Philippine economy

BI perkirakan ekonomi Indonesia tumbuh hingga 5,4 persen tahun 2017

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

BI perkirakan ekonomi Indonesia tumbuh hingga 5,4 persen tahun 2017

ANTARA FOTO

Bank Indonesia mengingatkan bahwa kepercayaan pelaku ekonomi terhadap pemerintah akan terbangun lebih kuat apabila pihak terkait displin dalam mengelola kebijakan moneter dan fiskal

JAKARTA, Indonesia – Dikepung oleh tren turunnya pertumbuhan ekonomi global, meningkatnya proteksionisme dan situasi geopolitik di Timur Tengah dan Amerika Serikat, Indonesia dapat menikmati pertumbuhan ekonomi yang cukup mengesankan. Hal ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo, dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016, Selasa malam, 22 November.  Pertemuan ini dikenal dengan sebutan Banker’s Dinner, dan digunakan oleh Bank Indonesia untuk menyampaikan pemikiran dan arah kebijakan Bank Sentral untuk tahun berikutnya, tahun 2017.

Pidato tahunan Gubernur BI kali ini mengusung tema “Mengoptimalkan Potensi, Memperkuat Resiliensi”. Pertemuan dihadiri pula oleh pimpinan lembaga negara, menteri kabinet kerja, pimpinan lembaga pemerintah, pimpinan DPR-RI, para gubernur kepala daerah, pimpinan perbankan dan korporasi nonbank, akademisi, pengamat ekonomi, serta perwakilan sejumlah lembaga internasional.  Presiden Joko “Jokowi” Widodo hadir memberikan sambutannya.

(BACA : Di depan para bankir, Jokowi mengaku pontang panting)

Agus Martowardojo memulai dengan memberikan pandangan BI tentang situasi ekonomi global. Momentum perbaikan perekonomian global yang semula diperkirakan terjadi tahun ini, masih belum tampak dan terlihat melemah di beberapa bagian.  

“Ekonomi global 2016, diperkirakan akan tumbuh sekitar 3 persen, turun dari angka tahun 2015 sebesar 3,2 persen,” kata Agus, yang sebelumnya menjabat Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ekonomi Amerika Serikat yang diharapkan menjadi penggerak ekonomi global, belum pulih dan berada di persimpangan jalan pasca pilpres 8 November. Pemulihan ekonomi di Eropa terhambat, dan diwarnai ketidakpastian dampak Brexit. Ekonomi Jepang juga belum kuat.

Pada kelompok negara berkembang, perekonomian Tiongkok tahun 2016, sedikit lebih baik dari perkiraan semula, tumbuh 6,6 persen di tengah upaya konsolidasi  dan penyesuaian sumber-sumber pertumbuhan ekonomi negeri Tirai Bambu itu.

BI juga mencermati ketidakpastian yang  menerpa pasar keuangan dunia, terutama terkait antisipasi kenaikan Fed Fund rate dan isu geopolitik di Timur Tengah dan Amerika Serikat. Dampaknya, aliran modal ke negara berkembang menurun, dan volatilitas perpindahan dana global meningkat. 

“Berbagai dinamika tadi memperkuat indikasi ada permasalahan stuktural pada perekonomian global. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi global dan perdagangan dunia semakin lemah. Hal ini dipengaruhi penurunan investasi global, meningkatnya proteksionisme pelemahan global value-chain,” ujar Agus.

Cara Indonesia respons situasi global 2016

BI menyampaikan prospek ekonomi Indonesia di tahun 2017, yang diperkirakan masih kondusif. Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan berada pada rentang 5,0-5,4 persen, terutama ditopang permintaan domestik. Inflasi akan berada pada kisaran targetnya, yaitu 4,0+1 persen, dengan pertumbuhan kredit dalam kisaran 10-12 persen dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada kisaran 9-11 persen. Adapun defisit transaksi berjalan diperkirakan sedikit meningkat, namun tetap pada level yang sehat yakni di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto. 

Agus Martowardojo memaparkan dalam jangka menengah, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh lebih tinggi karena ditopang struktur ekonomi yang lebih kuat dan berkualitas. Dengan landasan tersebut, pertumbuhan ekonomi pada periode 2018-2021 diperkirakan berada pada lintasan yang meningkat hingga mencapai kisaran 5,9-6,3 persen pada 2021, ditopang oleh inflasi yang rendah dan terkendali serta defisit transaksi berjalan yang berada pada lintasan menurun di bawah 3 persen. 

