US basketball

Bupati Abdul Latif terima uang suap Rp 3,6 miliar untuk proyek pembangunan rumah sakit

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bupati Abdul Latif terima uang suap Rp 3,6 miliar untuk proyek pembangunan rumah sakit
Abdul Latif diketahui juga pernah terjerat kasus korupsi pembangunan SMA di Labuan Amas Utara pada tahun 2005-2006

JAKARTA, Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif sebagai tersangka dalam kasus pemberian uang suap dalam proyek pembangunan RSUD Damanhuri Barabai. Abdul tertangkap basah oleh penyidik lembaga anti rasuah menerima uang suap dengan total Rp 3,6 miliar.

Uang suap tersebut diberikan oleh Direktur Utama PT Menara Agung, Donny Witono sebagai realisasi komitmen fee sebesar 7,5 persen untuk proyek pembangunan beberapa ruang kamar perawatan di RSUD Damanhuri Barabai. Perusahaan Donny mengerjakan pembangunan ruang perawatan Kelas I, II, VIP dan Super VIP.

“Namun, dari pemantauan komunikasi yang dilakukan oleh penyidik KPK, ada defisit sebesar Rp 50 miliar. Untuk melancarkan realisasi pembayaran fee proyek RSUD, maka sempat dijanjikan akan ada proyek lain di tahun 2018 yang dapat dikerjakan oleh perusahaan milik Donny yakni pembangunan ruang UGD,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo ketika memberikan keterangan pers pada Jumat, 5 Januari di Jakarta.

Uang komitmen fee, kata Agus, diberikan dalam dua periode yakni pada periode September-Oktober 2017 sebesar Rp 1,8 miliar dan 3 Januari 2018 juga dengan nominal yang sama. Donny melakukan transfer kepada Fauzan Rifani, Ketua Kamar Dagang Indonesia Barabai senilai Rp 35 juta.

Antara Donny dan Abdul menggunakan sandi komunikasi khusus untuk menyatakan bahwa beberapa ruangan di rumah sakit sudah selesai dibangun, yakni ‘udah seger kan?’ Usai melakukan pemantauan dan mengantongi barang bukti, lembaga anti rasuah kepada langsung menangkap enam orang yang diduga terlibat dalam transaksi suap tersebut.

“Direktur Utama PT Menara Agung, DON (Donny) ditangkap penyidik KPK pada 4 Januari 2018 di Bandara Djuanda, Surabaya. Ia rencananya akan naik pesawat menuju ke Banjarmasin. Sementara, tim di Kalsel menangkap FRI (Fauzan) di rumah pribadinya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah,” tutur dia.

Sementara, sang bupati ditangkap di rumah dinasnya. Penyidik lembaga anti rasuah juga menangkap Abdul Basit, Direktur Utama PT Sugriwa Agung. Menurut informasi yang diperoleh Agus, perusahaan tersebut sebenarnya milik Abdul Latif dan sering mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Hulu Sungai Tengah tanpa melalui proses tender.

Dua orang sisanya yang ditangkap penyidik KPK adalah Rudy Yusfan Afarin, pejabat pembuat komitmen dan Tukiman, konsultan pengawas. Keenamnya kemudian dibawa ke kantor KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Usai diperiksa selama 24 jam, KPK kemudian hanya menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni Donny, Abdul Latif, Abdul Basit dan Fauzan. Sisa dua orang lainnya dibebaskan.

Keempatnya kemudian ditahan selama 20 hari pertama di tiga rutan yang berbeda. Abdul Latif ditahan di rutan KPK sedangkan Donny ditahan di rutan Polres Jakarta Timur. Sisa dua tersangka lainnya yakni Fauzan dan Abdul Basit ditahan di rutan Guntur.

Sementara, penyidik KPK menemukan barang bukti berupa uang tunai dengan total mencapai sekitar Rp 3,7 miliar. Sebanyak Rp 65,5 juta ditemukan di brankas di rumah dinas Abdul, sedangkan 35 juta disita penyidik di dalam tas di ruang kerja.

“Penyidik KPK juga meemaken rekening koran atas nama PT Sugriwa Agung dengan saldo Rp 1,82 miliar dan Rp 1,8 miliar,” kata Agus.

Sebelum meninggalkan Kalimantan Selatan, penyidik KPK sempat memasang garis di beberapa titik, antara lain kantor Donny di Jakarta, RSUD Damanhuri, rumah dinas Abdul Latif di Kalsel termasuk delapan kendaraan mewah yang terparkir di sana, dan ruang kerja Abdul Latif.

Sebagai pihak yang menerima uang suap, Abdul Latif, Fauzan dan Abdul Basit disangka melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan, Donny sebagai pihak yang memberi uang suap disangka dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau b pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rekam jejak buruk

BARANG BUKTI. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menunjukkan barang bukti berupa uang tunai sekitar Rp 100 juta yang disita dari rumah dinas Bupati Abdul Latif pada Kamis, 4 Januari. Foto oleh Santi Dewi/Rappler

Agus juga memperoleh informasi bahwa ini bukan kali pertama Abdul Latif terjerat kasus korupsi. Sebelumnya, pada tahun 2005-2006, pria yang kini menjabat sebagai petinggi Partai Berkarya tersebut juga tersandung kasus yang sama untuk Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Labuan Amas Utara dengan nilai anggaran sekitar Rp 712 juta.

“Ia sempat divonis 1,5 tahun penjara,” kata Agus.

Pembangunan USB dilakukan ketika Abdul Latif masih bekerja sebagai kontraktor. Usai keluar dari penjara, Abdul malah terjun ke dunia politik dan berhasil terpilih sebagai anggota DPRD Kalsel pada periode 2014-2019.

Hanya setahun duduk sebagai anggota DPRD, Abdul kemudian terpilih sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah pada periode 2016-2021. Ia dilantik pada Februari 2016.

Sementara, pihak swasta yang memberikan suap, Donny, merupakan kontraktor yang diketahui mengerjakan beberapa proyek di Kalsel. Namun, parahnya, diduga ada beberapa proyek yang justru dibiarkan mangkrak.

Melihat fenomena ini, Agus mengingatkan kepada publik agar selalu melacak kembali rekam jejak calon kepala daerah. Apalagi tahun 2018 ini adalah tahun politik.

“Penting sekali untuk mengetahui track record person to person ini, agar yang terpilih benar-benar orang yang ingin membangun,” kata dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!