Saat ‘Opera Kecoa’ mengkritisi kehidupan

Amelia Stephanie

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Saat ‘Opera Kecoa’ mengkritisi kehidupan
Sukses menggelar ‘Semar Gugat’, kini Teater Koma kembali mementaskan lakon ‘Opera Kecoa’ yang diperuntukkan khusus untuk penonton berusia 17 tahun ke atas

JAKARTA, Indonesia – Teater Koma bekerja sama dengan Bakti Budaya Djarum Foundation menggelar pementasan berjudul Opera Kecoa di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki mulai tanggal 10 sampai 20 November 2016.

Penampilan lakon Opera Kecoa ini dikhususkan untuk 17 tahun ke atas.

“Ini pertama kali produksi 17 tahun ke atas, tapi tetep ada anak-anak yang menonton,” kata Ratna Riantiarno, Pemimpin Produksi.

Dalam pementasannya, bahasa yang digunakan lebih vulgar, banyak cacian makian hingga pakaian terbuka yang digunakan pemain. Sehingga hal ini menjadi penting untuk diperhatikan calon penonton.

Analogi kehidupan kecoa

Berawal dari kisah kehidupan Roima, seorang bandit kelas teri dan Julini, seorang waria, yang merupakan pasangan kekasih.

Kehidupan para gembel yang sering dianggap seperti "kecoa". Foto oleh Amelia Stephanie/Rappler.com.

Kehidupan yang sulit hingga tidur beralaskan langit setiap hari mereka tempuh bersama. Lari dari satu tempat ke tempat lainnya hanya untuk bisa tidur.

Kemudian mereka mulai bertemu dengan teman-teman lama mereka, salah satunya adalah Tuminah yang merupakan seorang PSK.

Roima, yang sejatinya adalah seorang lelaki tulen lama kelamaan mulai memiliki perasaan terhadap Tuminah.

Kehidupan para pekerja seks komersil. Foto oleh Amelia Stephanie/Rappler.com.

Kehidupan pun mulai berubah. Ditambah lagi Roima dan Julini juga mulai berusaha mencari uang untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.

Mereka masuk dalam kelompok yang selalu disalahkan, yang tak dianggap.

Disaat yang lain, para pejabat dapat hidup dengan berlimpahnya dan hidup seenaknya, korupsi dan main dengan wanita lain.

Di antara cerita kedua sisi kehidupan ini, diselipi juga dengan seorang pesulap yang menjual obat anti kecoa untuk membasmi kecoa-kecoa yang sebenernya sedang menyindir kehidupan manusia yang dianggap “kecoa”.

Analogi kecoa sebenarnya dengan kecoa yang merupakan kaum minoritas dan juga kaum-kaum pejabat yang menyeleweng menjadi sindiran bagi kehidupan masyarakat jaman sekarang.

Mengkritisi berbagai sisi kehidupan

Naskah Opera Kecoa ini merupakan naskah yang penuh dengan pesan dan mengajak penonton berpikir ulang akan kehidupan saat ini.

Dengan kuat, Opera Kecoa menyinggung masalah para kaum minoritas, seperti orang-orang miskin, kaum waria dan PSK yang dianggap bak “kecoa” dan tidak berguna. Banyak orang selama ini merendahkan mereka karena pekerjaan atau status mereka.

Namun, dalam pementasan ini, berulang kali dinyatakan kalau itu bukanlah keinginan mereka. Nasib tanpa kesempatanlah yang membuat mereka harus hidup seperti itu, menjadi kaum minoritas.

Padahal mereka juga memiliki cita-cita lain, namun kesempatan seolah tak pernah datang.

“Kita ini memang cuma kecoa yang mengintip untuk kesempatan,” kata Roima.

Selain itu, naskah ini juga bercerita mengenai isu yang tidak pernah berakhir di Jakarta, yaitu penggusuran gubuk-gubuk dan rumah kumuh tanpa izin. Para pemilik gubuk tidak terima digusur.

Hingga akhirnya terjadi kebakaran yang menghanguskan dan melenyapkan gubuk-gubuk itu dalam sekejap. Saat daerah kaum minoritas dilalap api, timbullah pertanyaan, apakah terbakar atau dibakar. Pertanyaan yang tidak pernah memiliki jawaban pasti.

Kehidupan para pejabat dan orang kaya yang penuh pencitraan padahal melakukan banyak penyelewengan. Foto oleh Amelia Stephanie/Rappler.com.

Naskah yang dibagi menjadi dua babak ini menggambarkan juga sosok pejabat yang di hadapan rakyatnya seakan berusaha melakukan segala sesuatu demi kesejahteraan rakyatnya. Padahal, semua itu dilakukan untuk pencitraan yang baik dan juga dengan penyelewengan.

Semua hal yang mengkritisi kehidupan saat ini dikemas dengan gelak tawa dan canda.

Pementasan selama 10 hari ini akan dilakukan setiap harinya pada pukul 19.30 WIB, kecuali hari Minggu, pukul 13.30 WIB.-Rappler.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!