Ketua DPRD Jambi tahu ada ‘uang ketok palu’ tapi tak bisa berbuat apa-apa

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ketua DPRD Jambi tahu ada ‘uang ketok palu’ tapi tak bisa berbuat apa-apa
KPK menyita barang bukti uang 'ketok palu' sebesar Rp 4,7 miliar ketika melakukan OTT pada November 2017

JAKARTA, Indonesia – Ketua DPRD Provinsi Jambi, Cornelius Buston membuat pengakuan mengejutkan usai diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama hampir 12 jam. Kepada media, politisi Partai Demokrat itu mengaku sempat mendengar dan tahu adanya uang suap yang ditujukan kepada anggota DPRD atau yang kerap disebut ‘uang ketok palu’.

Uang suap itu diberikan oleh Pemprov Jambi agar anggota DPRD hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018.

“Itu memang sempat terdengar (pemberian uang ketok palu), tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Pejabat supervisi KPK saja sempat berkunjung ke Jambi pada 21 November untuk memberikan pengarahan mengenai koordinasi dan supervisi. Tetapi, pada kenyataannya tetap saja (pemberian uang suap) terjadi. Ini memalukan sekali,” ujar Cornelius yang ditemui media di gedung KPK pada Jumat malam, 5 Januari.

Kendati ia mendengar adanya pemberian uang suap, namun Cornelius membantah ikut menerima dana tersebut. Ia juga menepis menodong Pemprov Jambi agar memberikan uang tersebut.

Menurutnya, DPRD Jambi hanya berpikir bahwa mereka harus secepatnya mengesahkan RAPBD untuk tahun 2018. Sebab, sesuai peraturan Menteri dan UU, RAPBD sudah harus diketok palu sebelum tanggal 30 November.

“Saya tidak peduli ada uang (suap) atau tidak. Mau ada uang ketok palu atau tidak (yang diberikan). Sebab, kalau kami tidak berhasil memenuhi tenggat waktu itu, kami akan dikenai sanksi oleh pemerintah,” kata dia.

Cornelius mengaku siap membuktikan di persidangan bahwa ia tidak ikut menerima uang ‘ketok palu’ tersebut. Lalu, apakah anggota DPRD Supriyono yang berinisiatif untuk meminta uang ‘ketok palu’ tersebut?

“Ya, bisa jadi inisiatif masing-masing (anggota DPRD) tapi bisa juga inisiatif dia (Supriyono). Dia kan juga Ketua Fraksi PAN, mungkin merasa terpanggil untuk menyelesaikan itu, atas permintaan semua. Tapi, nanti lah akan terang benderang semua di persidangan,” katanya lagi.

Dalam kesempatan itu, Cornelius menegaskan bahwa RAPBD yang mereka sahkan tahun lalu tidak memiliki kejanggalan. Apalagi APBD tersebut juga sudah dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri.

“Jadi, proses pengesahan APBD ini tidak ada kaitannya dengan OTT kemarin. Sekarang pun APBD sudah dinyatakan sah dan tidak ada masalah,” tutur dia.

Selama diperiksa hampir 11 jam, Cornelius mengaku ditanyakan oleh penyidik lebih dari 30 pertanyaan. Ia ditanyakan mengenai proses pembahasan RAPBD hingga dokumen itu diketok palu.

“Proses pemeriksaan ini sangat lama, karena semua ditanyakan secara detail oleh penyidik. Ini merupakan pemeriksaan terlama, tapi saya tidak masalah agar tidak berulang-ulang,” katanya.

Cornelius menjadi sosok terakhir yang meninggalkan gedung anti rasuah. Sebelumnya, Gubernur Provinsi Jambi Zumi Zola juga datang memenuhi panggilan penyidik KPK.

Kepada media, Zumi membantah pernah memberikan instruksi kepada bawahannya agar menyiapkan uang suap kepada DPRD. Tujuannya, agar RAPBD 2018 bisa segera diloloskan.

Dalam OTT yang digelar pada 30 November 2017, penyidik KPK berhasil menyita barang bukti uang tunai sebanyak Rp 4,7 miliar. Sementara, menurut Komisioner KPK Basaria Panjaitan, uang suap yang telah disiapkan oleh Pemprov Jambi mencapai Rp 6 miliar.

Selain Supriyono, KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka lainnya. Mereka adalah Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Asisten Daerah 3 Pemprov Jambi Saifuddin, dan Plt Kepala Dinas PU Arfan.

Perlu komitmen kuat

Sementara, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan upaya pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan menandatangani pakta integritas dan seremonial belaka. Perlu diikuti dengan langkah nyata.

Lembaga anti rasuah, kata Febri, tetap menyosialisasikan program pencegahan berupa koordinasi dan supervisi.

“Tetapi, kalau tetap terjadi korupsi di daerah tertentu maka tetap akan diproses melalui aksi penindakan,” kata Febri kepada Rappler melalui pesan pendek pada Jumat malam. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!