FOTO: Menengok Surili di penangkaran Pusat Primata Jawa

Agung Fatma Putra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

FOTO: Menengok Surili di penangkaran Pusat Primata Jawa
“Kalau tidak dilakukan tindakan konservasi primata, mungkin 10 tahun ke depan kita tidak bisa melihat mereka berkeliaran di alam liar.”

BANDUNG, Indonesia — Surili itu berbaring di pangkuan pengasuhnya. Jari jemari tangannya yang kecil menggenggam botol berisi susu. Selimut biru memeluk tubuhnya yang mungil.

Satwa langka asal Jawa Barat tersebut baru berusia dua bulan, sehingga harus mendapatkan perawatan khusus. Setiap tiga jam sekali, misalnya, Surili tersebut harus diberi susu. Ia juga ditempatkan di klinik dengan suhu ruang yang hangat.

Selain itu, pola makannya juga sangat diperhatikan. Sebab, jika salah diberi makan, maka perutnya bisa gampang kembung. 

Surili kecil tersebut saat ini tinggal di penangkaran primata yang berlokasi di tempat yang cukup tersembunyi, yakni di balik kawasan Patuha Resort jalan Ciwidey-Ranca Bali. 

“Tempat rehabilitasi kami memang sengaja jauh dari pemukiman, supaya proses liar si primata lebih cepat,” kata Wildan, seorang penjaga satwa, Selasa 14 Noveber 2017. 

Wildan mengatakan penangkaran yang dikelola oleh Pusat Primata Jawa (PRPJ) ini memiliki area seluas 12 hektare dan berdiri persis di tepi hutan lindung Gunung Tikukur.  

Selain Surili, Wildan melanjutkan, penangkaran ini juga mengasuh dua satwa lain, yakni Owa Jawa dan Lutung Jawa. Surili dan Lutung Jawa berstatus rentan. Sedangkan status Owa Jawa terancam punah.

Untuk membantu melestarikan satwa-satwa itulah Yayasan Aspinall kemudian membangun Pusat Primata Jawa (PRPJ). Penangkaran ini dihuni oleh 36 satwa, terdiri dari  sembilan belas Owa jawa , 15 ekor lutung dan dua ekor surili. 

Satu dari dua surili tersebut masih berusia dua bulan. Kelak ia akan dilepasliarkan. “Kami sengaja melatih mereka untuk jauh dari manusia karena setelah nanti mereka dilepasliarkan tidak mendekat ke manusia,” kata Wildan.

Tempat rehabilitasi dan penangkaran primata semacam ini memang diperlukan demi kelestarian satwa. Jumlah Owa Jawa saat ini, menurut Wildan, hanya tinggal sekitar 2000 ekor.

“Kalau tidak dilakukan tindakan konservasi dan rehabilitasi primata dari sekarang, mungkin 10 tahun ke depan kita tidak bisa melihat mereka berkeliaran di alam liar,” katanya.

Selain demi memelihara kelestarian satwa, penangkaran juga penting untuk menjaga kestabilan hutan. Sebab primata adalah penyebar biji-bijian terbaik.

Seekor surili berusia dua bulan memegang botol berisi susu. Foto oleh Agung Fatma Putra/Rappler

Selain Surili, Pusat Primata Jawa (PRPJ) juga mengasuh Owa Jawa dan Lutung Jawa. Foto oleh Agung Fatma Putra/Rappler

Selain Surili, Pusat Primata Jawa (PRPJ) juga mengasuh Owa Jawa dan Lutung Jawa. Foto oleh Agung Fatma Putra/Rappler

Surili berusia dua bulan duduk di pangkuan pengasuhnya di Pusat Primata Jawa (PRPJ). Foto oleh Agung Fatma Putra/Rappler

Selain Surili, Pusat Primata Jawa (PRPJ) juga mengasuh Owa Jawa dan Lutung Jawa. Foto oleh Agung Fatma Putra/Rappler

Lokasi Pusat Primata Jawa (PRPJ) cukup tersembunyi di balik kawasan Patuha Resort jalan Ciwidey-Ranca Bali. Foto oleh Agung Fatma Putra/Rappler

—Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!