Berkaitan dengan tema pertemuan tahunan BI 2016, Agus menyampaikan tiga potensi yang perlu dioptimalkan Indonesia, untuk mendorong resiliensi atau daya tahan perekonomian nasional. Pertama, adalah kepercayaan dan keyakinan yang tinggi dari pelaku ekonomi terhadap pemerintah. Kedua, sumber pembiayaan ekonomi yang besar. Ketiga, perkembangan teknologi digital yang pesat dan mendukung kegiatan ekonomi. 

Seluruh potensi tersebut akan dapat memperkuat dan menggandakan manfaat dari potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya manusia yang sudah lebih dulu dikelola dan telah dijadikan prioritas. 

Bank Indonesia mengingatkan bahwa kepercayaan pelaku ekonomi terhadap pemerintah akan terbangun lebih kuat apabila pihak-pihak terkait terus menjaga kedisiplinan dalam mengelola kebijakan fiskal dan moneter serta terus menjaga konsistensi kebijakan reformasi struktural. 

“Dari sisi sumber pembiayaan, program pengampunan pajak menjadi momentum yang kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, dan menjadi modal penting untuk memperluas ruang fiskal secara sehat,” kata Agus.

Perkembangan ekonomi digital juga mendapat perhatian Bank Indonesia. Ekonomi digital yang tumbuh dengan pesat dan sehat sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi digital yang lebih merata, seperti pada aktivitas e-commerce dan financial technology (FinTech).

BI juga menggarisbawahi perekonomian Indonesia masih banyak menghadapi tantangan, baik dari sisi eksternal maupun domestik. Masalah struktural pada perekonomian global, yang penyelesaiannya memerlukan waktu, perlu diantisipasi. Resiliensi ekonomi domestik pun harus semakin dioptimalkan. 

Gubernur BI menegaskan pentingnya tiga fungsi dasar kebijakan publik, yaitu fungsi stabilisasi sebagai dasar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, fungsi alokasi untuk menjamin penggunaan berbagai sumber daya sesuai prioritas dan efisien dan fungsi distribusi untuk pemerataan hasil-hasil pembangunan. 

Dalam menjalankan fungsi tersebut, BI menganggap prinsip sinergi menjadi salah satu hal yang perlu dipedomani. Kebijakan yang dikeluarkan harus harmonis dan terintegrasi antar pemangku kebijakan, baik di pusat maupun daerah. 

“Mengingat hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa berusaha mengoptimalkan bauran kebijakan untuk memperkuat stabilitas ekonomi, yang selanjutnya akan menopang fungsi alokasi dan fungsi distribusi,” kata Agus.

Arah kebijakan Bank Indonesia tahun 2017

Sebagaimana tradisi Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, dalam kesempatan tersebut BI memaparkan arah kebijakan yang akan ditempuh ke depan. Agus menyampaikan bahwa dari sisi moneter, BI secara konsisten mengendalikan inflasi agar sesuai dengan sasarannya dan menjaga defisit transaksi berjalan pada tingkat yang sehat. 

Pada tahun 2017, BI akan memperkenalkan Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging, guna memberikan ruang fleksibilitas pengelolaan likuiditas bagi bank. Optimalisasi Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen moneter secara bertahap juga akan dilakukan untuk menggantikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sementara, Bank Indonesia juga akan terus menjaga stabilitas nilai tukar dan melakukan percepatan pendalaman pasar keuangan. 

Kebijakan makroprudensial BI pada tahun 2017 akan diarahkan pada upaya memperkuat dan memperluas cakupan pengawasan (surveillance) makroprudensial terhadap rumah tangga, korporasi dan grup korporasi non keuangan. 

Dalam kerangka Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), BI  akan segera menyempurnakan perangkat protokol manajemen krisis dan ketentuan yang terkait dengan fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort. Bank Indonesia juga terus mengintegrasikan pengembangan sektor keuangan komersial syariah dan keuangan sosial syariah. 

Di bidang sistem pembayaran, BI memiliki beberapa strategi untuk memperkuat kelembagaan dan infrastruktur sistem keuangan domestik, untuk mendukung inisiasi program yang telah berjalan sebelumnya. 

Beberapa inisiatif yang akan dilaksanakan dan ditingkatkan adalah Bank Indonesia Fintech Office yang dilengkapi fungsi regulatory sandbox,National Standard of Indonesian Chip Card Specification (NSICCS), serta National Payment Gateway. Selain itu, BI juga terus mendorong inklusi keuangan, antara lain dengan mengimplementasikan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), serta mendukung penggunaan non tunai elektronik dalam program dan layanan Pemerintah. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!