‘Danur: I Can See Ghosts’: Saat ekspektasi dijatuhkan realita

Adrianus Saerong

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘Danur: I Can See Ghosts’: Saat ekspektasi dijatuhkan realita
Film yang diadaptasi dari buku 'Gerbang Dialog Danur' karya Risa Saraswati digadang-gadang akan menjadi karya horor unggulan tahun ini

JAKARTA, Indonesia – Dibintangi oleh Prilly Latuconsina dan Shareefa Daanish, film Danur: I Can See Ghost menceritakan tentang kisah Risa yang berteman dengan tiga hantu anak-anak keturunan Belanda.

Film garapan sutradara Awi Suryadi berhasil mencapai target mereka untuk menyajikan film horror yang berbeda. Sayangnya, perbedaan itu tidak dapat menyelamatkan film ini dari berbagai kelemahan.

Datang dengan ekspektasi rendah

Setelah menyaksikan trailer film ini, ekspektasi rendah pun tertanam dalam diri. Meski Awi Suryadi berhasil memukau khalayak dengan dua karya terakhirnya, cuplikan yang disebarkan untuk mengundang penonton ke layar lebar kurang menarik.

Mungkin ini pendapat pribadi, tapi waktu tim produksi menjual musik mencekam dan adegan-adegan yang membuat kaget, bukan takut ke publik, itu pertanda buruk. Buruk secara harfiah, bukan seperti memaksa kita sulit tidur atau apa.

Dari trailer semata, Danur: I Can See Ghosts membawa asumsi bahwa film ini akan menjadi film horror kuno dengan segala hal klasik di dalamnya.

Satu-satunya pikiran positif setelah menyaksikan tayangan itu adalah, “Mungkin film ini memiliki nilai moral yang multi dimensi, dan dapat diterapkan oleh semua orang. Bukan anak indigo saja.”

Foto dari MD Pictures.

Belum 15 menit film diputar, ketakutan itu menjadi nyata. Danur membuka adegan menakutkan mereka dengan berusaha mengejutkan para penonton dan semakin lama, ekspektasi itu dijatuhkan realita.

Kinaryosih yang berperan sebagai ibu dari Risa (Prilly) bernama Ely, entah kenapa bisa mendengar suara hantu anak-anak berlarian di rumahnya. Padahal, beberapa menit kemudian, ketiga hantu yang menjadi teman Risa, William (Wesley Andrew), Jansen (Kevin Taroreh) dan Peter (Gumaharitz) mengatakan bahwa Ely tidak bisa melihat mereka karena, “Kami hanya ingin bermain denganmu Risa.”

Jika itu alasannya, kenapa mereka tidak bisa menyembunyikan suara lari-larian dari Ely?

Sosok paranormal bernama Mang Asep yang diperankan Jose Rizal Manua juga sudah disebut sejak 15 menit pertama. Perkenalan yang terlalu cepat membuat hati tidak dapat menganggap serius percobaan bunuh diri Risa, setelah diajak ketiga temannya untuk ikut ke dunia mereka. Meski sudah coba dipompa oleh adegan intens dan musik yang membuat jantung berdeguk kencang, saat itu film baru berjalan 40 menit, apa kita harus percaya bahwa karakter utamanya akan meninggal dunia?

Danur hanya memaksimalkan hal-hal standard film horor, dari musik, jam tua, suara pintu lemari, kursi goyang, kaca, hingga kamar mandi. Nasi goreng dengan telur, karet dua, bahkan lebih spesial dari hal-hal ini.

Mereka juga meminjam beberapa elemen dari film The Ring, dan Insidious untuk film ini.

Terlihat fiksi

Ya, cerita ini memang diangkat dari kisah nyata, dan kita perlu menghargai hal itu. Tapi saat melihat bagaimana Ely memperlakukan Risa, semua terlihat fiksi. Ely memperlihatkan sosok ibu yang baik, terlalu baik bahkan kepada anaknya, sampai-sampai saat Risa sudah beranjak remaja, cara berbicara dia kepada Sang Anak, tidaklah berubah. Ya, Kinaryosih memperlakukan Prily seperti dia berhadapan dengan Asha Bermudez yang memerankan Risa kecil.

Ditambah lagi fakta bahwa Ely dan Mang Asep tidak terlihat tambah tua meski Risa sudah beranjak dewasa. Sewaktu Risa masih kecil, dia dan ibunya juga sering berkomunikasi dengan suara lantang meski jaraknya dekat, bahkan berhadap-hadapan.

Mungkin ini karena posisi duduk saya di tiga baris depan, atau teater tempat film ditayangkan memiliki kualitas suara yang bagus, tapi ibu kita pasti marah jika anaknya mengeluarkan suara keras, bak teriak. Apalagi di depan dia.

Totalitas

Danur memiliki berbagai kelemahan, tapi perlu diakui bahwa Shareefa Daanish yang memerankan tokoh antagonis film ini, Asih, dan Inggrid Widjanarko, nenek Risa, tampil baik. Apa yang mereka lakukan sederhana, tapi efektif. Inggrid bahkan hanya berteriak dan kejang-kejang sepanjang film, tapi hal itu masih terlihat nyata.

Saat konferensi pers setelah penayangan, Inggrid berkata, “Kita tahu bahwa aktor hebat bisa menyampaikan pesannya tanpa dialog, semoga saya berhasil memerankan hal itu.” Ucapannya langsung disambut tepuk tangan dari seisi teater.

Suasana press conference film 'Danur: I Can See Ghosts' yang dihadiri "tamu khusus" yang mengagetkan tamu yang hadir. Foto dari akun Instagram Danur Movie.

Totalitas orang-orang yang terlibat dalam film ini juga perlu diacungi jempol, tepuk tangan sambil berdiri, angkat topi. Prilly sebagai pemeran utama meminta mata batinnya dibukakan oleh dua paranormal di Bandung untuk dapat mendalami perannya sebagai Risa yang dapat melihat hantu.

Tim produksi juga selalu menyiapkan lima bangku kosong di setiap penanyangan guna memberi tempat untuk “teman-teman” Risa Saraswati yang tak terlihat. Mereka bahkan mendengarkan keluh kesah anak-anak Belanda itu setelah “mereka” memprotes Risa karena poster Danur hanya memperlihatkan Asih yang merupakan musuh bebuyutan kelimanya.

Meski pengalaman yang kurang berkesan, setiap orang memiliki pandangan masing-masing. Jadi jika kalian suka dengan film horor yang menjual hal-hal klasik seperti suara menakutkan, lagu mengerikan, adegan-adegan mengejutkan silahkan datang, dan saksikan film ini di teater terdekat pada Kamis, 30 Maret mendatang.

Dian Sasmita selaku produser dan Pichouse Film, rumah produksi Danur: I Can See Ghost mengaku bahwa mereka siap mengadopsi buku-buku Risa Saraswati ke layar di masa-masa mendatang jika film ini mendapat respon positif dari kalian. -Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!