5 hal mengenai Prannoy, si “pembunuh raksasa” di Indonesia Open 2017

Yanwar Arifin

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

5 hal mengenai Prannoy, si “pembunuh raksasa” di Indonesia Open 2017

ANTARA FOTO

Kemajuan penampilan Prannoy tak lepas dari bimbingan Mulyo Handoyo, mantan pelatih Taufik Hidayat

JAKARTA, Indonesia – Turnamen Indonesia Open 2017 benar-benar memberi kejutan. Sebab, para pemain unggulan justru mulai tumbang sejak di babak pertama.

Dimulai dari pasangan ganda putra unggulan Indonesia Kevin Sanjaya/Marcus Fernaldi, Praveen Jordan/Debby Susanto hingga pemain tunggal putra asal Malaysia Lee Chong Wei. Tetapi, justru melalui Indonesia Open pula bintang baru muncul. Salah satu yang mencolok adalah pemain tunggal putra asal India Prannoy H.S.

Pemain non unggulan itu ternyata bisa melaju ke babak semi final usai membungkam pemain dunia sekelas Chen Long asal Tiongkok dan Lee Chong Wei dari Malaysia. Maka tak heran jika publik menjulukinya “si pembunuh raksasa”.

Berikut fakta yang perlu kamu ketahui mengenai pemain berusia 24 tahun:

1. Debut pertama

Lahir pada 17 Juni 1992, Prannoy resmi terdaftar sebagai member BWF pada tahun 2010. Turnamen pertama yang diikuti oleh Prannoy adalah Jaypee Cup Syed Modi Memorial India Grand Prix 2009, di mana dia bermain di dua nomor yakni tunggal putra dan ganda putra.

Di sektor tunggal putra, perjalanan Prannoy hanya sampai ronde pertama karena dikalahkan oleh rekan senegaranya, Sai Praneeth B., dengan skor 17-21 dan 18-21.

Di sektor ganda putra, Prannoy berpasangan dengan Eshan Naqvi. Mereka berhasil lolos ke babak 8 besar sebelum dikalahkan oleh rekan senegaranya juga, Francis Alwin dan Sanker Gopan, dengan skor 16-21, 15-21.

2. Gelar pertama

Gelar Badminton pertama yang oleh Prannoy adalah saat mengikuti Summer Youth Olympics 2010 di Singapura. Pada turnamen tersebut, dia berhasil meraih medali perak setelah di final kalah oleh Pisit Poodchalat, wakil Thailand, dengan skor 21-15, 21-16.

Pada tahun 2014, Prannoy berhasil meraih gelar Grand Prix pertamanya, yaitu Indonesia Masters setelah di final berhasil mengandaskan perlawan wakil tuan rumah, Firman Abdul Kholik, dengan skor 21-11, 22-20. Dua tahun berselang, Prannoy berhasil meraih gelar Superseries pertamanya pada gelaran Swiss Open 2016. Pemain dengan tinggi 1,75 meter itu berhasil mengalahkan Marc Zwiebler dengan skor 21-18, 21-15.

3. Putus rekor kemenangan Chen Long

Tidak ada yang pernah mengira bahwa Chen Long dapat dikalahkan oleh pemain non unggulan. Apalagi hal itu terjadi di ajang sekelas Indonesia Open.

Di babak perempat final, Prannoy berhasil membungkam Chen dalam rubber game dengan skor 21-18, 16-21, dan 21-19. Kemenangan ini berhasil mematahkan rekor tak terkalahkan Chen Long selama menghadapi dirinya.

Kedua pemain ini sudah bertemu tiga kali sebelumnya. Tetapi, Prannoy selalu kalah.

Sementara, di babak 16 besar dia juga mengalahkan pemain papan atas lainnya yakni Lee Chong Wei dalam dua game sekaligus. Lee takluk dengan skor 10-21 dan 18-21.

Pria yang diberi gelar “Datuk” oleh Pemerintah Malaysia itu terlihat sangat kecewa saat tahu dikalahkan oleh Prannoy. Bahkan, ketika memberikan keterangan pers, Lee mencoba menepis bahwa tidak terjadi apa pun di lapangan.

“Apa yang sebenarnya terjadi adalah nothing happened,” kata Lee kepada media.

4. Pernah duduki peringkat 12 dunia

Saat ini, Prannoy menduduki ranking 25 dunia. Tetapi, itu bukan peringkat tertinggi yang pernah dia capai.

Pada Juni 2015, Prannoy berhasil naik ke peringkat 12 dunia. Hal ini tidak lepas dari performa apik yang ditunjukannya pada awal tahun itu.

Dia berhasil melangkah ke semifinal Syed Modi International Badminton Championships, babak 16 besar All England, babak 8 besar India Open, babak 16 besar Malaysia Open, babak 8 besar Singapura Open dan babak 16 besar BWF World Championships.

Sayang, usai hasil menggembirakan itu, performa Prannoy justru mengalami penurunan, sehingga peringkatnya melorot ke posisi 20 pada akhir 2015.

5. Anak didik Mulyo Handoyo

Di balik menanjaknya performa Prannoy pada tahun ini, ada sosok pelatih yang harus diberikan pujian atas pencapaian Prannoy. Dia adalah Mulyo Handoyo, orang yang pernah melatih Taufik Hidayat.

Di bawah gemblengan Mulyo, Taufik sukses meraih medali emas saat Olimpiade Athena tahun 2004 lalu. Pelatih bertangan dingin ini memilih untuk melatih tim bulutangkis India setelah tidak masuk dalam rencana Susi Suanti di Pelatnas Cipayung. Maka yang terjadi seperti apa yang kita saksikan saat ini.

Kualitas pemain tunggal putra India menanjak. Prannoy sendiri merasa gaya kepelatihan yang dibawa oleh Mulyo Handoyo sangat bagus dan membuatnya dapat dengan mudah beradaptasi.

“Kami memiliki pelatih baru sekarang dan sementara gaya latihannya sangat bagus. Saya rasa saya dapat menyesuaikan diri dengan baik,” kata Prannoy kepada media. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!