‘Turah’, film berbahasa daerah dengan setting kampung nyata

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘Turah’, film berbahasa daerah dengan setting kampung nyata
Mengisahkan tentang penindasan pemilik modal dan pembiaran oleh pemerintah

YOGYAKARTA, Indonesia – Hanya karena diberi izin untuk tinggal di atas tanah timbul, puluhan penduduk setempat di Kampung Tirang rela menjadi buruh sang tuan tanah tanpa ada upah yang jelas, melainkan pemberian ala kadarnya dibungkus belas kasih pemilik tanah.

Sementara pemerintah setempat tak hadir, bahkan untuk sekedar mengalirkan air bersih atau memberi penerangan di kampung yang berada tak jauh dari pusat kota itu. Pertimbangan untung rugi dijadikan pertimbangan penguasa untuk bertindak.

Pesan itu muncul dalam film Turah, karya Wicaksono Wisnu.

“Film Turah ini berdasar pada lokasi nyata di Tegal, di dekat pelabuhan. Kampung itu terisolasi, dihuni sekitar sepuluh kepala keluarga, tak ada air dan listrik. Kemudian saya berimajinasi untuk memunculkan tokoh-tokoh di dalamnya,” kata Wicaksono Wisnu Legowo, sutradara film Turah usai pemutaran filmnya di Jogja–Netpac Asian Film Festival (JAFF), Selasa petang, 29 November di Empire XXI Yogyakarta.

Namun kondisi kampung yang menguntungkan Darso, si pemilik modal, terancam berubah ketika Jadag kerap berbuat ulah, meneriakkan berbagai ketidakadilan yang dirasakannya setelah tinggal di kampung itu selama sebelas tahun.

Dalam protesnya pada nasib diri yang tak kunjung membaik, karakter yang digambarkan suka berjudi, ringan tangan, malas bekerja, gemar mengeluh dan sering menenggak alkohol namun sangat kritis itu, sering mengingatkan penduduk bahwa mereka tak lebih dari alat produksi yang dieksploitasi tanpa perlindungan layak, hanya karena tinggal di tanah timbul.

Tanah yang muncul karena diurug, tak jauh dari pelabuhan.

Film berdurasi 82 menit itu pun berakhir dengan kondisi mengenaskan, dengan hilangnya satu nyawa.

“Film ini judulnya Turah, tetapi selama film berjalan saya lebih tertarik dengan karakter Jadag,” kata Gaston, seorang penonton dalam pemutaran film itu. Sosok Turah digambarkan sebagai lakon dengan peran positif, berlawanan dengan karakter Jadag.

Para pemeran film yang semuanya berasal dari panggung teater menyebut ada banyak kesan selama sembian hari proses pengambilan gambar film berlangsung.

Film yang kini mengikuti kontes di Singapore International Film Festival itu diharapkan mampu berkompetisi di panggung dunia.

Pemeran dan sutradara film 'Turah' di sesi tanya jawab usai pemutaran film 'Turah' di ajang 'JAFF 2016' di Empire XXI, Yogyakarta, Selasa, 29 November. Foto oleh Dyah A. Pitaloka/Rappler.com.

“Ini film berbahas Tegal, saya berharap semoga menang di Singapura,” kata Narti, pemeran Kanti, istri Turah, usai pemutaran film.-Rappler.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!