Belajar hidup di Museum Mini Sisa Hartaku

Dwi Agustiar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Belajar hidup di Museum Mini Sisa Hartaku
Semua yang kita kumpulkan bertahun-tahun bisa hilang hanya dengan satu sapuan awan panas.

JAKARTA, Indonesia — Banyak yang bisa dipelajari dari museum, mulai dari sejarah, seni, budaya, hingga hidup. Yang terakhir ini saya pelajari saat mengunjungi Museum Mini Sisa Hartaku di lereng Gunung Merapi.

Museum yang berdiri di Desa Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta ini ‘dibangun’ setahun setelah erupsi Gunung Merapi 2010. Saya kasih tanda ‘’ pada kata dibangun karena museum ini tak sepenuhnya dibangun. 

Sebab bangunan museum dulunya adalah rumah milik keluarga Riyanto. Pada 5 November 2010, rumah tersebut diterjang wedhus gembel –sebutan untuk awan panas. Tak ada yang tersisa selain dinding dan perabotan yang hangus.

Sehingga, bisa dibilang, dinding-dinding pada museum ini adalah bagian dari koleksi museum itu sendiri: mereka saksi bisu panasnya muntahan Merapi.

“Itu waktu persis kejadiannya,” kata seorang ibu seraya menunjuk jam dinding yang beberapa bagiannya telah meleleh. Jarum pada jam dinding tersebut berhenti di angka 12 dan 1. 

Selain jam, gelas, piring, televisi, kaset tape, sepeda motor, hingga ternak ikut hangus dilumat awan panas. Oleh Riyanto, semua perabot yang hangus dan lumer ini kemudian dikumpulkan menjadi koleksi museum.

Melihat motor yang hanya menyisakan sasis dan ternak yang tinggal tulang-belulang serta gelas dan botol-botol yang meleleh, langsung terbayang betapa dahsyatnya muntahan Merapi.

Di antara dinding yang hangus dan perabotan yang lumer itu saya juga belajar tentang betapa rapuhnya hidup dan betapa getasnya kehidupan. Sebab, semua yang kita kumpulkan bertahun-tahun bisa hilang hanya dengan satu sapuan awan panas!

Dari museum ini, terutama dari kaset-kaset yang hangus dan lumer, saya juga belajar bahwa sesuatu menjadi berarti bukan saja karena fungsinya, tapi juga karena kenangan yang melekat di dalamnya.   

Berikut foto-foto dari Museum Mini Sisa Hartaku:

Jam dinding yang lumer dilumat awan panas. Jarumnya terhenti di angka 12 dan 1. Foto oleh Dwi Agustiar/Rappler

Kaset-kaset yang hangus setelah diterjang awan panas. Foto oleh Dwi Agustiar/Rapper

"Harta benda cuma kebersamaan hidup, setiap saat bisa diminta kembali oleh Yang Maha Kuasa". Foto oleh Dwi Agustiar/Rappler

Bahkan dompet beserta isinya ikut 'dilahap' awan panas. Foto oleh Dwi Agustiar/Rappler

Sebuah rumah tak jauh dari Museum Mini Sisa Hartaku ikut hangus diterjang awan panas. Foto oleh Dwi Agustiar/Rappler

Sapi korban awan panas kini tinggal belulangnya. Foto oleh Dwi Agustiar/Rappler

 

Raket dan televisi yang lumer diterjang awan panas Merapi. Foto oleh Dwi Agustiar/Rappler

 

Kepala sapi beserta tulang belulangnya di Museum Mini Sisa Hartaku. Foto oleh Dwi Agustiar/Rappler

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!