Indonesia

‘Wonder’: Ajakan berbuat kebaikan demi sebuah keajaiban

Abdul Qowi Bastian

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘Wonder’: Ajakan berbuat kebaikan demi sebuah keajaiban
Film 'Wonder' yang diadaptasi dari novel dengan judul sama ini layak ditonton oleh semua kalangan

JAKARTA, Indonesia — Nama anak itu August Pullman. Ia berusia 10 tahun. Auggie, panggilannya, belum pernah sekalipun menginjak bangku sekolah. Isabel, sang ibunda, ialah yang mendidiknya di rumah.

Bukannya ia tak mau bersekolah, tapi Auggie (Jacob Tremblay) memiliki kelainan wajah sejak lahir yang mengharuskannya menjalani 27 operasi plastik. Ia menderita craniofacial disease atau kelainan kraniofasial—kelainan yang terjadi pada kepala dan seluruh organ yang berada di kepala. 

Wajah Auggie berbeda dari manusia kebanyakan. Kasus-kasus craniofacial termasuk jarang, sekitar 7% per kelahiran, maka seseorang yang mengalamai kelainan kraniofasial akan jelas tampak berbeda. 

Anak-anak kecil seumurannya tidak terbiasa melihat sesuatu yang tak lazim, menyebabkan mereka tak bisa menutupi rasa terkejut ketika bertemu Auggie. Tak sedikit yang ternganga, menutup mulut, berkata kasar, bahkan melarikan diri saat berpapasan dengannya.

Auggie menyadari dirinya “ajaib”. Dari tampilan luar ia memang berbeda, tapi sebenarnya, ia sama dengan anak-anak lain. Ia gemar bermain di taman, ia menggilai Star Wars (Boba Fett adalah karakter favoritnya), ia bermimpi menjadi astronot (ia tak pernah melepaskan helm astronotnya), tulisan tangannya rapi, dan ia sangat pintar dalam pelajaran sains. 

Auggie tak pernah menanggalkan helm astronotnya sewaktu kecil. Foto dari Facebook.com/wonderthemovie

Orang tua Auggie, Isabel (Julia Roberts) dan Nate (Owen Wilson), berencana memasukkan Auggie sekolah. Keduanya berpendapat sudah saatnya anak bungsu mereka mendapat pendidikan resmi dan, yang terpenting, memiliki teman sebaya. Selama ini “teman” terdekat Auggie hanya Via, kakaknya.

Pada awalnya Auggie bersikeras menolak disekolahkan. Ia cemas menemui orang-orang baru. Ia sudah bisa memprediksi reaksi anak-anak di sekolah ketika pertama kali melihatnya.

Ketakutan Auggie lenyap ketika ia bersahabat dengan Jack Will. Sekarang ia mempunyai teman baru yang memiliki hobi sama, bermain Minecraft. 

Di sekolah, salah seorang guru bernama Mr Browne, mengajarkan kepada murid-muridnya, “Jika diberi kesempatan untuk menjadi benar atau menjadi baik, pilihlah menjadi baik (When given the choice of being right and being kind, choose kind).” Motto ini yang tertanam dalam benak Jack Will dan Summer, seorang teman perempuan lainnya, untuk berteman dengan Auggie.

Meski demikian, lebih banyak murid-murid di sekolah yang memilih untuk tak berteman dengan Auggie. Julian, salah satunya. Ia menghasut anak-anak laki-laki di sekolah untuk menghindari Auggie dan kerap menjadikannya sebagai korban perisakan. Rumor pun sengaja dibuat bahwa siapapun yang menyentuh Auggie akan terkena “wabah” (“The Plague“) dan dijauhi sesama murid.

Auggie dan sahabat barunya di sekolah, Jack Will. Foto dari wonder.movie

Auggie patah hati dibuatnya. Dalam keterpurukan, Auggie menyalahkan orang tuanya yang mendorongnya bersekolah. Ketika perhatian orang tua tercurah kepada si anak bungsu, wajar jika si sulung merasa terpinggirkan.

Via merupakan seorang kakak yang penyayang. Ia menemani Auggie dalam suka dan duka. Ia tak pernah menuntut karena ia sadar pikiran dan beban kedua orang tuanya banyak disalurkan kepada Auggie. Remaja berusia 15 tahun itu bisa jadi kakak yang paling pengertian.

Bagaimanapun, sebagai seorang remaja, ia mendambakan kasih ayah dan ibu. Via adalah kasus orang-orang yang terlupakan, bahwa meskipun kadang seseorang terlihat tegar di luar, tapi di dalam ia rapuh. Ia juga butuh tempat untuk mendapatkan kenyamanan.

Wonder adalah sebuah film keluarga yang memberikan kehangatan bagi siapapun yang menontonnya. Dari film besutan sutradara Stephen Chbosky (The Perks of Being a Wallflower) ini, kita bisa belajar bagaimana memperlakukan orang lain yang kurang beruntung, menghargai perbedaan, dan menolong sesama. Kisah Auggie tidak menggurui, tapi bercerita melalui dialog-dialog yang sarat makna dan humor-humor yang terselip pesan mendalam.

Jacob Tremblay kembali memberikan penampilan yang luar biasa setelah debutnya tahun lalu dalam film Room. Ia adalah salah satu aktor cilik paling berbakat saat ini, bahkan Chbosky menyebutnya sebagai pemain anak-anak yang bisa memainkan emosi setelah Leonardo DiCaprio di What’s Eating Gilbert Grape beberapa dekade lalu. 

Dialog yang hangat dan sarat makna membuat 'Wonder' menjadi film keluarga wajib ditonton tahun ini. Foto dari wonder.movie

Film Wonder secara garis besar setia terhadap bukunya yang ditulis oleh R.J. Palacio, meski ada beberapa minor detail yang diubah demi kelancaran alur cerita. Sulit untuk tidak membandingkan buku dan film, tapi jika si penulis merasa bahagia dengan hasilnya, penonton juga pastinya senang melihat karakter-karakter yang menjadi “hidup” dalam layar lebar.

Demi mendalami peran sebagai anak yang menderita kelainan kraniofasial, Tremblay bahkan mengunjungi SickKids Hospital dan bertemu dengan pasien anak-anak di rumah sakit tersebut. Di sana ia berteman dengan “August Pullman-August Pullman” yang asli. 

Seorang ibu yang anaknya mengalami masalah yang sama, mengunggah video reaksi ke YouTube saat menonton trailer film Wonder bersama anaknya. Keduanya menitikkan air mata, berterima kasih kepada Palacio dan segenap kru karena telah mengangkat cerita ini ke permukaan agar publik lebih peka.

Sungguh, Wonder adalah sebuah film yang tak boleh dilewatkan. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!