IDI minta aparat investigasi kekerasan terhadap dokter di Sampang

Amir Tedjo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

IDI minta aparat investigasi kekerasan terhadap dokter di Sampang
IDI Jawa Timur tidak puas dengan hasil mediasi yang menganggap kekerasan terhadap petugas medis sebagai hal yang biasa

 

SURABAYA, Indonesia – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga pasien terhadap seorang dokter perempuan di RSUD Sampang, Madura.

Ketua Umum IDI Jawa Timur Poernomo Budi meminta aparat penegak hukum segera menginvestigasi kasus tersebut, dan memroses secara hukum jika memang ada indikasi pelanggaran.

“Tujuannya agar di masa yang akan datang tidak kembali terulang,” kata Poernomo saat memberikan keterangan pers kepada awak media di Surabaya pada Jumat, 3 November 2017.

Dugaan kasus kekerasan kepada dokter yang dilakukan oleh keluarga pasien ini terjadi pada 22 Oktober lalu di RSUD Sampang. Saat itu, dokter dengan inisial S tengah menangani seorang pasien yang masuk melalui Intalasi Gawat Darurat (IGD). Seperti biasa, sebelum memberikan tindakan medis, S melakukan wawancara terhadap pasien untuk mengetahui keluhan yang dirasakan dan rekam medis sebelum diambil tindakan medis.

Namun saat melakukan anamnesis atau wawancara tersebut, salah satu keluarga pasien yang bernama Abdullah Hidayat tak sabar. Dokter S yang sedang memberikan pelayanan dianggap terlalu lama dan bertele-tele. Sedangkan ayahnya yang menderita batu ginjal sedang kesakitan dan sangat membutuhkan pertolongan.

Abdullah kemudian komplain kepada dokter S karena dianggap terlalu lama memberikan pelayanan. Dokter S pun menjawab, jika tidak puas dengan layanan yang diberikannya, ia akan memanggilkan dokter lain. Tak lama kemudian kekerasan itu pun terjadi.

“Akibat kekerasan itu, dokter S saat ini mengalami trauma fisik maupun psikis,” kata Poernomo.

Pada saat kejadian, dokter S tengah hamil dengan usia kandungan 12 minggu.

Kata Poernomo, standar di dunia kedokteran, dalam melakukan anamnesis tidak ada ketentuan waktu berapa lama anamnesis harus dilakukan. Karena ini menyangkut sikap kehati-hatian seorang dokter sebelum memberikan tindakan medis. Kata dia, lebih baik agak lama, dibandingkan cepat namun pada akhirnya salah memberikan tindakan medis.

“Apalagi pasien itu, masuk ke IGD bukan dalam level yang kritis. Masih bisa diajak untuk berdialog,” ujarnya. 

Demikian juga dengan akses masuk keluarga di ruang IGD. Berbeda dengan ruang operasi yang harus steril dari orang yang tidak berkepentingan, dalam batas jumlah tertentu keluarga pasien diperbolehkan untuk mendampingi pasien. Tujuannya agar keluarga mengetahui tindakan medis yang dilakukan dokter.

“Oleh karena itu, kami meminta jaminan keamanan kepada pengelola RSUD Sampang, Pemkab Sampang, dan Pemprov Jawa Timur,” kata Poernomo.

Kata Poernomo, tiga hari yang lalu memang ada mediasi antara Abdullah Hidayat yang juga Ketua Asosiasi Kepala Desa Sampang, dengan Bupati Sampang, Dinas Kesehatan Sampang dan pengurus IDI Jawa Timur. Namun meski sudah ada mediasi, Poernomo tetap meminta kepada aparat penegak hukum untuk menginvestigasi kasus ini.

“Hasil mediasi juga begitu-begitu saja. Kekerasan dianggap hal yang biasa. Kami tidak menginginkan itu. Apalagi sebelumnya sudah ada kasus yang sama di Bengkulu. Masak dokter harus menjadi korban kekerasan masyarakat,” ujarnya.

Kata dia, tindakan dokter S yang menawarkan kepada keluarga untuk ditangani oleh dokter lain karena tidak puas dengan pelayanannya, sudah benar. Sedangkan jika dokter melakukan malpraktik juga bisa dilaporkan ke polisi.

“Dokter tidak kebal hukum. Silahkan laporkan jika merasa tidak puas atau ada pelanggaran. Tapi jangan main kekerasan,” kata dia. – Rappler.com

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!