Kecintaan Adinia Wirasti pada buku dan perpustakaan

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kecintaan Adinia Wirasti pada buku dan perpustakaan
Kata Adinia, membaca buku berbeda dengan membaca teks atau naskah di layar

JAKARTA, Indonesia —Tak banyak orang yang menikmati aktivitas membaca sebagai salah satu aktivitas yang menyenangkan sekaligus menghibur. Terlebih kebiasaan membaca buku sesungguhnya, yang tercetak di kertas, yang kian hari makin tergerus kecanggihan teknologi. Semakin banyak yang memilih membaca dalam format soft copy atau buku digital.

Tapi tidak dengan Adinia Wirasti. Aktris pemeran film Critical Eleven ini lebih memilih buku tradisional daripada buku digital. Adinia memang senang membaca. Dan memiliki profesi sebagai aktris membuatnya lebih sering membaca.

“Pekerjaan saya menuntut saya untuk membaca, jadi memang dari dulu saya senang membaca, makanya ketika saya di-pitching oleh seorang produser atau sutradara, dia bilang ‘Oke nanti saya kirim script ya’ dan saya selalu bilang kalau tidak mau dikirimkan script via data atau dokumen gitu karena saya pusing bacanya. Saya jadi maunya kertas atau hard copy,” kata Adinia yang ditemui beberapa hari lalu di Perpustakaan Nasional, Jakarta.

Kata Adinia lagi, membaca buku secara fisik itu sangat berbeda dengan membaca di layar. Dan kebiasaan membaca ini sudah dijalani Adinia sejak di bangku kuliah. “Waktu saya kuliah di Amerika juga ada pelajaran mengharuskan kami untuk selalu berada di perpustakaan, museum, dan sebagainya. Jadi kami harus benar-benar merasa ada di sekitar buku gitu. Nah, mungkin dari situ, saya jadi kebawa.”

Kebiasaan itu pula yang membuat Adinia selalu bepergian dengan buku. Misalnya saat liburan, ia bisa membawa hingga 3 buku sekaligus. Kalau banyak orang banyak mengeluh berat jika masih harus menenteng buku ke mana-mana, Adinia masih teguh pada pilihannya membaca buku.

“Pilihan personal saya adalah tetap kertas, karena (kalau kertas) saya bisa nyatat atau segala macam. Terus saya perhatiin, kok teman-teman sekitar pada enggak suka baca ya, kenapa ya? Bahkan sekadar kita datang ke sebuah tempat untuk mencari ruangan dan dengan cara membaca aja, itu enggak mau. Kayak misalnya tulis toilet itu arahnya ke sana, tapi tetap enggak mau baca, mendadak malas baca gitu.”

Karena cinta membaca, Adinia pun mencintai perpustakaan. Tapi Adinia pun baru tahu bahwa fasilitas Perpustakaan Nasional ternyata tak kalah dengan yang dimiliki negara lain. “Terus terang aja nih ya saya enggak tahu kalau Perpusnas itu sekeren ini dan ternyata segininya. Ternyata sebenarnya kalau mau nongkrong sama teman-teman kita bisa ketemu di Perpusnas,” ungkapnya. 

Sekarang Adinia mengaku hanya bisa memanfaatkan statusnya sebagai public figure untuk menebarkan virus kecintaan pada buku dan aktivitas membaca. “Apalagi kalau perpustakaan modelnya begini. Keren. Jadi sebenarnya bisa dijadikan tempat nongkrong, buat kerja dan bertemu orang-orang yang punya ide dan insight yang sama.”

Karena itu, saat ditunjuk sebagai Sahabat PerpuSeru, program yang digagas Coca-Cola Foundation Indonesia bekerja sama dengan Bill & Melinda Gates Foundation, Adinia sangat antusias. “Karena saya kepengin mewakili temna-teman saya yang juga gelisah kenapa perpustakaan di kota-kota besar jarang didatengin. Yang perlu anak muda sekarang campaign kan adalah pentingnya membaca.”

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!