5 kesalahan millenial saat wawancara kerja

Yetta Tondang

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

5 kesalahan millenial saat wawancara kerja
Sesi wawancara kerja adalah waktu yang penting untuk menunjukkan sikap dan kemampuan terbaik

JAKARTA, Indonesia – Bagi para pencari kerja muda, terutama yang masih fresh graduate, salah satu proses terpenting yang harus dilalui saat mencari kerja adalah wawancara.

Bagi sebagian orang, mungkin sesi wawancara adalah sesi yang mudah. “Kan, tinggal jawab pertanyaan, doang?” kata seorang anak muda, kerabat jauh saya yang akan menjalani sesi wawancara kerja pertama dalam hidupnya.

Tapi fyi, wawancara kerja tidak segampang yang dikira. Banyak hal yang akan dinilai seorang pewawancara dari calon karyawan yang sedang diwawancarainya. Bukan sekadar pencapaian, CV dan pengalaman saja yang akan dilihat. Gerak tubuh, sikap dan cara seseorang dalam berinteraksi bisa terlihat dari dialog dalam wawancara.

Simak 5 hal di bawah ini yang seharusnya bisa kalian hindari saat menghadiri sesi wawancara kerja.

Menghindari eye contact

Selayaknya setiap dialog dibarengi dengan kontak mata. Termasuk saat wawancara kerja. Bahkan jika kamu adalah sosok yang pemalu sekalipun, jangan pernah berpikir untuk menghindari kontak mata dengan sang pewawancara saat di sesi wawancara kerja.

Sangat penting untuk berbicara, bertukar pendapat dan pikiran saat wawancara sambil melakukan kontak mata. Tapi jangan berlebihan, ya. Jangan malah melotot sepanjang kalian berbicara. Sewajarnya saja. Tetap fokuskan mata kamu pada sang pewawancara. Itu akan menunjukkan bahwa kamu peduli dan terlibat sepenuh hati di pembicaraan.

Mengaktifkan telepon genggam

Rata-rata, sesi wawancara kerja berlangsung antara 30 menit hingga maksimal 1 jam. Dunia tidak akan runtuh atau berhenti berputar saat kamu meninggalkan telepon genggammu dalam kurun waktu tersebut. Ada yang lebih penting daripada sekadar memandangi lini masa akun media sosial. 

Fokuskan perhatian sepenuhnya untuk sesi wawancara. Kalau perlu, tak hanya sekadar mengatur setting-an smartphone ke silent mode, tapi juga menonaktifkannya selama wawancara. Jika smartphone-mu berdering saat wawancara berlangsung, percayalah, “nilaimu” akan langsung berkurang di mata pewawancara. 

Mengenakan busana yang tak sesuai

Memang, penampilan bukan segalanya. Tapi terkait menghadiri wawancara kerja, penampilan akan jadi salah satu penilaian penting. Bayangkan jika kamu datang dengan t-shirt atau polo shirt, celana jeans lengkap dengan ransel, sementara perusahaan yang kamu datangi adalah perusahaan nasional atau multi nasional dengan reputasi yang baik. Mungkin kamu bahkan tidak diizinkan masuk ke dalam gedung oleh petugas keamanan.

Jangan pula datang dengan busana yang berlebihan. Misalnya, atasan dengan belahan dada rendah ditambah perhiasan emas yang mencolok, itu pun kurang tepat. Kuncinya ada di keseimbangan. Tidak terlalu santai tapi tidak terlalu mewah pula. Kerapihan adalah yang utama. 

Yang pria bisa mengenakan kemeja dan celana serta sepatu pantofel yang formal. Sementara yang wanita bisa mengenakan atasan blouse atau kemeja (bisa ditambahkan blazer) dan rok atau celana panjang.

Tidak bertanya

Wawancara bekerja adalah bentuk dialog dua arah. Bukan karena kamu ada di posisi pencari kerja, lantas kesempatanmu untuk bertanya dan mencari tahu lebih soal perusahaan tersebut jadi tertutup.

Beberapa rekan saya yang bekerja di divisi Human Resources Department selalu mengungkapkan kalau mereka lebih suka menghadapi calon karyawan yang aktif bertanya. Itu menandakan mereka menunjukkan minat dan ketertarikan mereka terhadap perusahaan tersebut. Dan banyak bertanya juga membuktikan bahwa sang calon karyawan sudah melakukan riset sebelum hadir di wawancara.

Jangan statis dan menjawab seadanya. Ingat, kamu harus meninggalkan kesan bagi sang pewawancara. Dan bertanya adalah salah satu jalan untuk membuatmu diingat oleh mereka.

Terlalu percaya diri

Sesuatu yang berlebihan itu memang tidak selamanya berbuah baik. Termasuk untuk urusan percaya diri. Datang dan menghadiri wawancara kerja, seseorang seharusnya memiliki rasa percaya diri yang cukup. Dan itu akan terlihat dari setiap jawaban yang diberikannya pada sang pewawancara. 

Jawab semua pertanyaan sewajarnya, sesuai kemampuan dan pengetahuanmu. Jangan melebih-lebihkan dan memaksakan diri untuk terlihat pintar dan tahu segalanya. Kalau kamu merasa tidak mampu menjawab pertanyaan tertentu, katakan saja yang sejujurnya. Ditambah pernyataan bahwa kamu bersedia belajar lebih banyak lagi di masa depan.

Jangan terlalu self-centered dan hanya berfokus pada kebaikan dan kelebihan yang kamu punya. -Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!