Di balik viralnya wajah Emir Qatar

Abdul Qowi Bastian

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Di balik viralnya wajah Emir Qatar
Qatar diblokir, wajah Emir Tamim bin Hamad Al Thani ada di mana-mana

DOHA, Qatar — Di Indonesia, pada masa-masa menjelang pemilihan umum 2014 lalu, muncul stiker bergambar mantan Presiden Soeharto dengan tulisan “Enak jamanku, toh?” di kaca belakang kendaraan-kendaraan umum. Lambat laun, stiker tersebut mulai merambah ke berbagai tempat, seperti di kaos-kaos sablonan yang dijual di pinggir jalan.

Jika kemunculan stiker Soeharto dikarenakan “kerinduan” sebagian masyarakat Indonesia akan sosok yang disebut sebagai Bapak Pembangunan, maka di Qatar sebaliknya. Wajah Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani menghiasi sudut-sudut kota Doha. Bahkan bagi warga asing yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Qatar akan disambut oleh gambar wajah tampak samping Tamim di kaca belakang mobil-mobil yang berlalu lalang di jalanan ibu kota.

Di bawah wajah Tamim yang dilukis hitam putih itu tertulis dalam bahasa Arab “Tamim Al Majd” yang berarti “Tamim Yang Mulia” atau “Tamim the Glorious”. Sekilas gambar ini mengingatkan akan foto-foto model potongan rambut pria di tempat-tempat cukur rambut di Indonesia tahun 1980an. Lengkap dengan rambut klimis dan kumis tebal.

Bahkan ketika sudah mendekati pusat kota Doha, di sepanjang jalan Al Corniche yang menyisiri pantai, banyak gedung-gedung berarsitektur futuristik menampilkan wajah Tamim. 

Di tempat wisata pun demikian. Souq Waqif, misalnya, banyak pedagang yang menempelkan stiker berwajah Tamim di pintu-pintu masuk toko mereka. Ada juga yang menjual kaos anak-anak maupun dewasa dengan desain sablon bergambar wajah Tamim. Sama halnya dengan toko-toko suvenir. Pedagang menjajakan mug, gantungan kunci, hingga sarung smartphone dengan gambar ikonik tersebut.

Mengapa gambar pemimpin muda Qatar ini menghiasi banyak spot di kota yang berlokasi di Teluk Persia ini? 

Qatar bukanlah negara diktator layaknya Korea Utara yang foto-foto pemimpin mereka, Kim Jong-un, terpampang di papan-papan besar di setiap pelosok daerah. Qatar juga bukan kerajaan seperti Thailand di mana foto-foto mendiang Raja Bhumibol menghiasi jalanan dan tembok-tembok di Bangkok. Ada apa sebenarnya?

Karya seniman Ahmed al-Maadheed

Ialah Ahmed al-Maadheed, seorang seniman muda di Qatar, yang mempunyai ide melukis wajah Tamim. 

“Saya tidak bisa berkata apa-apa untuk mendeskripsikan apa yang saya rasakan ketika melihat ilustrasi yang saya buat terpampang di mana-mana,” kata Ahmed kepada The Hindu. 

Ia mengunggah video ke Instagram dirinya sedang melukis potret Tamim dengan warna hitam putih, sesaat setelah Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.

Ia pun telah menyatakan ke publik bahwa tidak ada hak cipta atas karyanya ini dan siapapun boleh menggunakan, mereproduksi, dan menyebarkan hasil karyanya. Semua demi kepentingan publik dan negara.

Sebelumnya Ahmed juga menciptakan maskot untuk AFC Asian Cup di Qatar pada 2011 silam. 

Seorang warga Qatar, Al Jawhara Al Thani, mengatakan, “Ini adalah bentuk kesetiaan rakyat.”

Dengan diperbolehkannya mencetak ulang dan menggunakan gambar tersebut di mana saja, menurutnya, merupakan bentuk kecintaan rakyat terhadap pemimpinnya. 

Ahmed sendiri dilaporkan ditawari 10 juta USD untuk karya orisinilnya oleh seorang pengusaha swasta, namun ia memilih untuk memberikannya sebagai hadiah untuk Tamim.

Siapa Tamim?

Pedagang di Souq Waqif menjajakan suvenir dengan gambar Tamim bin Hamad di mug dan sarung smartphone. Foto oleh Abdul Qowi Bastian/Rappler

Tamim adalah pemimpin negara berpenduduk 2,5 juta itu. Ia memimpin menggantikan ayahnya, Hamad bin Khalifa Al Thani, pada 2013 ketika masih berusia 33 tahun. 

Ia lulusan Sherborne School dan Royal Military Academy Sandhurst di Inggris. Tamim juga berperan sebagai ketua panitia penyelenggara Piala Dunia 2022.

Dalam sistem negara Qatar, tidak disebutkan dengan jelas alasan apa yang melatarbelakangi suksesi kepemimpinan.

