Indonesia

Kisah bupati Nganjuk yang berkali-kali tersandung kasus korupsi

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kisah bupati Nganjuk yang berkali-kali tersandung kasus korupsi
Kali ini, KPK menetapkan Taufiq sebagai tersangka penerimaan gratifikasi pada tahun 2015

JAKARTA, Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Bupati non aktif Nganjuk Taufiqurrahman sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dari dua rekanan kontraktor di Kabupaten Nganjuk. Menurut lembaga anti rasuah, penyidik sudah memiliki bukti awal, adanya gratifikasi dari masing-masing kontraktor kepada Taufiqurrahman sebesar Rp 1 miliar.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan gratifikasi diberikan pada tahun 2015 lalu. Namun, bukan itu saja, karena KPK juga mengendus adanya pemberian lain yang diterima Taufiqurrahman terkait mutasi, promosi jabatan dan berbagai fee proyek Kabupaten Nganjuk pada tahun 2016-2017.

“Dugaan penerimaan gratifikasi itu berhubungan dengan jabatan. Padahal, itu berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” ujar Febri ketika memberikan keterangan pers di KPK pada Jumat kemarin, 15 Desember.

Kesimpulan ini diambil KPK setelah mereka memeriksa 92 saksi. Saksi tersebut juga dimintai keterangan terkait tindak pidana korupsi yang lain yakni ketika Taufiq tertangkap basah dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) menerima uang suap sekitar Rp 299 juta pada bulan Oktober lalu di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. (BACA: KPK tangkap 15 orang dalam OTT Bupati Nganjuk)

“Saksi yang diperiksa meliputi pihak swasta (kontraktor pemenang proyek), PNS ajudan bupati Nganjuk, pejabat dan PNS pada Kabupaten Nganjuk, Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, PNS SMPN 1 Tanjung Anom dan Kepala RSUD Kertosono Kabupaten Nganjuk,” tutur Febri.

KPK sudah menyita beberapa aset yang dimiliki Taufiq dan diperoleh dengan menggunakan uang suap, antara lain 1 unit mobil jeep Wrangler tahun 2012 warna abu-abu dan 1 unit mobil smart Fortwo warna abu-abu tua.

Dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi ini, Taufiq disangka dengan pasal 12B UU nomor 31 tahun 1999 seperti yang telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak korupsi. Ancaman hukuman yang menanti Taufiq yakni penjara seumur hidup. 

Ini menjadi kasus ketiga yang tengah dihadapi Taufiq. Selain ditangkap dan ditahan karena tertangkap basah menerima uang suap, mantan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga masih harus berhadapan dengan Kejaksaan dalam kasus tindak pidana korupsi di lima proyek di area Nganjuk pada tahun 2009.

Lima proyek yang dimaksud adalah pembangunan Jembatan Kedung Ingas, proyek rehabilitasi Saluran Melilir Nganjuk, proyek perbaikan Jalan Sukomoro sampai Kecubung, proyek rehabilitasi Saluran Ganggang Malang dan proyek pemeliharaan berkala Jalan Ngangkrek ke Blora. KPK menetapkan Taufiq sebagai tersangka pada 6 Desember, namun ia melawan dengan membawa kasus tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam bentuk pra peradilan.

Hasilnya, KPK kalah dalam pra peradilan itu. Humas PN Jaksel, Made Sutrisna pada bulan Maret lalu menjelaskan hakim tunggal mengabulkan mengenai penanganan kasus yang menjerat Taufiq. Hakim berpendapat seharusnya penyelidikan dilakukan oleh kejaksaan dan bukan KPK.

“Yang dikabulkan sebetulnya adalah mengalihkan kembali penanganan penyelidikan dan penyidikan kasus ini, karena sejak awal perkara ini kan ditangani kejaksaan. Belakangan, KPK masuk dan diambil alih, lalu ditetapkan jadi tersangka. Maka, penetapan tersangka itu dinilai tidak sah,” kata Made seperti dikutip media.

Tak mau kecolongan, pimpinan KPK Alexander Marwata pada bulan September lalu sempat menyambangi Kejaksaan. Kepada media, ia mengaku bertemu dengan Jaksa Agung untuk melakukan koordinasi dan supervisi beberapa kasus, salah satunya kasus Taufiq.

“Banyak sekali (yang dibicarakan). Enggak hanya menyangkut kasus. Koordinasi supervisi kan enggak hanya menyangkut kasus. Kita harus bekerja sama. Kan ada beberapa berkas yang kami limpahkan (penanganannya) ke Kejaksaan. Kami koordinasikan, tapi pada pelaksanaannya dilakukan oleh Kejaksaan dan supervisi dari KPK,” kata dia kepada media.

Diperingatkan berkali-kali oleh PDIP

Sementara, tak lama usai tertangkap KPK, PDI Perjuangan langsung memecat Taufiqurrahman dari posisinya sebagai Ketua DPC PDIP Nganjuk. Penangkapan Taufiqurrahman membuat partai tempatnya bernaung terkejut. Sebab, ia sudah berulang kali diingatkan agar tidak bermain-main dengan perilaku yang melanggar hukum. (BACA: Mengenal Taufiqurrahman, Bupati Nganjuk yang tersangkut dua kasus korupsi)

“Dengan OTT ini, sesuai dengan mekanisme, partai memberikan sanksi pemecatan seketika,” ujar Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pada hari ini ketika dikonfirmasi.

Ia menjelaskan jika posisi Taufiq di internal PDI Perjuangan juga sudah dibebastugaskan dari jabatannya sebagai Ketua DPC sejak 26 Januari lalu. Hal itu disebabkan faktor kedisiplinan.

“Yang bersangkutan sudah diberikan sanksi organisasi dan dibebastugaskan dari jabatan Ketua DPC sejak tanggal 26 Januari lalu,” kata dia.

Selain memecat Taufiq, PDI Perjuangan juga tidak memberikan rekomendasi agar mencalonkan istrinya dalam Pilkada 2018.

“PDI Perjuangan tegas, tidak mencalonkan sosok yang dikehendaki oleh saudara Taufiq,” katanya.

Ia mengatakan jika Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekaroputri sudah bolak-balik mengingatkan para kadernya yang dipercaya sebagai penyelenggara negara untuk tidak main-main dengan praktik pelanggaran hukum.

“Ancaman sanksinya sangat tegas bahwa siapa pun yang terkena OTT oleh KPK, maka saat itu juga partai langsung mengeluarkan surat pemecatan,” tutur Hasto. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!