Warga keturunan Indonesia di Filipina selatan akhirnya menerima paspor

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Warga keturunan Indonesia di Filipina selatan akhirnya menerima paspor
Dengan memiliki paspor, warga keturunan Indonesia mendapat kejelasan status dan berhak menerima perlindungan dari pemerintah

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Sekitar 20 warga keturunan Indonesia yang bermukim di Davao, Filipina selatan akhirnya menerima paspor dari KJRI Davao City. Dengan demikian, mereka memiliki identitas yang jelas dan mendapat perlindungan dari Pemerintah Indonesia.

Mereka hanya sebagian dari warga keturunan Indonesia yang jumlahnya mencapai 8.745 orang dan bermukim di Filipina selatan. Angka tersebut diperoleh KJRI Davao City yang melakukan penelusuran ke lapangan bersama Pemerintah Filipina dan UNHCR. Mereka tersebar di 8 provinsi di Filipina Selatan.

Sementara, 2.425 orang sudah mendapat Surat Penegasan Kewarganegaraan Indonesia (SPKI) yang sifatnya hampir sama dengan dokumen berupa paspor.

“Pendataan dan penegasan status bukan merupakan proses yang mudah. Alhamdulilah, dengan upaya keras akhirnya hal ini dapat kami lakukan,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi seperti yang tertulis dalam keterangan pers Kemenlu pada Rabu, 3 Januari. 

Di hadapan ratusan warga keturunan Indonesia, Retno menjelaskan bahwa paspor tersebut dapat dijadikan dokumen yang menunjukkan identitas mereka. Kendati merupakan WNI, namun banyak dari mereka yang tidak bisa berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia. Hal itu lantaran mereka merupakan generasi ketiga yang sejak lahir di Filipina selatan telah menggunakan bahasa lokal untuk berkomunikasi sehari-hari.

Menlu perempuan pertama di Indonesia itu juga mengingatkan agar WNI di Mindanao tetap mengikuti aturan setempat. Hal ini bertujuan untuk mencegah agar mereka tidak tersandung kasus hukum.

Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia ini merupakan bagian dari program kampanye yang telah berlangsung selama 10 tahun untuk mengakhiri warga yang tidak memiliki kewarganegaraan. Pemerintah kedua negara pun sudah bolak-balik membahasnya. Oleh sebab itu, sejak 2011 lalu dilakukan penentuan status. 

Menurut data dari UNHCR, sekitar 6.000 warga keturunan Indonesia mengalami kesulitan terhadap akses pendidikan, kesehatan dan hak-hak sipil karena tidak memiliki status kewarganegaraan yang jelas. Survei dari lembaga yang sama per tahun 2015 bahkan menyebut sekitar 8.756 orang keturunan Indonesia terancam tidak memiliki kewarganegaraan kalau tidak dilakukan tindak lebih lanjut oleh pemerintah.

Dengan memiliki status kewarganegaraan yang jelas, maka warga keturunan Indonesia berhak memperoleh perlindungan ketika identitasnya dipertanyakan.

Salah satu komunitas keturunan Indonesia adalah warga Sangir yang jamak ditemukan di Pulau Sarangani dan Balut di Davao del Sur dan Cotabato selatan. Menurut pengakuan seorang warga keturunan Indonesia, Alfrede Lahabir, untuk dapat tinggal di Mindanao ia harus membayar sebesar P150 atau setara Rp 41 ribu. Dana tersebut digunakan untuk memperoleh sertifikat registrasi bagi warga asing (ACR).

Alfrede lahir di Sarangani, sebuah provinsi yang berada di bagian selatan Kepulauan Mindanao. Kedua orang tuanya memiliki keberanian untuk mengarungi lautan dan menyeberang dari Pulau Sangihe, Sulawesi Utara dan menetap di Pulau Balut.

Walaupun terlahir di Mindanao, namun ia masih tetap merasa bagian dari Indonesia. Alfrede tidak bisa berbahasa Indonesia secara fasih. Ia menyaksikan kebudayaan nenek moyangnya melalui VCD dan benda-benda lain yang dibawa keluarganya dari Indonesia.

Sementara, di dalam keluarga inti, istri dan dua orang anaknya sudah menjadi warga negara Filipina. Artinya, hanya dia satu-satunya yang berkewarganegaraan Indonesia. Sehari-hari Alfrede dan warga keturunan Indonesia kerap berkomunikasi dengan ‘penghubung’ yang ditunjuk langsung oleh KJRI Davao.

Kerja sama pendidikan agama Islam

Selain memberikan paspor secara simbolis kepada WNI, Pemerintah Indonesia dan Filipina pada hari ini turut meluncurkan kerja sama pendidikan Islam di Madrasah Al Munawwara, Davao. Seperti yang diketahui mayoritas warga yang bermukim di Pulau Mindanao beragama Islam.

Kerja sama pendidikan ini merupakan tindak lanjut dari pembicaraan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Rodrigo Duterte di sela KTT ASEAN pada November 2017. Keduanya sepakat untuk mengembangkan pendidikan Islam yang sifatnya rahmatan Lil-alamain.

Pemerintah Indonesia seolah berharap dengan memberikan pendidikan agama dapat mencegah tindak kejahatan yang dilakukan oleh beberapa kelompok militan di Filipina selatan. Puluhan warga Indonesia sempat menjadi korban penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf. Bahkan, beberapa di antaranya masih belum dibebaskan.

Kerja sama pendidikan Indonesia-Filipina meliputi bidang-bidang seperti Curriculum Developments; Joint Research and Education Workshops; Ulama, Principal, and Teachers Exchange Programs; Technical Vocational Education (benchmarking activities) dan Student Exchange Programmes. Pemerintah Indonesia juga akan memberikan 100 beasiswa per tahun cheeped siswa madrasah.

Di bagian akhir kunjungan kerjanya di awal tahun 2018, Retno akan melakukan bertemu dengan Duterte di kantor Presiden di Panacan, Davao. – dengan laporan Mick Basa/Rappler.com

BACA JUGA: 

Rumah baru bagi warga Sangir di Indonesia

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!