Philippine volleyball

Darah biru Piala Dunia mencari jalan juara

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Darah biru Piala Dunia mencari jalan juara
Tak ada yang pernah bisa menjuarainya secara beruntun sejak 1962

JAKARTA, Indonesia — Pembahasan soal Piala Dunia biasanya terbagi dalam dua topik besar. Pertama, tentu saja, siapa favorit juaranya. Dan yang kedua, kisah tim-tim kecil yang secara heroik bisa kembali lolos atau lolos untuk kali pertama. 

Sebenarnya, ada topik ketiga. Yakni tim-tim yang berada di antara dua “liga” itu. Namun, karena yang “biasa-biasa” saja begitu mudahnya terlupakan, kisah-kisah heorik tim kecil atau tragedi pembantaian pada tim besar lebih menarik perhatian.

Di Piala Dunia Rusia 2018, situasinya kurang lebih sama. Peru menjadi tim gurem yang bisa kembali lolos setelah 35 tahun absen dari ajang empat tahunan itu.

Dan proses tim Amerika Latin itu untuk ikut bergabung ke Rusia juga “dramatis”. Diwarnai dengan “teror” kepada timnas Selandia Baru yang menjalani play-off melawan Perudi Lima. 

Tiga pesawat jet militer hilir mudik di langit di atas penginapan pasukan All Whites tersebut. Penjemputan di bandara sangat lambat. Tak cukup sampai di situ, pada malam sebelum pertandingan, digelar pesta kembang api hingga semalam suntuk di dekat hotel tempat timnas Selandia Baru menginap. Hasilnya, Peru lolos setelah menang 2-0. 

Kisah Peru tersebut menggenapi drama tim kecil lain yang membuat sejarah di pesta sepak bola dunia itu. Tim yang kini sedang panen simpati dari penggemar sepak bola sejagat, Islandia, untuk kali pertama lolos ke Piala Dunia. Semakin membuktikan bahwa tim dari negeri dengan berpenduduk hanya 300 ribu-an (atau sekitar sepertiga jumlah penduduk Jakarta Selatan) tersebut bukan “one hit wonder”. 

Setelah mampu lolos hingga perempat final Euro 2016 (mengalahkan Inggris di 16 besar dan lolos fase grup sebagai runner up di atas Portugal yang kemudian menjadi juara turnamen), menarik untuk ditunggu sejauh mana Islandia bakal melaju.

Sementara itu, di topik pertama pembahasan Piala Dunia 2018, Jerman memimpin delapan tim favorit juara. Tim favorit tersebut sudah diputuskan FIFA bakal masuk dalam pot satu alias bakal disebar masing-masing ke dalam 8 grup demi membagi persaingan secara merata.

Mereka adalah juara bertahan Jerman, Prancis, Brasil, Argentina, Belgia, Portugal, Polandia, dan tuan rumah Rusia. 

Dalam sejarahnya, gelar juara Piala Dunia tak pernah bisa lepas dari delapan tim yang pernah menjuaranya. Mereka adalah Brasil, Jerman, Italia, Argentina, Spanyol, Inggris, Prancis, dan Uruguay.

Kolumnis Gabiele Marcotti menyebut mereka sebagai tim-tim “darah biru”. Mereka yang setiap Piala Dunia digelar secara otomatis menjadi unggulan tak resmi karena faktor sejarah. 

Kecuali Italia, semua tim lolos ke Rusia. Dan enam di antaranya masuk dalam daftar pot unggulan. Meskipun begitu, faktor sejarah tak bisa serta merta jadi penentu. Kondisi terkini pasukan masing-masing timnas bakal sangat berpengaruh. 

Brasil yang di edisi terakhir Piala Dunia di kampungnya sendiri dibantai Jerman 1-7 bakal sangat sulit untuk segera lepas dari trauma. Begitu juga Inggris dan Spanyol.

Dengan dua tim tersebut tak masuk dalam pot satu, kemungkinan mereka untuk satu grup dengan sesama “darah biru” cukup besar. Memori buruk Piala Dunia 2014 di mana mereka bahkan tak lolos fase grup bisa kembali terulang. 

Begitu juga Argentina. Gelar Piala Dunia yang menjadi kutukan Lionel Messi tampaknya belum akan berakhir. Mereka memang menjadi runner up edisi 2014 plus finalis Coppa America 2016.

Namun, kegagalan di dua turnamen besar itu menunjukkan bahwa Messi-dependencia alias ketergantungan terhadap sang penyerang terbukti gagal memberi gelar. 

Praktis, hanya dua tim darah biru yang benar-benar berpeluang besar. Mereka adalah Jerman dan Prancis. Les Bleus memang gagal di Euro 2016. Hanya keluar sebagai runner up. Tapi, pasukan Didier Deschamps tersebut sedang punya banyak pilihan pemain muda.

Di hampir semua lini, jawara Piala Dunia 1998 itu punya banyak pilihan. Mulai dari Alexandre Lacazette dan Antoine Griezmann di lini depan hingga N’Golo Kante dan Adrian Rabiot di tengah. 

Dengan pelatih yang merupakan veteran 1998, jalan tim darah biru itu untuk menjemput gelar juara terbuka lebar. Masalahnya, tantangan terbesar dan tersulit adalah melewati juara bertahan Jerman. 

Jerman tak hanya berpeluang karena faktor sejarah. Sistem pembinaan di tim panser tersebut sudah begitu stabilnya hingga produksi pemain-pemain muda terus bergulir seperti mesin-mesin pabrik. Yang membuat bingung Joachim Loew justru memilih line up terbaik.

Bundesliga.com bahkan sampai membuat empat opsi bagi der trainer untuk memilih starting line up

“Kedalaman” skuat tersebut digabung dengan mental juara Die Manschafft membuat hampir semua faktor juara ada pada mereka. Masalahnya, sudah 55 tahun tak ada yang bisa juara beruntun.

Dan sejak kali pertama digelar, hanya Italia dan Brasil yang bisa melakukannya. Itupun Brasil melakukannya pada 1962 di era para legenda abadi seperti Pele, Zagallo, Vava, hingga Garrincha. 

Namun, bukan berarti tradisi bakal menghalangi langkah Jerman. Mereka justru bisa menjadi tim ketiga yang bisa juara beruntun. Dan Loew menjadi pelatih kedua yang mampu menjuarai Piala Dunia dua kali setelah Vittorio Pozzo.—Rappler.com  

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!