Surat aspirasi dari anak-anak Yogya untuk Sri Sultan Hamengkubowono X

Anang Zakaria

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Surat aspirasi dari anak-anak Yogya untuk Sri Sultan Hamengkubowono X
"Pak Sultan, tolong tambahkan taman umum yang bisa dipakai untuk mengajak anjing jalan2 dan taman untuk camping dan piknik," tulis seorang siswa SD

YOGYAKARTA, Indonesia – Anang Saptoto tersentak. Fasilitator Workshop “Jalin Sahabat” itu tak menyangka seorang bocah usia SD, peserta workshop, menjawab begitu kritis ketika ditanya pesan untuk Sultan Hamengku Buwono X di hari jadi Kota Yogyakarta.

“Ada anak perempuan menjawab malu-malu, jangan bangun mall terus karena Yogya sudah panas dan macet,” katanya menceritakan kembali pengalaman menfasilitasi workshop itu pada Selasa 31 Oktober.

Sultan Hamengku Buwono X adalah gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilantik pada 10 Oktober lalu. Di bulan yang sama, kota Yogyakarta merayakan hari jadinya yang ke-261. Kota itu merupakan satu dari lima daerah di DIY. 

Workshop Jalin Sahabat memfasilitasi anak-anak untuk berhubungan dengan orang lain. Baik sesama anak-anak maupun orang dewasa. Medianya, kartu pos.

Tahun ini, sudah ketiga kalinya workshop itu digelar. Dua workshop sebelumnya berlangsung pada 2016. Jalin Sahabat #3 berlangsung selama dua kali, pada 28 September dan 6 Oktober di SD Tumbuh 3 Yogyakarta. Kartu pos berisi pesan untuk Sultan dikirim kantor Gubernur DIY melalui Kantor Pos Besar Yogyakarta, Selasa pagi 31 Oktober.

Beragam pesan tertulis di sana. Ada yang kritis, ada yang lugu khas bocah. “Ini muncul dari mereka sendiri, kami tak mengarahkan isi pesan,” kata Anang di sela mendampingi anak-anak di kantor pos.

Seorang bocah, Rakindu, menuliskan rasa keingintahuannya. “Dear Pak Sultan. Saya mau tanya apakah Pak Sultan main game growtopia, kalau main kasih aku beberapa royale lock ya please !!! Dan minta nomor telphon ya please 100X.” Sementara, Aisya, teman sebayanya, menulis “Aku mau tau kalau biskuit bisa rasa vanila”.

Beberapa bocah yang lain menuliskan pendapatnya tentang kondisi Yogyakarta yang kian sumpek dan macet. Jalanan penuh kendaraan, pohon berkurang, serta mal dan hotel bertambah. “Saya mau lalu lintas Jogja lebih lancar. Saya mau Jogja tetap bersih. Kenapa Jogja ramai hotel? Kan jadinya macet,” tulis seorang bocah.

“Pak Sultan, tolong perbanyak pohon & tempat wisata,” tulis Eksa. Pesan itu senada dengan sejumlah pesan anak-anak lain. “Halo Pak Sultan tolong bantu saya mengurangi tawuran di Jogja. Jangan bikin banyak hotel nanti air habis.”

Anang mengatakan selain mengirimkan pesan itu ke Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, kegiatan dan hasil workshop itu akan dipajang dalam satu pameran. Beberapa pesan terpilih juga akan dipresentasikan dalam bentuk karya seni jalanan.

“Ada rencana merepresentasikan teks terpilih dalam bentul mural misalnya,” katanya.

 Berpikir kritis sejak dini

Pak Sultan, tolong tambahkan taman umum yang bisa dipakai untuk mengajak anjing jalan2 dan taman untuk camping dan piknik dan jalur untuk joging. Terimakasih.

SD Tumbuh merupakan lembaga pendidikan inklusi di Yogyakarta. Sekolah ini berupaya membiasakan anak didiknya dengan keragaman budaya dan pemikiran.

Mereka diajarkan berpikir mandiri dan berani menyampaikan pendapatnya sejak dini. “Untuk mengakomodir generasi yang berbeda dengan generasi kita, kami ajarkan cara berpikir kritis,” kata Kepala Sekolah SD Tumbuh 3 Yogyakarta Sri Rahayu Widiyastuti.

Di sekolah ini, kata dia, guru berperan sebagai fasilitator. Mereka tak memposisikan diri sebagai sosok yang serba tahu.

Sehingga tak perlu malu jika melakukan kesalahan dan dikoreksi oleh anak didiknya. Bahkan ketika guru dan murid sama-sama tak mampu menjawab persoalan, mereka tak ragu mencari jawaban bersama-sama.

Siswa juga didorong menjadi pembelajar mandiri. Mereka tak hanya belajar dari buku-buku tekstual dan di lingkungan semata.

“Kami juga mengajak anak-anak melihat lingkungan sekitarnya sebagai bahan pembelajaran,” katanya.

Di jalan ketika berangkat sekolah misalnya, ia memberi contoh, anak-anak melihat pengemis di pinggir jalan. Atau melihat baliho berisi pesan tertentu di lampu merah. Pemandangan semacam itu bisa menjadi bahan belajar bagi anak-anak.

“Mereka jadi pembelajar yang mandiri,” kata dia.

Sistem pembelajaran inilah yang membuat anak mampu berpikir kritis. Sejak lima tahun terakhir, hotel-hotel tak henti menjamur di kota Yogyakarta. Banyaknya hotel baru menimbulkan konflik sumber daya alam. Sumur-sumur warga kering karena sumber air tanahnya disedot oleh pengelola hotel.

Di bidang transportasi, pada jam-jam dan hari tertentu, utamanya pekan panjang liburan, ruas-ruas jalan utama mengalami kemacetan. Mobil pribadi dan kendaraan roda dua mendominasi. Angkutan publik, seperti bus Transjogja dan Kopata, tak cukup ampuh mengurai persoalan transsportasi.

Komite orang tua siswa SD Tumbuh 3 Yogyakarta Wenny Ayu Listianti mengatakan metode pembelajaran di lembaga pendidikan ini menarik dan menyenangkan.

“Anak-anak punya pengalaman berharga,” kata Wenny.

Ia berharap kartu pos yang dikirim anak-anak itu mendapat respons positif dari Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X. Jika tak mampu mengubah kebijakan, setidaknya pesan itu menjadi bahan renungan betapa Yogyakarta kini telah berubah.

“Paling tidak pikirkanlah (isi surat yang dikirim anak-anak),” katanya. – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!