Menengok Masjid Indrapuri, masjid bekas candi di Aceh

Habil Razali

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menengok Masjid Indrapuri, masjid bekas candi di Aceh
Masjid Tuha Indrapuri salah satu masjid tertua di Asia Tenggara

BANDA ACEH, Indonesia — Meski matahari terik, tak menyurutkan semangat Teungku Hanif. Pria 66 tahun itu berjalan setapak mengelilingi halaman Masjid Tuha Indrapuri. Hari itu, Minggu, 10 Juni 2018, dia mengenakan batik merah muda dan berpeci putih.

“Masjid ini dulunya candi,” kata Teungku Hanif, mengawali kisahnya kepada Rappler. Dia warga Desa Indra Puri, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar, tempat masjid bersejarah itu berada. Letak masjid, sekitar 150 meter dari Jalan Nasional Medan – Banda Aceh.

Masjid Tuha Indrapuri, awalnya adalah sebuah candi peninggalan kerajaan Hindu Lamuri, tempat pemujaan sekitar abad ke 12. Menurut sebuah hikayat, suatu saat, Kerajaan Hindu Lamuri terlibat perang dengan pasukan bajak laut dari Cina.

Perang itu, kemudian dimenangkan oleh Kerajaan Lamuri atas bantuan Meurah Johan, Pangeran dari Lingga (Gayo) kerajaan Islam. Setelah itu, kemudian Meurah Johan menjadikan Kerajaan Lamuri sebagai penganut Islam. Candi itupun diubah menjadi masjid, tempat peribadatan umat Islam.

Bukan semen tapi telur

Pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, sultan di masa puncak kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam, sekitar tahun 1607-1636 M, masjid dibangun ulang di atas bangunan candi.

Bekas candi di masjid itu berdiri di areal seluas 33.875 meter persegi. Candi itu terdiri dari empat tingkat. Tinggi setiap tingkatnya dari 4 meter hingga 2 meter. Dinding bangunan candi itu pada mulanya banyak yang sudah runtuh. Pada saat direnovasi sekitar tahun 1992, dindingnya dibangun ulang oleh warga setempat menggunakan semen.

“Aslinya bukan semen, tapi dari telur,” kata Teungku Hanif. Saat itu, kata Teungku Hanif banyak bangunan candi yang sudah jatuh, rusak. Maka disemen kembali sesuai dengan bentuk semula.

Di setiap dinding bangunan candi, dulunya ada relief gambar-gambar. Kemudian, saat candi dijadikan masjid, relief gambar-gambar tersebut dihapus.

“Menurut bapak saya bilang, dulunya di dinding ada relief, ada gambar-gambar berbentuk naga, bukan patung tapi gambar. Kemudian saat dibuatkan masjid, gambar ini dihapus dengan semen,” kata Teungku Hanif.

Bangunan masjid dari kayu didirikan di tingkat ke-empat. Luas masjid sekitar 15×15 meter. Masjid terdapat 36 tiang penyangga dari kayu. Dinding masjid berupa dinding atau tembok undakan candi tingkat ke-empat. Ada dua pintu masuk ke dalam masjid, satu berada di sebelah utara dan satu lagi di sebelah timur.

INTERIOR. Bagian dalam Masjid Tuha Indrapuri. Foto oleh Habil Razali/Rappler

Kayu bangunan masjid, kata Teungku Hanif, diangkut dari hutan oleh gajah. Makanya di sebelah selatan bangunan bekas candi terdapat tempat naik ke tingkat atas candi tanpa anak tangga.

“Dulunya ada tangga gajah di sampingnya, rata, tidak ada anak tangga. Memang khusus untuk gajah. Kayu membuat masjid diambil dari gunung, kayu itu diambil oleh gajah,” kata Teungku Hanif.

Selain kayu penyangga, banggunan masjid kebanyakan sudah diganti. Misalnya atap yang dulunya dari daun, kini telah diganti seng. Menurut Teungku Hanif, pergantian atap seng itu pada mulanya dilakukan pada masa Belanda menguasai Aceh. Bagian atap masjid terdiri dari empat tingkatan, dan tidak miliki kubah.

Lantai masjid pun kini telah dikeramik. Tempat dudukan khatib untuk berkhutbah dibuat dari telur dan memiliki empat anak tangga. Namun, kini tempat itu tidak digunakan lagi.

Salah satu masjid tertua di Asia Tenggara

Menurut Teungku Hanif, dulunya di masjid itu terdapat sebuah lonceng Cina peninggalan bangunan candi. Saat candi itu dijadikan masjid, lonceng Cina digunakan sebagai alat untuk menandakan masuknya waktu salat. “Namun lonceng itu sekarang sudah diambil, tidak tau lagi keberadaannya,” kata Teungku Hanif.

Di bagian depan masjid terdapat, dua kolam yang dulunya digunakan untuk berwudu. Selain tempat ibadah, masjid itu pada masa perang melawan Belanda digunakan sebagai benteng pertahanan. Di sana pula, Sultan terakhir Kesultanan Aceh Darussalam, Sultan Muhammad Daud Syah dinobatkan pada tahun 1878 M.

Sejarawan Aceh, Husaini Ibrahim menyebutkan bahwa Masjid Tuha Indrapuri salah satu masjid tertua di Asia Tenggara. Dasarnya, kata dia, karena Islam pertama kali masuk ke Nusantara melalui kerajaan Perlak, selanjutnya Kerajaan Samudera Pasai. Keduanya terletak di Aceh.

Hilangnya peradaban Hindu di Aceh, kata  Ibrahim saat Kerajaan Hindu Lamuri dan Indrapurwa ditaklukkan oleh Kerajaan Islam Aceh Darusalam di bawah kekuasaan Sultan Ali Mughayat Syah.

Seluruh aset milik Kerajaan Hindu Lamuri diambil. Beberapa bangunan peninggalan kerajaan Hindu kemudian diislamkan, termasuk Masjid Tuha Indrapuri.

Kini, kata Teungku Hanif, Masjid Tuha Indrapuri sering dikunjungi oleh wisatawan, terutama dari Malaysia. Setiap kali warga setempat ingin merenovasi atau mengecat masjid, warga dilarang oleh pemerintah setempat. “Katanya tidak boleh dicat, karena bangunan sejarah harus terlihat apa adanya,” kata Teungku Hanif.

SEJARAH. Teungku Hanif menjelaskan sejarah Masjid Tuha Indrapuri. Foto oleh Habil Razali/Rappler

Azan Zuhur berkumandang dari dalam masjid. Teungku Hanif bergegas ke tempat wudu yang berada di bawah. Setelah wudu, dia harus menaiki tangga candi sebelum masuk ke dalam masjid.

—Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!