KPK anggap pembentukan TGPF untuk kasus Novel Baswedan belum perlu

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

KPK anggap pembentukan TGPF untuk kasus Novel Baswedan belum perlu
KPK menilai polisi serius dalam menangani kasus penyerangan terhadap Novel

JAKARTA, Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Idham Azis pada Jumat, 24 November. Polisi ingin menyampaikan perkembangan penanganan kasus penyerangan terhadap penyidik senior Novel Baswedan.

Sayangnya, usai delapan bulan bekerja, belum ada kemajuan yang signifikan dari proses penyelidikan kasus itu. Polda kembali menunjukkan dua sketsa terduga pelaku penyerangan terhadap Novel. Namun, kali ini ada satu sketsa individu baru.

Identitas kedua pria yang berada di dalam sketsa itu juga belum dikantongi polisi. Namun, Idham yakin sketsa itu sudah 90 persen menyerupai wajah terduga pelaku yang sesungguhnya.

“Kalau berdasarkan keterangan saksi, ini sudah mengarah 90 persen. Dua individu yang ada di dalam sketsa diduga terlibat penyiraman (air keras) terhadap saudara Novel Baswedan. Kalau mengenai motif, kami baru tahu kalau sudah menangkap orangnya,” ujar Idham ketika memberikan keterangan pers pada Jumat siang, 24 November di gedung KPK.

Sejauh ini, polisi sudah memeriksa 66 saksi untuk dapat mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel. Bahkan, polisi menerjunkan 167 penyidik dan penyelidik hanya untuk menangani pria berusia 40 tahun itu.

Melihat keseriusan polisi, pimpinan KPK Agus Rahardjo menyampaikan apresiasinya. Kendati tidak menyampaikan secara eskplisit, tetapi ia memikirkan ulang niat untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

“Kalau tadi kita melihat keseriusan Polda Metro Jaya menangani kasus ini, bagaimana laporan dipaparkan, apa saja yang dilakukan saat proses penyidikan pada tanggal-tanggal tertentu, kami melihat bahwa polisi serius,” kata Agus kepada media.

Pernyataan Agus itu berbeda ketika didatangi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi pada 31 Oktober lalu. Saat itu, Agus menyampaikan bahwa lembaga anti rasuah akan mengusulkan kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk membentuk TGPF.

Walaupun saat itu belum definitif, namun Agus memberikan sinyalemen kuat akan mengajukan ide pembentukan TGPF kepada Presiden. Lalu, apa yang sekarang terjadi?

“Karena kami melihat effort dan langkah yang dilakukan oleh polisi. Bahkan, diceritakan bagaimana cara mereka sehingga bisa mendapatkan kesimpulan sketsa wajah ini. Jadi, kami melihat ada keseriusan. Seperti yang disarankan oleh Mas Febri, kami berencana mengundang prominent persons kemari untuk melihat gambaran tadi,” kata dia.

Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah yang dirujuk oleh Agus sebagai prominent persons adalah tokoh-tokoh masyarakat yang peduli terhadap isu penyerangan Novel. Dia mengakui memang ada pembicaraan awal untuk kembali mengundang tokoh-tokoh itu dan diberi penjelasan mengenai langkah penanganan kasus yang telah dilakukan Polri.

Namun, Febri menepis jika pemaparan perkembangan kasus kepada tokoh-tokoh masyarakat dilakukan sebagai cara agar mereka tidak lagi mengkritik kinerja polisi yang lambat dalam mengungkap kasus Novel.

“Bahwa nanti ada pertanyaan-pertanyaan dalam proses diskusi itu merupakan hal yang wajar dan merujuk kepada pembicaraan kami dengan Kapolda, mereka mengatakan akan menjelaskan saja,” kata Febri yang ditemui di Gedung KPK.

Tidak ada kemajuan

Respons KPK ini disambut rasa kecewa oleh aktivis HAM Haris Azhar. Ia menilai pimpinan KPK terkesan plintat-plintut dan tidak bisa mengambil keputusan yang tegas terkait penanganan kasus Novel.

“Sangat murahan sekali kalau Pak Agus misalnya menganggap TGPF tidak perlu dibentuk hanya karena sketsa (wajah terduga pelaku) bertambah satu lagi. Saya mengatakan demikian, karena tidak ada kemajuan yang signifikan jika dibandingkan sketsa yang ditunjukkan oleh Kapolri pada bulan Juli lalu,” ujar Haris yang dihubungi Rappler melalui telepon semalam.

Padahal, jika dilihat dari sudut pandang positif, KPK tetap bisa mengusulkan agar TGPF dibentuk kendati polisi dianggap melakukan pekerjaannya. Sebab, peran hukum dari dua tim itu berbeda.

“TGPF kan bertugas mencari fakta. Sementara, penyidik kepolisian bertugas mencari bukti dan saksi. Jadi, antara kerja TGPF dengan penyidik polisi tidak akan berbenturan,” katanya.

Haris juga menekankan jumlah penyidik yang diturunkan untuk menangani suatu kasus tidak bisa dijadikan acuan dan menandakan polisi serius. Mereka baru dapat disebut memegang komitmen jika dapat mengungkap siapa jenderal di institusi kepolisian yang dianggap menghambat proses penyelidikan.

Enggak ada yang terlalu penting dalam proses penyelidikan selama delapan bulan terakhir ini, kalau hanya nambah satu sketsa wajah lagi,” tutur dia.

Haris menilai Novel pasti sudah mengetahui pernyataan terbaru Kapolda Metro Jaya ini dan hanya akan direspons dengan tawa. Pasalnya, tidak ada kemajuan apa pun kendati sudah menerjunkan 167 penyidik.

“Lagipula sejak awal kan dia sudah pesimistis kasusnya akan bisa diungkap,” kata Haris.

Ke depan, ia dan beberapa anggota dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi tengah berdiskusi mengenai langkah selanjutnya yang akan diambil. Menurut Haris, jika kasus penyerangan terhadap Novel tidak akan berhasil diungkap maka itu menandakan kemunduran era pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo di bidang hukum. Sebab, publik terus menanti kelanjutannya dari penanganan kasusnya.

“Ini termasuk yang besar dan menjadi perhatian publik ya setelah kasus Munir,” katanya.

Dibiayai pemerintah

DI SINGAPURA. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (kiri) bersama istri Rina Emilda (kanan) dan anak bungsunya saat ditemui di Singapura, Selasa, 15 Agustus. Foto oleh Monalisa/ANTARA

Novel hingga saat ini diketahui masih melakukan rawat jalan di General Hospital di Singapura. Ia tengah menanti pemberitahuan dari dokter agar bisa melakukan operasi tahap kedua yang sempat tertunda.

“Kami masih harus menunggu satu bulan ini agar dokter dapat mengecek kondisinya. Kalau perkembangannya bagus, tentu dalam waktu dekat operasi dapat dilakukan,” kata Febri.

Mantan pegiat anti korupsi itu mengatakan kemampuan mata kanan untuk melihat sudah baik kendati masih membutuhkan bantuan lensa. Sedangkan, mata kiri tidak bisa melihat sama sekali karena tertutup gusi.

“Nanti akan dilihat lebih dulu apakah artificial operasi dapat dilakukan. Itu semua tergantung dari pertumbuhan gusi di mata kiri,” ujar dia.

Pembiayaan perawatan Novel, kata Febri, masih bersumber dari pemerintah. Belum diketahui sampai kapan Presiden akan membiayai perawatannya. KPK berencana untuk membicarakan hal itu lantaran biaya yang dibutuhkan untuk berobat di Negeri Singa tidaklah murah. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!