Kisah harmoni empat sekawan di negeri Bhutan

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kisah harmoni empat sekawan di negeri Bhutan
Warga Budha di negeri bahagia itu percaya bahwa harmoni dengan kehidupan dan menghormati yang lebih tua adalah kunci bahagia

JAKARTA, Indonesia – Desup Deepesh Chhetri melihat gulungan lukisan yang saya beli dari Draktsho Training Center, sebuah pusat pelatihan untuk anak-anak berkebutuhan khusus di pusat kota Thimphu, ibukota Kerajaan Bhutan.  

Kami baru saja naik ke mobil melanjutkan perjalanan ke Punakha, kota tua di salah satu negeri paling bahagia di dunia itu. Lukisan cat yang saya beli menggambarkan empat hewan. Seekor gajah, di atasnya duduk seekor monyet, di atas monyet duduk seekor kelinci, dan di atas kelinci bertengger seekor burung.  Lukisan itu dibuat oleh siswa difabel di sekolah yang baru saja kami kunjungi.

Dave, panggilan akrab Deepesh bertanya, “Tahukah kalian apa yang digambarkan dalam lukisan ini?”. Saya menjawab,” Harmony?”.  Teman saya ada menjawab, “Friendship?  Teamwork?”. 

Saya sendiri memilih membeli lukisan itu karena saya pikir cocok dipasang di dinding kamar anak saya. Lukisan hewan netral untuk kamar anak. Ternyata lukisan itu memiliki arti yang sangat dalam bagi warga Bhutan yang mayoritas beragama Budha. Lukisan itu sangat populer, dikenal dengan nama: Four Harmonious Friends.  Empat sekawan yang harmonis.

Dave, pemandu wisata rombongan Type-A Retreat yang dikelola trip.me mengingatkan betapa sejak awal kami mendarat di Bhutan, dia menceritakan salah satu ajaran Budha, yang membuat warga Bhutan menjadi warga bahagia, adalah hidup harmoni dengan alam, dengan pencipta, dengan sesama makhluknya.  

Para Bikshu misalnya melarang warga menangkap ikan di sungai-sungai di sana yang begitu bersih. Akibatnya, ikan diimpor dari negeri tetangga. Warga juga enggan memangkas pohon, khawatir mengganggu keseimbangan alam. “Kami percaya, jika memperlakukan alam secara baik, alam membalas dengan memberi kehidupan,” kata Deepesh.

(BACA:  Mengapa Warga Bhutan Mengaku Paling Bahagia

Four Harmonious Friends atau Thuenpa Puen Zhi terpampang di berbagai tempat di Bhutan. Di sekolah. Kuil. Dinding rumah, kantor sampai restoran. “Pesan dari empat sekawan ini adalah, kalian harus bersikap baik kepada siapapun, kalian harus bisa bekerjasama, kalian harus bisa bersikap respek kepada yang lebih tua,” kata Deepesh. Empat sekawan hewan itu berdiri di samping sebuah pohon besar yang berbuah lebat. “Ini pohonnya ada. Di India,” ujar Deepesh lagi.

Menurut cerita yang dipercayai warga Bhutan dan Tibet, keempatnya berdebat mengenai siapa yang lebih tua di antara mereka. Burung mengatakan, “Saya yang menebar benih (pohon buah) ini.” Kelinci berkata, “Saya yang membawa pupuk sehingga benih tumbuh.”  Monyet berkata, “Saya yang mengairi benih itu sehingga tumbuh jadi pohon yang subur.”  Gajah berkata, “Ketika saya berdiri di dekat pohon ini, tingginya sudah melewati badan saya.”  Berdasarkan fakta-fakta itu akhirnya mereka sepakat, yang tertua diantara mereka adalah burung. Begitu selanjutnya, yang termuda adalah Gajah.

(BACA : Penis-Penis Penolak Bala Di Negeri Bahagia)

“Karena bekerjasama, mereka menikmati kerja keras. Benih ditanam, pohon tumbuh dan berbuah. Ketika buahnya tinggi, Gajah membantu ketiganya untuk mengkonsumsi buah itu,” tutur Deepesh.  

Warga Bhutan percaya bahwa jika pikiran kita bisa meninggalkan hal-hal buruk, maka akan menuntun melakukan hal-hal baik. “Kami di Bhutan percaya ajaran Budha, setiap kali ada kesempatan berbuat baik, lakukan. Misalnya, tadi kalian beli barang-barang hasil karya anak-anak berkebutuhan khusus. Uangnya sangat bermanfaat bagi sekolah dan anak-anak itu,” ujar Deepesh.

Dalam cerita yang dipercaya turun-temurun oleh warga Bhutan, sang burung dianggap sebagai personifikasi dari Sang Budha dalam kehidupan sebelumnya. Kisah ini dijadikan ilustrasi sikap kerjasama dan respek kepada yang lebih tua atau senior, ketika Sang Budha mengajarkan nilai-nilai ini kepada murid-muridnya.  Intinya, harmoni dengan kehidupan dan respek kepada yang lebih tua adalah pesan utama dari kisah di balik empat sekawan ini.

(BACA :  Mendaki Kuil Harimau Tigers Nest)  

Sebenarnya nilai-nilai ini ada dalam agama yang saya anut juga, dan saya yakin ada pula di agama lain. Di hari Waisak ini, saat yang tepat untuk merenungkan betapa banyak kesamaan yang diajarkan oleh agama yang berbeda-beda. Fokus kepada kesamaan pasti lebih mendatangkan harmoni dan saling menghargai ketimbang mencari-cari perbedaan, bukan?  Selamat Hari Waisak bagi yang merayakan. –Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!