Nyaris jadi DPO, Setya Novanto layangkan gugatan praperadilan melawan KPK

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Nyaris jadi DPO, Setya Novanto layangkan gugatan praperadilan melawan KPK

ANTARA FOTO

Ini merupakan gugatan pra peradilan kedua Setya usai putusan PN Jakarta Selatan pada 29 September lalu

JAKARTA, Indonesia – Pihak Setya Novanto tidak kehabisan amunisi agar dapat lolos dari jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada Rabu, 15 November, rupanya kuasa hukum Setya mengajukan kembali gugatan pra peradilan terhadap lembaga anti rasuah itu.

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna mengonfirmasi adanya gugatan Ketua Umum Partai Golkar itu.

“Iya, benar (dia mengajukan gugatan praperadilan),” ujar Made yang dikonfirmasi pada Kamis, 16 November.

Ia mengatakan pendaftaran pra peradilan teregistrasi dengan nomor 133 pada Rabu kemarin. Di bagian depan dokumen tertulis bahwa menjadi dasar pengajuan gugatan pra peradilan adalah pasal 77 tentang KUHAP yang mengatur mengenai objek pra peradilan. Sayangnya, tidak dijelaskan apa objek yang diajukan hingga ke pengadilan itu. Apakah mengenai penetapan status tersangka yang kembali disematkan oleh KPK pada 10 November lalu atau upaya penangkapan yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah tersebut.

“Didaftarkan (kuasa hukum) kemarin 15 November,” tutur dia.

Made mengaku belum diketahui siapa hakim yang akan ditunjuk untuk menyidangkan kasus gugatan hukum itu.

“Jadwal sidangnya juga belum tahu,” katanya.

GUGATAN PRA PERADILAN. Bagian depan dokumen pengajuan gugatan pra peradilan tim kuasa hukum Setya Novanto melawan KPK yang diterima pada Rabu, 15 November. Foto: istimewa

Dalam gugatan pra peradilan yang pertama, Hakim Tunggal Cepi Iskandar membatalkan status tersangka Setya pada 29 September lalu. Cepi beranggapan status tersangka untuk Setya tidak bisa disematkan di awal proses penyelidikan.

Kondisi tidak lazim

Pendaftaran gugatan pra peradilan kali ini cukup menarik karena keberadaan Setya sendiri tidak diketahui. KPK sudah menyatakan jika dalam waktu 1X24 jam Setya tidak menyerahkan diri, maka lembaga anti rasuah itu akan mempertimbangkan untuk bekerja sama dengan Polri dan memasukan nama Ketua DPR itu sebagai DPO. Hal itu juga dibenarkan oleh peneliti Institute Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun. 

Namun, Tama menilai sikap yang diajukan pihak Setya kontradiktif. Sebab, di satu sisi ia bersikukuh mengklaim tidak bersalah lalu mengajukan gugatan pra peradilan, namun di sisi lain ia tidak hadir ketika diminta pertanggung jawaban hukum. 

“Dia malah menghindari proses hukum dan seolah-olah tidak percaya terhadap penegakan hukum yang ada. Ada pula bahasa yang digunakan oleh kuasa hukumnya dan saya nilai kurang pas, seperti Setya Novanto bukan pengecut, tapi haknya hampir diperkosa apalagi dari isi. Jika memang tidak percaya, mengapa dia mengajukan proses pra peradilan?” tanya Tama melalui telepon pada Kamis, 16 November. 

Tetapi, apakah ada kemungkinan di sidang pra peradilan nanti akan dipimpin oleh Hakim Cepi Iskandar? Ia mengaku itu semua bergantung kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

“Tapi tentu kami berharap dengan banyaknya aduan dari publik terhadap rekam jejak Hakim Cepi dan pernyataan kekecewaan yang pernah disampaikan KPK terhadap putusan tersebut, jangan sampai pengadilan menunjuk hakim yang sama. Tapi, kembali lagi itu kan kewenangan Ketua Pengadilan Negeri,” kata dia. 

Soal peluang KPK dapat memenangkan gugatan pra peradilan itu, Tama yakin lembaga anti rasuah akan belajar dari kekalahan di pra peradilan pertama. Tetapi, yang menjadi penentu dalam proses persidangan nanti, kata Tama, tidak semata-mata menyangkut hal teknis. Faktor hakim yang dinilai memiliki beda perspektif dan dianggap berpihak juga bisa berperan kembali membuat KPK kalah.

“Oleh sebab itu, untuk hal-hal tertentu, KPK tetap harus mengantisipasi. Pertama, dari sisi teknis apa pun yang menjadi keputusan pra pradilan kemarin, itu dijadikan pembelajaran oleh KPK, kedua dilihat dari substansi, KPK bisa berkoordinasi dengan Badan Pengawas di MK untuk melihat keputusan tertentu dan memastikan sidang pra peradilan nanti bisa berjalan dengan baik. Pengawasan juga bisa dilakukan dari Komisi Yudisial terhadap etika para hakim,” kata dia.

  – dengan laporan Santi Dewi/Rappler.com

BACA JUGA: 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!