5 penyebab kegagalan timnas Indonesia di Piala AFF 2016

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

5 penyebab kegagalan timnas Indonesia di Piala AFF 2016
Meski kalah, pencapaian timnas menuju final cukup mengejutkan

JAKARTA, Indonesia – Perjalanan tim nasional Indonesia di turnamen Piala AFF 2016 berakhir antiklimaks setelah ditekuk 0-2 oleh Thailand pada leg kedua yang berlangsung di Rajamangala Stadium, Bangkok, Sabtu 17 Desember.

Kekalahan ini membuat Indonesia kalah dengan skor 2-3 secara agregat —pada leg pertama mereka menang dengan skor 2-1 di Stadion Pakansari, Cibinong. Impian memboyong trofi Piala AFF untuk pertamakalinya pun kandas.

Kesedihan pun langsung menyeruak. Jika menilik perjuangan para pemain yang jatuh-bangun di babak penyisihan grup, hasil ini memang menyedihkan.  Perjuangan sengit para pemain inilah yang agaknya membuat Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengundang mereka ke Istana Negara sehari setelah mendarat dari Thailand.

“Saya yakin rakyat bangga atas semangat juang timnas garuda yang berhasil masuk ke final dan daya kira banyak mengejutkan kita semuanya,” kata Presiden Jokowi dalam sambutannya di Istana Negara, Senin 19 Desember 2016.

Presiden Jokowi mengatakan kalah atau menang itu biasa dalam pertandingan. Karena itu ia meminta para pemain tak larut dalam kesedihan dan mulai melakukan persiapan untuk menghadapi kompetisi berikutnya. “Yang penting bukan masalah kalah atau menang, tapi pelajaran di balik itu,” katanya.

Lantas apa pelajaran yang bisa dipetik dari kekalahan menyesakkan ini? Berikut lima faktor yang diduga menjadi kekalahan tim nasional di laga final Piala AFF 2016. Dengan mengetahui penyebab kekalahan, semoga PSSI bisa memetik sesuatu dari kekalahan ini.

Cedera Andik Vermansyah

Pemain sayap Andik Vermansyah hanya bisa menonton rekan-rekannya melawan Thailand di leg kedua Final Piala AFF di Rajamangala Stadium, Bangkok, Sabtu 17 Desember.

Andik tak bisa bermain karena sedang mengalami cedera otot ligamen. Cedera tersebut didapatnya di leg pertama Final yang berlangsung di Stadion Pakansari, Rabu 14 Desember.

Absennya Andik menjadi pukulan telak buat timnas. Sebab Andik adalah pemain sayap andalan. Ia lincah, gesit, dan berani bermain head to head melawan bek Thailand. Kehadirannya bisa memecah perhatian lini belakang Thailand.

Selain itu Andik juga kerap menjadi inspirasi serangan timnas. Sehingga absennya Andik pada leg kedua menyisakan kekosongan di lini depan timnas. Bisa dibilang, tanpa Andik, timnas kehilangan gregetnya.

Bek rapuh

Rapuhnya lini belakang timnas sudah terendus sejak laga pertama babak penyisihan Grup A melawan Thailand. Saat itu mereka kebobolan hingga 4 gol.

Dalam dua pertandingan berikutnya melawan Vietnam dan Singapura, Indonesia kembali kebobolan 3 kali. Sehingga, secara total, Indonesia sudah kebobolan hingga 7 gol dalam 3 laga di babak penyisihan grup.

Catatan ini menjadikan Indonesia sebagai tim dengan lini belakang terburuk setelah Kamboja yang kebobolan 8 kali. Bahkan sampai babak semifinal, Indonesia telah kemasukan 10 gol dalam lima pertandingan. Jika dirata-rata, Indonesia kebobolan 2 gol dalam setiap pertandingan.

Bandingkan dengan Thailand yang hanya kebobolan 2 gol dalam 5 pertandingan di babak penyisihan grup dan semifinal. Catatan ini membuat Thailand menjadi tim dengan pertahanan tersolid di Turnamen Piala AFF 2016. 

Persiapan singkat

Alfred Riedl baru secara resmi menjadi pelatih timnas pada 10 Juni 2016. Ia kemudian melakukan seleksi pemain pada Agustus 2016 dan menggelar uji coba pertama pada 6 September 2016. 

Artinya Riedl baru mulai bisa mengutak-atik formasi setelah September. Sementara Piala AFF 2016 sudah digelar pada 19 November. Sehingga Riedl praktis hanya memiliki persiapan kurang dari 3 bulan. “Kami datang dengan persiapan yang singkat,” kata Riedl.

Bandingkan dengan timnas Thailand yang telah disiapkan sejak enam tahun lalu. Sehingga, seperti kata Presiden Jokowi, pencapaian final ini sudah cukup mengejutkan.

Sanksi FIFA

Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) menjatuhkan sanksi kepada PSSI pada akhir akhir Mei 2015 dan baru mencabut sanksi tersebut setahun kemudian (Mei 2016). 

Akibatnya tak hanya kompetisi yang berhenti, timnas pun vakum dari berbagai agenda. Sehingga pembekuan PSSI ini berdampak langsung pada peforma timnas.

Alfred Riedl mengakui dampak sanksi FIFA terhadap performa timnas. “Pemain butuh jam terbang bertanding dengan negara-negara luar negeri, tidak cukup hanya mengandalkan kompetisi domestik,” kata Riedl.

Faktor X

Indonesia sejatinya hanya perlu hasil imbang di leg kedua Final Piala AFF 2016 melawan Thailand untuk bisa memboyong pulang trofi piala paling bergengsi di Asia Tenggara itu.

Namun, alih-alih menahan imbang Thailand, mereka justru kebobolan hingga 2 gol, membuat skor agregat menjadi 2-3 untuk kemenangan Thailand.

Sejumlah pengamat sepak bola menyebut mental pemain belum cukup tangguh untuk menghadapi gempuran psikologis dari ribuan pendukung Thailand. 

Ada juga yang menyebut kekalahan ini sebagai kutukan. Sebab, dalam empat laga final sebelumnya, Indonesia tidak pernah menang. Kekalahan atas Thailand ini menjadi kekalahan kelima yang harus ditelan Indonesia di laga final Piala AFF. Tidakkah ini terdengar seperti kutukan? —Rappler.com 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!