Di seluruh Tiongkok diperkirakan ada 39 ribu masjid.  Sebanyak 25 ribu masjid ada idi wilayah otonom Provinsi Xinjiang.

Presiden Xi ingin agama yang lebih “China”

Pemerintahan Presiden Xi Jinping yang sekaligus pemimpin PKC ingin agar agama-agama yang ada di Negeri Tirai Bambu lebih bernuansa Tiongkok. Menonjolkan nilai-nilai “China”. Ini berlaku juga untuk umat Islam dan Katolik.

 Hal ini disinggung Presiden Xi dalam pidato maraton yang dia sampaikan dalam kongres 5 tahunan PKC, 19 Oktober 2017. Media barat mengkritisi bahwa ucapan Xi ditujukan kepada pemeluk Budha di Tibet.  

Sebagian dari mereka telah mengadvokasi untuk memisahkan diri dari Tiongkok. Sikap pemerintah ini diduga menjadi alasan kian banyaknya kegiatan agama-agama dilakukan sembunyi-sembunyi.  Aktivitas gereja dilakukan di rumah-rumah pribadi.

Konstitusi Tiongkok mengakui agama-agama yang ada di sini termasuk agama Budha, Tao, Islam, Protestan dan Katolik.

Pemerintah Tiongkok mendapatkan kritik atas dugaan menekan kelompok Muslim dan Budha yang terlibat dalam kegiatan separatis.

Beredar banyak informasi mengenai bagaimana kelompok Uighur di Provinsi Xinjiang, dibatasi dalam menjalankan ibadahnya sebagai Muslim.

(BACA : Muslim di Xinjiang: Kami bebas berpuasa)

“Saya tidak tahu apa yang terjadi di Xinjiang,” kata Imam Ismail, menjawab pertanyaan Rappler.  Dia mengatakan, situasinya berbeda dengan di Xi’an dan di Provinsi Shaanxi, karena di sini tidak ada warga Muslim yang terlibat kegiatan separatis. “Semuanya menyuarakan perdamaian,” kata Ismail.

Mayoritas warga Tiongkok yang jumlahnya 1,4 miliar orang, memang belum pernah berkunjung ke Provinsi Xinjiang yang jaraknya sekitar 5,5 jam perjalanan dengan pesawat dari ibukota Beijing. Pemerintah Tiongkok juga menolak mengakui otoritas Paus di Vatikan terhadap 12 juta penganut Katolik.

Presiden Xi mengingatkan bahwa anggota PKC tidak boleh menganut agama apapun. Hanya menjalankan ajaran Marxisme.

Dalam Kongres PKC ini, juga dilakukan amandemen terhadap konstusi Tiongkok, dengan memasukkan inisiatif dan ajaran Pesiden Xi Jinping ke dasar negara.  

Pemikiran Presiden Xi Jinping yang masuk dalam amandemen konstitusi Tiongkok adalah, “Pemikiran tentang Sosialisme dengan Karakteristik China di Era Baru”.

Xi, inisiator visi Jalur Sabuk Sutra Maritim dan Satu Sabuk, Satu Jalan itu menjadi pemimpin ketiga yang dimasukkan dalam konstitusi. Setelah Bapak Negara Mao Che Tung dan Pemimpin Deng Xiao Ping yang dianggap membuka Tiongkok ke dunia luar. – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!