Bincang Mantan: Apa kabar resolusi?

Adelia Putri, Bisma Aditya

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bincang Mantan: Apa kabar resolusi?
"Tidak perlu tungggu new year untuk jadi new you!"

JAKARTA, Indonesia —Kedua penulis kolom baru Rappler, Bincang Mantan, adalah antitesa pepatah yang mengatakan kalau sepasang bekas kekasih tidak bisa menjadi teman baik. Di kolom ini, Adelia dan Bisma akan berbagi pendapat mengenai hal-hal acak, mulai dari hubungan pria-wanita hingga (mungkin) masalah serius.

Bisma : Tidak perlu tunggu new year untuk jadi new you

Masyarakat modern (atau at least orang-orang sekitar saya) punya kebiasaan yang menurut saya teramat tidak berfaedah yang biasa disebut resolusi tahun baru.

Bagi yang tidak ada gambaran sama sekali soal ini, resolusi itu adalah janji kepada diri sendiri yang biasanya jauh lebih manis dari gombalan seorang pria ke gebetannya dan lebih visioner dari gombalan pria tadi ke orang tua gebetannya.

Memang bagus banget kok kalo kita punya target dan cita-cita untuk jadi lebih baik, apalagi biasanya resolusi itu memang seputar peningkatan kualitas diri kan, seperti “Tahun ini harus kurus” atau “Tahun ini harus move on”, bahkan bisa juga “Tahun ini harus lebih rajin ibadah”. Tapi yang saya permasalahkan adalah, apakah untuk jadi lebih baik harus ganti tahun baru dulu? Memangnya tidak bisa ya di tanggal 31 Desember kita udah perbanyak ibadah?

Kita harus ingat, tidak perlu tungggu new year untuk jadi new you!!

Resolusi yang dibuat setiap tahun menurut saya seakan membatasi perkembangan diri kita sendiri, terutama yang resolusinya sudah gagal di tengah jalan. Jamak, lho, saya temukan teman yang resolusi dietnya gagal di bulan September malah memilih untuk tunggu tahun depan aja untuk melanjutkan dietnya sebagai resolusi baru, dibanding mulai diet saat itu juga karena tahun itu sudah dia anggap gagal.

Padahal, kalau memang mau sehat, diet sih diet aja enggak usah tunggu tahun baru kan?

Coba yuk, kita yang sudah buat resolusi tahun ini sedikit refleksi iseng dulu. Pertanyaannya simple, apa kabar resolusi Indah yang kamu buat di malam tahun baru kemarin? Ini baru minggu kedua 2018 lho.

Permasalahan yang saya lihat dari resolusi tahun baru adalah, kita bercita-cita setinggi itu karena mengikuti euphoria aja karena semua orang yang melakukan hal yang sama. Sesuatu yang dimulai dengan impulsive biasanya bersifat, kalau menurut peribahasa, hangat-hangat tahi ayam, makanya resolusi tahun baru biasanya cuma jadi pemanis malam tahun baru aja enggak ada bedanya sama terompet tahun baru.

Menurut saya, dibanding membuat resolusi tahun baru yang cuma bertahan sebentar sebagai pemanis itu, kenapa kita semua tidak sepakat untuk membuat euphoria resolusi jenis baru aja? New day, new you, mungkin?

Jadi semua orang punya resolusi bahwa besok dia harus jadi orang yang lebih baik. “Besok harus ibadah full, diet sehat, dan olah raga”. Terdengar jauh lebih feasible dibanding “Tahun 2018 saya harus rajin ibadah, diet sehat, dan olah raga rutin”, kan?

Menurut saya bagus banget kalau seseorang punya target, cita-cita, atau harapan mengenai bagaimana dia mau dirinya menjadi manusia yang lebih baik di tahun yang baru. Tapi jika hal itu cuma dibuat sebagai pemanis tahun baru, dan ikut-ikutan saja, semua itu malah sia-sia. Enggak ada gunanya.

