Barcelona vs Atletico Madrid: Demi menjaga el Oso y el Madroño

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ketika El Nino menekuri nilai-nilai Atleti.

Fernando Torres akan diturunkan mendampingi Antoine Griezmann dalam laga melawan Barcelona di Camp Nou, Rabu, 8 Februari pukul 03.00 WIB. Foto: Fernando9Torres.comJAKARTA, Indonesia — Tidak ada istimewanya menjadi pendukung klub-klub besar. Semua orang menyukai kisah-kisah penaklukan. Sang pemenang atau penguasa selalu lebih cepat memanen dukungan dan pujaan karena sebagian besar manusia dalam hati kecilnya memang ingin menjadi penguasa.

Dan jika jumlah pendukung itu sudah besar, lebih banyak orang yang akan latah mengikutinya.

Paling tidak itu yang ada dalam benak Fernando Torres. Torres kecil yang ketika itu tinggal di Fuenlabrada, sebuah daerah di pinggiran Madrid, menjumpai bahwa hampir semua teman sekolahnya adalah penggemar Real Madrid.

Anak-anak ingusan itu menyukai Los Blancos dengan pertimbangan sederhana: karena hampir semua pemain idola mereka ada di sana. 

Real Madrid ketika itu adalah Los Galacticos yang diperkuat Roberto Carlos, Raul Gonzalez, hingga Zinedine Zidane.

Torres kecil yang setiap sore pulang belepotan lumpur karena bermain sepak bola enggan mengikuti teman-temannya. Orangtuanya juga tidak punya “referensi” pilihan klub sepak bola untuknya. Tapi kakeknya, Eulalio, menjelaskan kepada El Nino yang masih 7 tahun itu dengan sederhana. 

“Atletico Madrid adalah tim yang hidup dengan nilai-nilai kerja keras, sikap rendah hati, pengorbanan, loyalitas, dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang tak mungkin,” kata Eulalio dalam sebuah jamuan makan malam di Dehesa de la Villa, sebuah kawasan di Madrid, yang menjadi tempat tinggalnya. 

Kata-kata sang kakek pada musim dingin, beberapa hari setelah Natal, itu terus diingat Torres.

“Atletico adalah klub besar juga. Tapi karena alasan-alasan yang berbeda dibanding klub besar lainnya. Itulah kenapa kakek saya menjadi seorang Atletico. Begitu juga saya,” kata Torres seperti dikutip dari buku biografinya, El Nino: My Story

Selama lebih dari 100 tahun nilai-nilai itu menjadi jiwa permainan Atletico. 

Atleti adalah tim yang selalu mewakili kerja keras di atas lapangan. Tim petarung. Ini adalah tim yang tidak ada urusannya dengan “futebol arte”, estetika, atau “kecentilan” umpan-umpan indah dan cantik di lapangan. 

Tim ini terbiasa menjalani laga demi laga dengan pengorbanan dan kerja keras. Menjadikan lapangan sebagai arena pertarungan. Tumpah darah. Seolah demi hidup dan mati menjaga martabat kota yang lambangnya terpampang di dada para pemainnya. 

“Kamu mengenakan el Oso y el Madroño di dadamu. Kamulah wakil kota ini,” kata Eulalio. 

El Oso y el Madroño dalam bahasa Indonesia kurang lebih bermakna Si Beruang dan Pohon Strawberry. Ia menjadi coat of arms ibu kota Spanyol tersebut. Lambang kota itu bahkan diwujudkan dalam sebuah patung di “alun-alun” Puerta del Sol. Oso dan Madrono juga dipintal di seragam Los Rojiblancos. 

Melawan kemustahilan

Sepak bola bagi warga Madrid—dan semua suporter di dunia—memang bukan sekadar fanatisme. Tapi lebih sebagai an attitude toward life, sebuah sikap dalam menjalani hidup. Memilih jersey klub idola tentu jauh berbeda dibandingkan memilih baju untuk berangkat ke pesta.

Klub sepak bola tidak cuma sekadar koleksi-koleksi piala. Mereka mewakili satu karakter tertentu. Karakter itulah yang ditemukan para suporter sebagai wakil dari dirinya. 

Klub menjadi media bagi suporternya mencari metafor dalam hidupnya. Menjadikan kisah-kisah klub tersebut sebagai bagian dari sejarah pribadinya. Seolah klub itu adalah dirinya. Dan dirinya adalah bagian dari representasi klub. 

Nilai-nilai “patriotik” itulah yang diwariskan. Dari satu generasi ke generasi lainnya. Dari ayah kepada anaknya. Dari seorang kakek kepada cucunya. Terus menerus. 

Torres tahu bahwa menjadi fans sekaligus pemain di Atleti penuh dengan kesulitan. Tim ini tidak selalu bisa memberimu gelar yang bisa kamu rayakan setiap tahun. Apalagi di tengah himpitan duopoli Spanyol, Real Madrid dan Barcelona. 

Kisah Atleti adalah kisah kejayaan yang singkat setelah masa semaput yang lama. Juga perlawanan melawan stabilitas dan kemapanan. Mencuri gelar di antara pertarungan dua raksasa yang mengangkangi negara. Dan menjadikannya sebagai dongeng pertarungan liliput melawan raksasa.

Striker 33 tahun itu tahu bahwa satu gelar “kecil” saja bakal menjadi sesuatu yang monumental. Selalu diingat bahkan sampai kapanpun. Sebab, kemenangan-kemenangan itu lebih dihargai di Atleti ketimbang di klub-klub besar lain. 

“Kesuksesan kami adalah milik kami sendiri. Kami melakukannya dengan cara kami. Itulah yang membuat gelar-gelar itu terasa lebih nyata,” kata penyerang yang kembali ke Atletico setelah merantau di Inggris bersama Liverpool dan Chelsea itu.

Copa del Rey alias Piala Raja, bagi klub-klub seperti Real Madrid dan Barcelona, hanyalah gelar kecil. Gelar ketiga setelah Liga Champions dan juara Primera Division. Tapi bagi Atleti, gelar ini bisa menjadi persembahan bagi keluarga besar fans Atleti. 

Apalagi, peluang mereka di Primera Division sudah bisa dipastikan habis. Tak ada kans mengejar Real Madrid yang unggul 7 poin (plus defisit 2 laga) atas mereka.

Bagi Torres, Copa del Rey bisa menjadi monumen kembalinya dia ke Atletico Madrid. Sejak pulang ke “rumah” lamanya ini di awal musim 2015-2016, Torres belum sekalipun memberi gelar. 

Kini, di musim keduanya, Atleti sudah mampu mencapai semi final. Masalahnya, lawan mereka adalah salah satu penguasa Spanyol: Barcelona. Leg pertama di Vicente Calderon berakhir 1-2. Kini Atleti minimal harus menang 2-0 untuk bisa lolos ke final saat menantang Barcelona di leg kedua yang akan berlangsung di Camp Nou, Rabu dinihari nanti. 

Terlihat mustahil. Tapi, bagi tim yang selama 100 tahun lebih hidup dengan tantangan-tantangan penuh kemustahilan, beban tersebut tak terlalu mengganggu.

Kali terakhir Atleti menang lebih dari 2 gol atas Barcelona di Camp Nou terjadi pada Primera Division 2005-2006. Los Rojiblancos menang 3-1. Dua gol diborong Torres. 

Demi el Oso y el Madroño, Torres bersumpah ingin mengulanginya.—Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!