“Kita tidak pernah tahu. Itu menjadi rahasia mereka [pemerintah],” kata Al Jawhara ketika ditanya apa yang membuat Tamim menggantikan ayahnya dalam usia yang relatif muda.

Ayah Tamim, Hamad, mengambil alih kekuasaan negara dari ayahnya, pada 1995, ketika yang bersangkutan sedang dalam kunjungan ke luar negeri.

Pada masa kepemimpinan Hamad itulah Qatar mulai bertransformasi. Ia membuat perombakan besar-besaran di negara kecil itu. 

Ekonomi Qatar meningkat pesat, berkat cadangan gasnya, dari 8 miliar USD pada 1995 menjadi 174 miliar USD hampir dua dekade kemudian. Dalam waktu sesingkat itu Qatar mempercantik diri.

Belum selesai bertransformasi

Lukisan Emir Qatar Tamim (tengah dan kiri) dipajang bersama lukisan ayahnya, Emir terdahulu, Hamad bin Khalifa, di galeri Fire Station Doha pada 16 November 2017. Foto oleh Abdul Qowi Bastian/Rappler

Kini di Doha dapat dijumpai gedung-gedung pencakar langit dengan desain yang menakjubkan. Sayed Jabil Hamid, seorang pengemudi taksi asal Pakistan, menyebut Doha sebagai “Mini Dubai”. Ia tak salah. Doha sekarang memang sekilas mengingatkan akan Dubai, ibu kota Uni Emirat Arab. 

Mobil-mobil mewah pun banyak jumlahnya berlalu lalang di jalanan. Klub-klub malam mulai bertebaran di kota ini, begitu pun dengan minuman beralkohol. 

Jurnalis CNN Fareed Zakaria mengatakan, perubahan yang dialami Doha sangat pesat. 

“Saya berkunjung ke Doha beberapa tahun yang lalu, dan takjub melihat Doha saat ini,” kata Fareed saat menyampaikan pidato kunci di acara World Innovation Summit for Education (WISE) 2017 di Qatar National Convention Center (QNCC) pada Rabu, 15 November.

“Ketika Anda berkunjung ke negara-negara di teluk, Anda akan selalu dikejutkan oleh pembangunan fisik di kota-kotanya. Gedung-gedung tingginya, hotel-hotel terbaru,” kata Fareed.

“Tapi yang menakjubkan dari Qatar adalah pembangunan kotanya sebagai pusat intelektual.”

Stiker wajah Tamim tertempel di kaca toko parfum di Souq Waqif, Doha, pada 16 November 2017. Di atasnya tertulis "Qatar products only". Foto oleh Abdul Qowi Bastian/Rappler

Qatar dulunya adalah negara nelayan yang berada di bawah kuasa Inggris, sebelum memerdekakan diri pada 1971. Tak butuh waktu lama, Qatar menemukan salah satu cadangan gas alam cair (LNG), yang kemudian menjadikan negara ini sebagai salah satu eksportir LNG terbesar di dunia

Essa Al Mannai, Executive Director Reach Out to Asia, sebuah lembaga yang menyalurkan bantuan pendidikan ke negara-negara Asia termasuk Indonesia, mengucapkan terima kasih atas inisiatif Hamad beserta istrinya, Sheikha Moza bint Nasser, yang bergerak cepat untuk membawa Qatar ke peradaban yang lebih baik lagi. 

“Tentu ini berkat kepemimpinan Yang Mulia Sheikh Hamad dan Sheikha Moza. Anda dapat melihat visi beliau terhadap negara ini benar-benar dilaksanakan,” kata Essa. 

“Qatar tengah berkembang. Dulunya, museum-museum dan tempat-tempat kebudayaan tidak ada di Qatar. Ini adalah langkah yang besar, tapi kita mencoba untuk melakukannya secara perlahan.”

Meski terkesan menakjubkan, pembangunan di Doha bukan berarti tanpa kekurangan. Misalnya, dari segi arsitektur, terlihat tidak ada keseragaman tema dari satu gedung ke gedung lain. 

Memang, jika dilihat dari ujung teluk yang menghampar menuju Westbay di pusat kota, Doha terlihat cantik, apalagi waktu malam dengan lampu-lampu hiasnya. 

Bentuk gedung-gedung bervariasi. Saking banyaknya variasi, ada yang menyerupai Piala Dunia, ada yang terlihat seperti papan selancar, ada juga gedung yang diapit oleh bola dunia. Seakan-akan arsitek masing-masing gedung berlomba untuk membuat gedung yang paling megah nan wah tanpa memerhatikan sekelilingnya. 

Bukan hanya dari masalah tampilan, tapi gedung-gedung bertingkat di Qatar juga diduga dibangun atas tindakan yang kurang berkeperikemanusiaan di mana para buruh migran dari negara-negara tetangga bekerja keras dan belum digaji selama beberapa bulan. 

