Singapore Airlines kolaborasi dengan Grab, bagaimana di Indonesia?

Eka Sari Lorena

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Singapore Airlines kolaborasi dengan Grab, bagaimana di Indonesia?

Photographer: Denys Prykhodov

Banyak ide-ide segar lahir dari startup. Bagaimana kita menyikapinya?

Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah artikel di Internet. Perusahaan taksi online Grab mengumumkan secara resmi melalui situsnya bahwa mereka telah menjalin kolaborasi dengan maskapai penerbangan Singapore Airlines. 

Kerjasama tersebut dalam bentuk bertukar poin. GrabRewards poin, misalnya, dapat ditukar menjadi KrisFlyer. Artinya, pelanggan Grab kini dapat memanfaatkan poinnya untuk terbang bersama Singapore Airlines.

GrabRewards poin juga dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan diskon pembelian tiket pesawat dan untuk upgrades kelas kursi.

Di sisi lain, pelanggan Singapore Airlines dapat memesan taksi daring melalui aplikasi mobile phone SingaporeAir. Bahkan, pelanggan Singapore Airlines dapat memesan taksi Grab dari  jauh hari. Ini sisi luar biasanya.

Harus diakui, dari usaha rintisan (startup) banyak hadir ide-ide segar. Siapa sangka layanan penerbangan dan taksi daring dapat dikawinkan? Yang terpenting juga penumpang yang turun di bandara dapat merasa aman karena dipastikan akan mendapat kendaraan yang nyaman ketika tiba.

Layanan yang mengawinkan layanan Singapore Airlines dan taksi Grab direncanakan juga hadir di Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Indonesia. Apa pendapat saya? Semoga terlaksana.

Meski mengagumi ide-ide dari start-up taksi daring, jujur saja di Indonesia saya lebih banyak berpergian dengan kendaraan pribadi. Bahkan, di kota-kota lain, saya dijemput oleh mobil-mobil Grup Lorena.

Namun, dari cerita teman-teman, di beberapa bandara, saya dengar sebagian penumpang harus naik taksi resmi dari bandara. Harganya, kata mereka, relatif lebih mahal. Lebih mahal dari taksi konvensional dan jauh lebih mahal dari taksi daring. 

Bagaimana dengan taksi konvensional? Wah, dilarang mengangkut penumpang dari dalam bandara. Nah ketika taksi konvensional saja tak boleh, apalagi taksi daring?  

Anda mau naik taksi daring? Ya, jalan dulu sampai luar pagar bandara. Kalau hujan? Ya, itu deritamu.

Tapi, setelah saya pikir-pikir. Seberapa lama taksi “resmi” bandara bisa bertahan? Mungkinkah mampu menghadang gempuran zaman? Bukankah layanan transportasi itu justru makin hari makin berkolaborasi? Bahkan, ekonomi sekarang ini ya sharing economy? Saran saya, berubahlah sebelum nanti telat.—Rappler.com

Eka Sari Lorena adalah seorang pengusaha. Ia merupakan Presiden Direktur Eka Sari Lorena Airlines dan penulis buku “Ayo Lawan Kemacetan”. Dapat disapa di akun Twitter-nya @LorenaEka1

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!