Puluhan perguruan tinggi di Aceh bersatu lawan radikalisme

Habil Razali

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Puluhan perguruan tinggi di Aceh bersatu lawan radikalisme
Para rektor universitas di Aceh bersumpah tidak akan membiarkan paham radikalisme berkembang di kampus mereka

BANDA ACEH, Indonesia – Peringatan hari Sumpah Pemuda di Aceh dilakukan dengan menyatakan sikap melawan radikalisme dan intoleransi. Sejak pagi kemarin, ribuan mahasiswa Aceh berkumpul di Lapangan Tugu Darussalam, Banda Aceh.

Perwakilan 20 perguruan tinggi bersumpah untuk setia terhadap satu konstitusi yakni UUD 1945, satu semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Samsul Rizal mengatakan bangsa Indonesia butuh lebih banyak orang-orang yang berdedikasi pada kebaikan. Oleh sebab itu, ia berharap deklarasi kebangsaan jangan sampai hanya menjadi seremonial belaka.

“Deklarasi ini juga harus mampu mengetuk hati segenap mahasiswa Aceh untuk tetap mencintai Indonesia dan terhubung dengan ideologi Pancasila dalam setiap aktivitas sehari-hari,” ujar Samsul di hadapan ribuan mahasiswa pada Sabtu, 28 Oktober.

Ia menegaskan bahwa ancaman radikalisme menyusup ke dalam kampus adalah sesuatu yang nyata.

“Mereka mulai berteriak lantang dan keluar dari persembunyian. Lini demi lini mereka coba kuasai, termasuk sekolah, mulai tingkat menengah hingga perguruan tinggi,” kata dia.

Tetapi, ia mengaku bersyukur, karena para pemimpin bangsa telah bergerak cepat demi menjaga keutuhan dan ideologi Pancasila. Salah satunya dengan membuat Perppu Ormas yang akhirnya resmi menjadi UU di DPR.

Para pemuda dan pelajar, kata Samsul, harus steril dari paham radikal dan komunisme. Sebab, biar bagaimana pun mereka yang akan menjaga keutuhan bangsa dan ideologi Pancasila di masa mendatang.

“Saya berkomitmen bahwa sebagai Rektor Unsyiah, saya akan berupaya sekuat tenaga agar paham radikalisme dan komunisme tidak ada tempat di kampus jantung hati rakyat Aceh ini,” tutur dia.

Sementara, Wakil Rektor UIN Ar Raniry Syamsul Rijal mengatakan paham radikalisme tidak memiliki tempat di Aceh. Menurutnya, provinsi di ujung barat Indonesia itu merupakan Tanah Iskandar Muda yang sejak dulu mengekang paham radikalisme.

“Mahasiswa harus menyiapkan diri dengan ilmu dan mereka bisa menjadi panutan dalam berbangsa dan bernegara. Saya pikir paham radikalisme itu bukan tempatnya di kampus,” kata Syamsul kepada Rappler.

Ia menjelaskan untuk menghadapi paham radikalisme di lingkungan kampus di Aceh tidak hanya dengan satu ilmu saja. Tetapi, hasrus didekati dari bidang agama, sosial, politik dan budaya.

“Generasi Darussalam harus bergerak untuk maju agar menginspirasi orang lain berbuat kebaikan,” tutur dia.

Diwarnai aksi demonstrasi

Selain aksi bersumpah untuk melawan radikalisme, peringatan Sumpah Pemuda di Aceh juga diwarnai demonstrasi. Puluhan mahasiswa Unsyiah berunjuk rasa di Gapura Kopelma Darussalam sejak pagi hari.

Mereka membawa beberapa spanduk bertuliskan ‘jangan penjarakan suara kami’, ‘darurat demokrasi’, ‘rezim anti kritik’ dan ‘setop kriminalisasi mahasiswa’. Spanduk itu menggambarkan kekhawatiran mereka terhadap upaya pembungkaman aspirasi pasca Perppu Ormas dijadikan UU.

“Rezim Jokowi telah membuat kami bungkam dan membuat pergerakan secara licik untuk membungkam mahasiswa dan pemuda, kawan-kawan,” ujar seorang mahasiswa yang tengah berorasi.

“Jokowi pernah bilang kalau dia terpilih jadi Presiden akan menerima segala kritikan. Mana buktinya?,” tanya mahasiswa lainnya.

Sementara, Koordinator Aksi Said Suprihazani mengatakan aksi undue rasa memang sengaja dipilih bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda. Tujuannya, agar para pemuda dan mahasiswa lebih tahu diri.

“Puluhan tahun lalu, pemuda adalah awal pergerakan bangsa. Tapi, sekarang pemuda dan mahasiswa seperti sudah tertidur dan tidak pedulu terhadap negara,” kata Said.

Ia mengatakan jika negara saat ini tengah berada di ambang krisis demokrasi. Sementara, para mahasiswa saat ini lebih peduli kepada diri mereka sendiri dan prestasi akademiknya.

“Tugas pemuda dan mahasiswa seharusnya mengontrol kesewenang-wenangan yang dilakukan pemerintah. Mahasiswa sekarang seperti sudah tidak lagi peduli kepada negara. Padahal, sudah jelas bahwa tugas mahasiswa salah satunya memperbaiki negara ini untuk menjadikan Indonesia lebih baik lagi,” tutur dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!