KPK bantah tak berani tangani kasus yang libatkan polisi

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

KPK bantah tak berani tangani kasus yang libatkan polisi
Namun, kasus teror terhadap penyidik Novel Baswedan yang diduga melibatkan polisi belum berhasil diungkap

JAKARTA, Indonesia – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menepis anggapan sebagian pihak yang menyebut institusi anti rasuah itu tidak berani kasus yang diduga melibatkan anggota polisi. Salah satunya adalah mantan Kanit III Direktorat Tipikor Bareskrim AKBP Brotoseno.

Basaria mengatakan ada kerjasama antara KPK dengan kepolisian ketika kasus suap mendera Brotoseno pada tahun 2016 lalu. Suami terpidana kasus korupsi Angelina Sondakh itu tengah mendekam di balik jeruji selama lima tahun akibat terjerat kasus suap senilai Rp 1,9 miliar.

“Kami kontrol tadi dan itu benar-benar kami kontrol. Jadi, kami harus menghargai hal tersebut,” ujar Basaria yang ditemui di gedung KPK pada Rabu sore, 27 Desember.

Menurutnya, KPK tidak ada yang berusaha melindungi personel polisi seandainya terbukti terlibat tindak korupsi. Basaria meyakini hal tersebut, lantaran antara pimpinan KPK dengan Polri memiliki komitmen yang sama dalam pemberantasan korupsi. Apalagi di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, polisi, kata komisioner perempuan pertama di KPK itu, tengah melakukan banyak perbaikan.

Salah satunya mengenai aturan dari Kapolri soal kewajiban bagi para perwira agar membuat laporan harta kekayaan dan wajib diperbarui. Dengan begitu, saat mengalami kenaikan pangkat maka dapat diketahui kalau ada penambahan harta.

“Kalau para perwira itu tidak memenuhi aturan tersebut, maka mereka tidak diberikan fasilitas sekolah atau kenaikan pangkat. Jadi, memang banyak perbaikan yang dilakukan polisi dan itu harus kami hargai,” tutur dia.

Basaria pun juga merupakan komisioner yang berasal dari institusi kepolisian dengan pangkat Inspektur Jenderal. Ia terpilih dalam pemilihan yang dilakukan secara terbuka oleh anggota Komisi III DPR pada 2015 lalu.

Kecurigaan KPK tidak berani menangani kasus korupsi yang melibatkan polisi dipicu beberapa peristiwa, salah satunya penyerangan terhadap penyidik senior Novel Baswedan pada bulan April lalu. Sejak lama, Novel mengendus adanya keterlibatan jenderal polisi dalam penyiraman air keras yang terjadi di dekat rumahnya.

Kendati sudah berlalu 285 hari, tetapi hingga saat ini belum ada titik terang mengenai eksekutor dan aktor intelektual di balik aksi teror tersebut. Terbaru, Kapolda Metro Jaya, Irjen (Pol) Idham Azis, merilis dua sketsa pria yang diduga kuat terkait aksi penyiraman air keras terhadap Novel pada 24 November lalu. Idham bahkan menerjunkan 167 penyidik untuk mengusut kasus Novel tersebut.

Tetapi, progresnya masih jalan di tempat. Walaupun Polda Metro Jaya menerima ratusan laporan masuk melalui nomor hotline, tetapi belum ada yang terkait. (BACA: Polri rilis dua sketsa terduga eksekutor penyiram air keras ke Novel Baswedan)

Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak justru sudah menduga hal tersebut sejak jauh hari. Begitu pula Novel yang hingga kini masih menjalani perawatan di Singapura.

“Kasus Novel semakin gelap dengan dirilisnya dua sketsa kemarin. Sebab, dua sketsa yang dirilis oleh Kapolda Metro Jaya sudah pernah dipublikasikan oleh Koran Tempo tiga bulan sebelumnya. Walaupun sketsa di media sempat dibantah oleh Kapolri,” ujar Dahnil yang ditemui di Gedung PP Muhammadiyah pada Rabu siang, 27 Desember.

Adanya rilis sketsa yang lawas tersebut semakin menguatkan keyakinan bahwa polisi memang tidak serius menangani kasusnya.

