‘IIBF 2017’ mempertegas relevansi pameran buku di era digitalisasi

Valerie Dante

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘IIBF 2017’ mempertegas relevansi pameran buku di era digitalisasi
Pameran buku berskala internasional yang sudah digelar sejak 1980 ini kembali hadir mulai 6-9 September 2017

JAKARTA, Indonesia —Pameran buku yang diselenggarakan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) kembali diselenggarakan tahun ini. Sejak 2014, pameran ini bertransformasi menjadi pameran buku berskala internasional.

Dalam tahun ke-37 masa penyelenggaraannya, tentu sudah banyak yang berubah seiring zaman. Salah satu perubahan yang harus dihadapi adalah penetrasi internet dan era digitalisasi yang turut mentransformasi industri perbukuan.

Pada zaman di mana konfirmasi akan sebuah informasi, pembangunan koneksi, dan bahkan transaksi ekonomi sudah dapat dilakukan secara online, banyak yang berdebat bahwa sudah tidak diperlukan lagi berkumpul di suatu acara secara fisik.

“Argumentasi mengenai hal ini akan terus berlangsung, tetapi faktanya pameran buku internasional terus diselenggarakan di berbagai kota besar di seluruh dunia, dan terus dihadiri oleh peserta mancanegara,” jelas Ketua Umum IKAPI, Rosidayati Rozalina, dalam acara pembukaan Indonesia International Book Fair (IIBF) 2017 yang bertempat di Assembly Hall Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, pada Rabu 6 September 2017.

Menurut Rosidayati, ada banyak aspek yang dapat menjadi faktor-faktor dasar atas masih perlunya pameran buku, baik yang berkarakter profesional maupun publik.

Yang pertama adalah aspek bisnis, IIBF 2017 tidak hanya menjadi ajang jual-beli buku tetapi juga merupakan pusat kegiatan promosi dan transaksi bagi kalangan penerbit, penulis, maupun aktivis literasi dan pelaku industri kreatif  lainnya. Tentunya hubungan bisnis tersebut harus berbasiskan kepercayaan, maka menurut Rosidayati, dibutuhkan kontak fisik agar hubungan tersebut terjalin dengan nyata.

PESERTA 'IIBF 2017'. Beberapa bilik dari penerbit buku menggambarkan suasana dalam 'Indonesia International Book Fair 2017'. Foto oleh Valerie Dante/Rappler

Selain itu, pameran buku juga menawarkan kesempatan berdiskusi melalui seminar dan pelatihan. Pameran buku menyediakan kesempatan bagi penerbit untuk memberikan harapan baru kepada pengarang-pengarangnya, yakni adanya kesempatan untuk terekspos kepada pengunjung internasional dan liputan media.

“Di pameran buku, penerbit berkesempatan mendapatkan pengarang baru, dan sebaliknya, pengarang juga berpeluang terhubung dengan penerbit. Pameran buku memuliakan pengarang dan pembaca, di sini mereka dapat panggung kehormatan untuk berinteraksi,” lanjut Rosidayati.

Masa berlangsungnya pameran buku juga dapat dimanfaatkan untuk menciptakan demam literasi di tengah masyarakat dan berguna untuk menanamkan minat baca.

Senada dengan Rosidayati, Ricky Pesik, selaku Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF) juga berpendapat bahwa tantangan terbesar yang akan dihadapi adalah bagaimana mengubah paradigma lama menjadi baru demi mempertahankan eksistensi pameran buku di masyarakat.

“Pasar mungkin dapat berubah, pasar buku akan berubah, tapi yang pasti adalah membaca,” ucapnya.

Acara pembukaan ini turut dihadiri oleh Husni Syawie selaku Ketua Panitia IIBF 2017 dan Prof. Danang Suhendar selaku perwakilan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Najwa Shihab selaku Duta Baca Indonesia.

IIBF 2017 sendiri didukung oleh BEKRAF, diikuti sekitar 20 negara partisipan, dan akan berlangsung mulai 6-10 September 2017 di Assembly Hall, Jakarta Convention Center. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!