Manchester City vs Tottenham Hotspur: Trauma pertemuan pertama

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Manchester City vs Tottenham Hotspur: Trauma pertemuan pertama
Awan gelap sedang menaungi Etihad Stadium.

JAKARTA, Indonesia — Kehidupan baru Josep “Pep” Guardiola di Inggris berlangsung penuh onak dan duri. Tak ada lagi jalur mulus menuju gelar juara seperti yang dia jalani di Jerman bersama Bayern Muenchen dan di Spanyol bersama Barcelona. 

Di Inggris, koleksi kekalahan Pep terus bertambah dari hari ke hari. Tak hanya bertambah. Skor kekalahan juga semakin menyakitkan. 

Terakhir, mereka dibantai pasukan muda Everton 0-4. Kekalahan itu tak hanya menyakitkan. Tapi juga membabat hampir semua idealisme permainan sepak bola lelaki asal Catalonia tersebut. Padahal, sebelumnya mereka sudah kalah dengan skor besar. Masing-masing atas Chelsea 1-3 dan juara bertahan Leicester City 2-4. 

Padahal, sejak menginjakkan kaki di Negeri Ratu Elizabeth tersebut, sejumlah pengamat sepak bola setempat memprediksi dia akan langsung meraih gelar juara di musim perdananya.

Analisis tersebut muncul karena Manchester United belum akan keluar dari episode buruknya. Sedangkan Chelsea masih harus bekerja keras setelah gagal total di musim sebelumnya. Apalagi, manajemen City cukup royal memberi dia duit untuk belanja pemain: 150 juta poundsterling.

Awan gelap di Etihad Stadium

Faktanya, bulan madu Pep bersama City hanya berlangsung enam pekan. Dan hanya tiga pekan terakhir di antaranya memimpin klasemen. Setelah itu, mereka dirudung kekalahan dan hasil seri melawan tim-tim kecil. 

Puncaknya, mereka terlempar dari empat besar setelah selama 20 minggu ngos-ngosan menjaga jarak dengan pemimpin klasemen. 

Tak heran jika Pep sudah menyatakan “lempar handuk” dari perburuan gelar juara seiring gap yang cukup jauh dari Chelsea, 10 poin. Tak hanya lempar handuk dari perburuan gelar. Rasa putus asa juga menghinggapi pengganti Manuel Pellegrini tersebut. 

“Mungkin saya memang tidak cocok untuk Manchester City,” katanya seperti dikutip Guardian. 

Awan gelap yang membayangi Etihad Stadium tersebut jelas bakal membawa petaka bagi City. Sebab, Minggu 22 Januari pukul 00.30 WIB mereka kedatangan tamu penting: Tottenham Hotspur. Spurs adalah tim pertama yang mengakhiri bulan madu Pep bersama City. 

Mimpi buruk bisa kembali diberikan pasukan Mauricio Pochettino jika keputusasaan masih menggelayut di benak Vincent Kompany dan kawan-kawan. Sebab, Spurs bertamu ke Manchester dalam kondisi sangat prima. Mereka mencatatkan kemenangan beruntun dalam 6 laga. 

Jika Pep sudah lempar handuk, Hugo Lloris dan kawan-kawan justru merasakan sebaliknya. Motivasi mereka berlipat ganda karena mereka menjadi salah satu pesaing terdekat Chelsea dalam perebutan gelar juara. 

Dengan selisih 7 poin dari Chelsea dan unggul selisih gol atas Liverpool, Spurs menguntit The Blues di posisi kedua. 

Pochettino lebih adaptif

Selain itu, talenta Pochettino dalam meramu skuat semakin matang di musim ketiganya bersama Spurs. Juru taktik asal Argentina itu semakin memahami sepak bola Inggris yang cepat dan atraktif. Pochettino juga lebih adaptif. 

Musim ini, misalnya. Saat Chelsea tak terkalahkan setelah menggunakan sistem tiga bek, Pochettino juga mengadopsinya. Tercatat empat kali dia memainkannya. Yakni saat melawan Arsenal, Watford, Chelsea, dan West Bromwich Albion. 

Chelsea, tim yang menjadi pioner sistem tiga bek di Liga Primer musim ini, justru dihajar 2-0. “Saat kamu tiba di sebuah klub, kamu harus beradaptasi dengan nilai dan budaya baru. Dan itu sulit,” kata Pochettino seperti dikutip BBC

Situasi itu jelas berbeda dengan yang dilakukan Pep. Kedatangan Pep di Manchester City juga diikuti banyak perubahan strategi. Garis pertahanan semakin tinggi. Pergerakan fullback dirancang tidak terlalu melebar—agar keseluruhan tim lebih kompak dan lebih mampu mempertahankan bola. 

Padahal, dengan garis pertahanan tinggi, tim-tim Liga Primer yang sangat mengandalkan kecepatan bisa menjadikan City sasaran empuk. Gol-gol Everton pada 15 Januari lalu sebagian besar melalui serangan balik cepat. Bek-bek City yang lambat tak kuasa menutup daerah pertahanan yang mereka tinggalkan. 

Situasi tersebut bisa diulangi Spurs saat menghadapi City. Apalagi mereka memiliki bek sayap cepat seperti Danny Rose dan Kyle Walker yang tangguh. 

Kualitas mereka sudah diakui Pep sendiri. “Mereka kuat secara fisik. Mereka juga bagus dalam membangun serangan. Rose dan Walker adalah dua fullback hebat. Sepak bola Spurs sangat atraktif,” kata Pep.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!