“Mengapa (tidak tuntas)? Karena itu kan seperti jeruk makan jeruk saja. Mana pernah sih diusut sampai tuntas?” katanya pesimistis.

TGPF jalan terbaik

Oleh sebab itu, alih-alih menggantungkan harapan terhadap penyelidikan kepolisian, Dahnil dan Koalisi Masyarakat Anti Korupsi konsisten untuk mendorong agar Presiden Joko “Jokowi” Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel. Ia yakin jika TGPF dibentuk maka akan membuka banyak fakta baru.

“Pasti banyak pihak yang bersedia membantu (mengungkap kasusnya). Itu sebabnya, kami terus menagih janji TGPF kepada Presiden,” kata Dahnil.

Sementara, KPK yang diharapkan mendorong terbentuknya TGPF kasus Novel malah ikut ragu. Ketua KPK Agus Rahardjo yang sempat setuju terhadap pembentukan TGPF malah memikirkan ulang langkah tersebut.

Ia justru seolah meragukan kasus yang ditangani melalui TGPF berhasil diusut dengan tuntas.

“Di dalam konferensi pers kan sudah disebut TGPF di masa lalu yang berhasil tuntas (mengusut kasus) yang mana? KPK masih mendorong agar polisi menyelesaikan penyelidikan ini,” kata Agus di gedung KPK. (BACA: KPK anggap pembentukan TGPF untuk kasus Novel Baswedan belum perlu)

Kalau pun tidak ada perkembangan yang siginifikan, ia baru akan memikirkan kembali langkah selanjutnya.

Dahnil pun mengaku tidak terkejut mendengar pernyataan demikian dari lembaga anti rasuah.

“KPK khawatir konfrontasi (dengan polisi). Itu saja,” katanya.

Selain kasus teror terhadap Novel, kasus lainnya yang disebut Dahnil enggan diusut KPK yakni menyangkut penghilangan barang bukti oleh dua penyidik dari unsur kepolisian. Mereka adalah Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun.

Keduanya diduga telah merusak dan menghilangkan barang bukti dalam kasus suap mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar. Beberapa sumber mengatakan Roland dan Harun dinilai telah melanggar kode etik sehingga dikembalikan ke institusi kepolisian. Tetapi, jubir KPK Febri Diansyah menepis dan menyebut keduanya dikembalikan karena sudah mendekati masa akhir tugasnya di lembaga anti rasuah.

Dahnil menilai jika KPK serius, seharusnya keduanya tidak hanya dikembalikan ke institusi kepolisian.

“Itu kan jelas tindak kriminal, tapi sampai saat ini tidak ada yang berani menuntaskan kasus tersebut,” tutur dia.

Operasi lanjutan

Sementara, kondisi Novel saat ini masih rawat jalan di General Hospital Singapura. Penyidik berusia 40 tahun itu dijadwalkan menjalani operasi lanjutan pada 1 Februari 2018.

Dahnil menjelaskan operasi itu baru dapat dilakukan jika selaput yang ditanam di mata kiri mengalami perkembangan positif.

“Kalau ada perkembangan positif, maka Novel bisa dioperasi untuk ditanam kornea artifisial. Saat ini kan mata kiri tidak dapat digunakan untuk melihat karena ditanam sel jaringan gusi. Sedangkan, mata kanan dibantu penglihatannya,” kata dia.

Lantaran, waktu tinggal di Singapura semakin lama, maka rekan-rekan Novel melakukan penggalangan dana untuk meringankan biaya hidup di Singapura. Sebab, biaya yang ditanggung oleh pemerintah hanya untuk pengobatan. Sementara, biaya hidup ditanggung oleh Novel dan keluarga. Tetapi, Novel menolak dana yang sudah sempat terkumpul tersebut.

“Beberapa teman-teman yang sudah melakukan pengumpulan dana ada yang mencapai Rp 100 juta dan lain-lain. Karyawan KPK pun juga melakukan pengumpulan dana. Saat ini, kami sedang mencari kalimat dan pendekatan yang pas untuk bisa memberikan (dana) ke Novel,” katanya. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!