Tiga pegawainya dipolisikan, KPK siap berikan pendampingan hukum

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tiga pegawainya dipolisikan, KPK siap berikan pendampingan hukum
Tiga pegawai KPK dilaporkan ke polisi dengan dugaan telah membocorkan rahasia sehingga menyebabkan auditor BPK terjaring OTT

JAKARTA, Indonesia – Tiga pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan dilaporkan ke polisi dengan dugaan di luar kewenangannya telah membocorkan rahasia. Tiga pegawai yang dilaporkan adalah Arend Arthur Duma dan Edy Kurniawan berstatus sebagai penyidik dan Ario Bilowo selaku penyelidik.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Argo Yuwono ketiganya dilaporkan oleh Ikham Aufar Zuhairi dan Arief Fadillah dengan tuduhan pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan. Penyidik Polda Metro Jaya telah memeriksa enam orang saksi terkait pelaporan itu. Berdasarkan pemeriksaan beberapa saksi, mereka meningkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

Polda Metro Jaya juga telah melayangkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: 73/3/X/2017/Datro dan B/6280/X/2017/Datro ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

“Jadi, itu pegawai BPK yang diperbantukan di KPK dilaporkan. Sekarang, (statusnya) sudah naik ke penyidikan,” ujar Argo di Polda Metro Jaya pada Senin, 30 Oktober.

Ikham diketahui adalah putra Rochmadi Saptogiri, pejabat eselon I di BPK yang terjaring OTT KPK pada 26 Mei lalu. Sementara, Arief adalah saksi terkait kasus Rochmadi.

Lalu, apa tanggapan KPK? Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan institusi tempatnya bekerja akan melakukan koordinasi lebih lanjut mengenai pelaporan tiga pegawai KPK ke Polda Metro Jaya. KPK dan Polri, kata Febri, memiliki pemahaman yang sama untuk terus melakukan penanganan kasus korupsi dalam situasi apa pun.

“Kalaupun ada upaya penyerangan balik dari pihak-pihak tertentu, kami tetap fokus menjadikan kasus penanganan korupsi sebagai prioritas utama,” tutur Febri di kantor KPK semalam.

Lembaga anti rasuah itu pun siap memberikan pendampingan hukum bagi tiga pegawainya yang dilaporkan atas dugaan telah menyalahgunakan wewenang.

“Penyelidik dan penyidik tersebut bekerja karena perintah jabatan. Mereka melaksanakan tugas, KPK tentu akan mendampingi,” katanya.

Ia mengakui, ketiga pegawai tersebut sudah mendapat tembusan SPDP dari Polda Metro Jaya. Namun, SPDP itu rupanya tidak ditembuskan ke KPK.

“Karena itu ditembuskan kepada masing-masing pihak, tentu kami akan melakukan pembahasan di internal karena tiga orang tersebut bekerja dan bertugas sesuai dengan perintah dari atasannya,” kata dia.

Terima gratifikasi miliaran rupiah

SIDANG. Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rochmadi Saptogiri (kiri) berjalan dengan kuasa hukumnya usai menjalani sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 18 Oktober. Foto oleh Muhammad Adimaja/ANTARA

Sementara, Rochmadi sendiri sudah mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor. Dalam persidangan yang digelar pada 18 Oktober lalu terungkap bahwa ia menerima uang suap sebesar Rp 240 juta dari beberapa pejabat di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi agar memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam anggaran tahun 2016. 

Namun, rupanya, jumlah gratifikasi yang pernah diterimanya lebih besar dari itu. Jaksa Takdir mengungkap, Rochmadi menerima gratifikasi dengan total sebesar Rp 3,5 miliar.

Menurut keterangan jaksa di persidangan, gratifikasi diterima Rochmadi pada kurun waktu Desember 2014 hingga Januari 2015. Ia menerima gratifikasi dari berbagai pihak secara bertahap.

Pertama, pada 19 Desember 2014 menerima Rp 10 juta; pada 22 Desember 2014 menerima Rp 90 juta.

Kemudian, pada 19 Januari 2015, menerima Rp 380 juta; pada 20 Januari 2015 menerima Rp 1 miliar.

Selain itu, pada 21 Januari 2015, menerima sebesar Rp 1 miliar dan Rp 300 juta. Pada tanggal yang sama, menerima lagi sebesar Rp 200 juta dan Rp 190 juta.

Kemudian, pada 22 Januari 2015, menerima Rp 330 juta.

“Bahwa sejak menerima uang, terdakwa tidak melaporkan kepada KPK sampai batas waktu 30 hari kerja, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam undang-undang,” kata Takdir di persidangan.

Uang gratifikasi itu salah satunya digunakan untuk membeli mobil Honda Odyssey pada April lalu. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!