Jadi dibanding punya target setahun kedepan akan gimana, terus kalau gagal di tengah jalan malah malas melanjutkannya (seperti yang terjadi kepada kita semua, ngaku!!), mending kita bikin target setiap harinya akan gimana kan?

Semoga dengan euphoria pas yang diulang setiap hari, target kita bisa lebih terlaksanakan dibanding target satu tahun yang euphoria nya kadang udah kita lupa. Saya yakin tahi ayam kalau baru satu hari masih ada hangat-hangatnya dibanding yang sudah berumur satu tahun, iya kan?

Adelia: Prepare to fail

Saya sih setuju sama Mas di atas kalau  punya niat ya enggak harus tahun baru, kapan pun juga bisa. New year’s resolution is overrated. Kalau emang punya niat berubah, enggak harus dilakuin setiap pergantian tahun kok. But then again, saya percaya pentingnya suatu momentum untuk memulai dan mengakhiri sesuatu — makanya kita semua suka dengan “tanggal cantik” untuk acara atau jadian, kan?

Saya sendiri lebih suka momentum ulang tahun, karena buat saya, tahun baru itu milik semua, sementara ulang tahun hanya milik saya. Saya juga lebih suka menuliskan target setahun ke depan dibandingkan “Apa yang harus diubah”. Entahlah, namanya juga preferensi.

Nah, karena balik-baliknya ini adalah masalah preferensi….Let people have nice things.

Udahlah, enggak usah nyinyir sama yang gembar-gembor kalau tahun ini mau turun 20 kilogram atau mau berhenti merokok atau mau nikah (entah sama siapa). Biarkan saja. Kalau dia mau maju ya diaminkan saja. Meskipun berdasarkan riset umumnya resolusi tahun baru berhenti di bulan Febuari, tapi bukankah hal yang baik kalau seseorang ingin menjadi lebih baik?

Nah, buat kalian yang punya resolusi tahun baru, menjelang pekan ketiga tahun 2018, apa kabar? Masih semangat pergi ke gym? Masih sabar mengikuti keinginan diet pemakaian kartu kredit? Sudah mulai belajar untuk daftar sekolah lagi? Sudah mulai menabung untuk liburan akhir tahun ke Jepang?

Saya punya tip nih buat kalian yang mulai cemas atau putus asa: prepare to fail.

Iya, memang suram. Tapi itu salah satu nasehat terbaik yang pernah saya dapatkan. Punya keinginan boleh, usaha keras harus, tapi kamu juga harus sadar kalau kegagalan itu terkadang enggak bisa dihindari. Ibarat KPI di kerjaan, enggak mungkin kamu mencapai skor 100% di setiap hal – kecuali kamu anak ajaib. Kalau kamu sudah bisa menerima kemungkinan terburuk, baru deh jalanin semua targetmu. Karena kalau tidak, bisa stres, shay.

On a brighter note, ada hal-hal yang bisa kamu lakukan lainnya: menuliskan targetmu di agenda yang bisa kamu lihat setiap hari; punya buku harian yang mencatat perjalanan kamu dalam mencapai target; punya teman yang bertujuan sama agar bisa saling memotivasi — ada banyak tips lainnya, silakan cari sendiri, karena saya bukan Mario Teguh.

Terakhir, saya cuma mau pesan (lagi), it’s okay to fail. It doesn’t make you a failure, it makes you human. Dan, kalau masih ada yang nyinyirin resolusi tahun baru kalian, tinggalin aja. Indonesia sudah kebanyakan netizen nyinyir, masa di dunia nyata harus ketemu yang kayak gitu juga? —Rappler.com

Adelia adalah mantan reporter Rappler yang kini berprofesi sebagai konsultan public relations, sementara Bisma adalah seorang konsultan hukum di Jakarta. Keduanya bisa ditemukan dan diajak bicara di @adeliaputri dan @bismaaditya.

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!