Indonesia

Liverpool vs Tottenham Hotspur: Akhiri dua bulan penuh penderitaan

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Liverpool vs Tottenham Hotspur: Akhiri dua bulan penuh penderitaan
Liverpool terancam keluar dari 5 besar jika tak segera membenahi performanya.

JAKARTA, Indonesia — Sekali dalam seminggu, para fans akan membuat para pemain Liverpool sebagai sosok yang paling penting di dunia. Membuat mereka merasa berarti. Agar mereka yang mengenakan jersey merah itu benar-benar bertarung di lapangan.

Kenangan tersebut diungkapkan Fernando Torres dalam buku biografinya yang berjudul El Nino: My Story. Torres mengakui bahwa sanjungan para fans membuat dirinya mengerahkan segalanya. 

Di masa-masa indah di kota pelabuhan itu, Torres memang menjadi mesin gol bagi Liverpool. Mengirimkan teror dan kepanikan kepada setiap penjaga gawang setiap kali dia menerima bola. Selama tiga musim, pemain lulusan akademi Atletico Madrid ini mencatatkan 65 gol dalam 102 penampilannya untuk The Kop

Namun, kebahagiaan tak kekal. Torres yang dipuja sebagai pahlawan akhirnya harus hengkang ke Chelsea. Posisinya sebagai pahlawan Anfield digantikan oleh seseorang yang lebih brutal, tak terhentikan, dengan pergerakan seperti tukang pukul. Luis Suarez mencetak kurang lebih jumlah gol yang sama dengan Torres. Sebanyak 69 gol dalam tiga musim antara 2011-2014. 

Insiden gigit bahu Giorgio Chiellini di Piala Dunia Brasil 2014 menjadi penanda kepergian Luis Suarez dari Anfield. Suarez merantau ke Spanyol. Meninggalkan Kopites yang menatap kosong lapangan sepak bola yang kosong dari posisi tukang gedor. 

Kehadiran manajer Swansea Brendan Rodgers tak mengubah keadaan. Dia justru menjadi pihak di belakang penjualan Suarez. Memang, dia membeli banyak pemain pengganti. Tapi kemampuan para pemain anyar itu kalau digabungkan, tak ada yang bisa menyamai Suarez. 

Kopites pun mulai gundah. Tak akan ada lagi sosok seperti Torres atau Suarez yang selalu membahagiakan setiap kali membawa bola. 

Lalu datanglah Juergen Klopp. Mantan pelatih Mainz dan Borussia Dortmund tersebut tak memaksakan diri untuk mencari Suarez atau Torres baru. Kalaupun ada, pasti dibanderol mahal.

Klopp lebih memilih permainan kolektif dari timnya. Karena itu, jika diperhatikan, koleksi gol para penyerang Liverpool tak banyak. Sadio Mane hanya mencetak 9 gol. Begitu juga Roberto Firmino yang hanya 8 gol. Philippe Coutinho yang beroperasi sebagai salah satu dari trisula Liverpool justru hanya 5 gol. 

Padahal, kompetisi sudah berjalan 24 pekan. 

Salah satu rahasianya adalah sebaran pencetak gol. Liverpool kini tak lagi mengandalkan sosok penyerang tunggal seperti era Torres dan Suarez. Kini mereka mengandalkan hampir semua pemainnya untuk mencetak gol. Tak heran jika mereka kini adalah tim dengan produktivitas gol tertinggi di Liga Inggris. 

Dua bulan penuh penderitaan

Namun, cerita hebat Liverpool musim ini berhenti di bulan Januari hingga Februari. Di dua bulan terakhir tersebut, Liverpool tak pernah menang. Mereka seri melawan Sunderland, Manchester United, dan Chelsea kemudian kalah atas Swansea dan Hull City. 

Guy Mowbray, salah seorang komentator sepak bola di Inggris mengatakan, “Saat tahun baru, Liverpool berada di posisi kedua dan unggul 7 poin atas Tottenham yang beradan di peringkat kelima,” katanya.

“Enam pekan kemudian, mereka salin bertukar posisi dengan Spurs unggul 11 poin dari Liverpool,” katanya. 

Situasi di Liverpool memang berubah drastis. Beberapa pekan lalu mereka digadang-gadang sebagai satu-satunya tim yang bisa menempel ketat Chelsea di puncak klasemen. Apalagi, mereka tampil mengejutkan dengan deretan kemenangan besar atas tim-tim elit.

Pasukan Klopp menang 4-3 atas Arsenal, menang 2-1 atas Chelsea, dan 1-0 atas Manchester City. Tapi, kemenangan epik tersebut justru harus berganti dengan kekalahan menyedihkan ketika bersua tim-tim kecil seperti Hull City dan Swansea. 

“Tim ini harus mulai menganggap serius kritikan untuk mereka,” kata Klopp seperti dikutip Daily Mail

Ya, tim ini benar-benar berbeda. Tidak seperti Liverpool biasanya. Mereka tidak lagi mengepung lawan sejak daerah penalti lawan dan melakukan serangan cepat setelah bola berhasil direbut. 

Mereka seperti tim yang lesu darah.

Dalam kondisi yang sedang bermasalah itu, mereka harus bersua dengan Spurs, pada Minggu, 12 Februari, pukul 00.30 WIB dini hari. Pasukan Mauricio Pochettino jauh lebih siap. Mereka tak terkalahkan dalam 9 laga terakhir. Mereka juga siap untuk terus menjadi pesaing terdekat sang juara, seperti musim lalu. 

“Mimpi saya adalah melihat tim ini menang dalam 14 laga. Itu masih tetap menjadi mimpi saya dan untuk itulah saya dibayar di sini,” kata Klopp.—Rappler.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!