(SAKSIKAN: A look inside Qatar’s labor camps

Tapi Doha masih belum selesai bertransformasi. Di berbagai lokasi, banyak gedung-gedung baru yang sedang dibangun, bukan hanya di pusat kota tapi juga ke daerah pinggiran. Apalagi Doha memiliki deadline yang ambisius,Piala Dunia yang akan digelar pada Juni-Juli 2022.

Dampak pemblokiran

Mural wajah Tamim bin Hamad di alun-alun depan galeri Fire Station Doha pada 16 November 2017. Foto oleh Abdul Qowi Bastian/Rappler

Viralnya stiker Tamim bukan tanpa sebab. Sejumlah negara di kawasan Teluk Persia kini tengah memblokir Qatar karena dituding mendanai kelompok-kelompok teroris di Timur Tengah seperti Al Qaeda dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Namun hal itu dibantah oleh Qatar.

Awalnya, Arab Saudi yang memulai blokir, kemudian diikuti oleh Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, Libia, dan Mesir. Pemutusan hubungan diplomatik ini berdampak bukan hanya secara ekonomi tapi juga sosial yang langsung menyentuh masyarakat. 

Pada hari-hari pertama sejak pemblokiran diberlakukan pada Juni 2017, Al Jawhara mengaku kesulitan untuk berbelanja susu di supermarket, karena Qatar mengimpornya dari Arab Saudi. 

“Pada saat itu kami kesulitan mencari susu di supermarket. Banyak rak-rak yang kosong,” kata staf Kementerian Pendidikan Qatar itu. “Tapi perlahan pemerintah berhasil mencukupi kebutuhan warganya. Ini bukti Qatar mampu mandiri.”

Hal tersebut mendukung pernyataan Sheikha Moza saat membuka WISE 2017. “Beberapa negara berniat membuat hal menjadi rumit bagi kami, tapi itu hanya menambah kerumitan mereka sendiri,” kata Sheikha Moza.

“Mereka menginginkan kita berubah, tapi kita tetap sama.”

Namun yang lebih menyedihkan, kata Al Jawhara, bahwa segala bentuk simpati dari warga negara lain kepada warga Qatar merupakan tindak pidana. Hal ini sulit untuk dihindari karena negara-negara Arab sudah banyak bercampur. Ada yang kakeknya berasal dari Bahrain, ibunya dari Kuwait, dan sebagainya. 

Jika warga dari negara-negara tadi menunjukkan simpati melalui ungkapan di media sosial atau internet, misalnya, bisa diperkarakan dan bahkan ada juga yang dipenjara.

“Tindakan keras akan diberlakukan kepada siapapun yang menunjukkan simpati atau bentuk bias apapun terhadap Qatar atau menentang keputusan Uni Emirat Arab, baik melalui media sosial, dalam bentuk tulisan, visual, atau lisan,” kata Jaksa Agung Uni Emirat Arab Hamad Saif al Shamsi melalui siaran pers.

Oleh karena itu warga Qatar, yang jumlahnya hanya sekitar 200 ribuan atau sekitar 11 persen dari total populasi, bersatu di belakang Tamim, sebuah simbol kesatuan di tengah gempuran masalah. Dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada September lalu, Tamim menyampaikan pidato yang mengkritisi kebijakan negara-negara Teluk Persia. 

Sebuah bangunan menyerupai menara di depan Fire Station Doha menampilkan wajah Tamim. Di sekelilingnya tertulis kata-kata penyemangat seperti 'ambitious', 'sovereign', 'peace' dan semacamnya. Foto oleh Abdul Qowi Bastian/Rappler

Dalam pidatonya ia mengkritik negara-negara yang memblokir Qatar. Ia menyebut aksi ini sebagai blokir yang tidak adil.

“Saya berdiri di sini di hadapan Anda, saat negara saya dan warganya menjadi subjek ketidakadilan blokir yang ditetapkan sejak 5 Juni oleh negara-negara tetangga,” katanya. 

Ketika kembali dari New York, ia disambut secara megah bukan hanya oleh para pejabat pemerintah di bandara, tapi juga oleh ribuan warga Qatar di sepanjang Al Corniche. Arak-arakan yang membawa Tamim dalam limosin melewati para warga yang berdiri di pinggir jalan menyambut pemimpin mereka. 

“Saya belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya,” kata Direktur Center for Conflict and Humanitarian Studies di Doha Institute, seolah setengah kota Doha berkumpul di jalan.

Mereka melambai-lambaikan tangan, mengibarkan bendera Qatar, hingga mengecat wajah mereka. Melihat antusiasme warga yang begitu tinggi, Tamim menyempatkan diri untuk keluar dari mobil di tengah perjalanan untuk menyalami sebagian warga. 

“Sungguh menyejukkan melihat pemimpin yang merakyat seperti dia,” kata Al Jawhari. “Bahwa tidak selamanya pemimpin itu harus diagung-agungkan”. 

Tak heran, kini di Qatar sudah ratusan hari wajah Tamim ada di mana-mana, karena kecintaan warganya terhadap pemimpin yang dinilainya bersih dan berpihak kepada rakyat. —Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!