PTUN kabulkan gugatan warga Bukit Duri

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

PTUN kabulkan gugatan warga Bukit Duri
Surat Peringatan Satpol PP DKI Jakarta untuk menggusur tidak ada dasar hukumnya.

JAKARTA, Indonesia — Gugatan warga Bukit Duri terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dikabulkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dinyatakan penggusuran pada September lalu tersebut tidak ada dasar hukumnya.

“Dimenangkan, dewi keadilan sedang berpihak pada warga Bukit Duri,” kata koordinator Sanggar Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi kepada Rappler pada Kamis, 5 Januari 2017.

Dalam pokok gugatan ke PTUN, tercantum penerbitan SK Satpol PP Nomor 1779/-1.758.2 tertanggal 30 Agustus 2016 untuk menggusur sama sekali tidak ada dasar hukumnya. Perda Nomor 1 Tahun 2012 yang dijadikan dasar hukum sudah kedaluwarsa sejak tahun 2015.

Sebenarnya, gugatan ini sudah dilayangkan sebelum rencana penggusuran. Warga juga telah mengajukan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang prosesnya sudah memasuki sidang ke-18 hingga saat ini.

“Salah satu tujuan tuntutan adalah, menunda penggusuran karena kita mengajukan gugatan untuk menunda penggusuran,” kata Sandyawan. Namun, Bukit Duri tetap diratakan dengan tanah pada akhir September lalu,

Kemenangan ini dapat menjadi dasar kuat bagi warga untuk memenangkan gugatan class action. Bila berhasil, maka pemerintah harus mengikuti prosedur ganti rugi, termasuk untuk warga yang tidak memiliki surat tanah tetap namun sudah berdomisili di Bukit Duri puluhan tahun.

Sementara ini, Pemprov hanya menawarkan ganti rugi berupa unit kamar di Rusunawa Rawa Bebek. Itupun terbatas bagi warga yang memang memiliki surat tanah. Bagi yang tidak, hanya bisa gigit jari saja.

Atas kemenangan ini, Sani Setyowati yang sebelumnya tinggal di RT 06 RW 12 Bukit Duri mengaku senang. “Tidak sia-sia kita berusaha mengajukan gugatan di PTUN. Masih ada secercah harapan kita untuk gugatan selanjutnya,” kata dia mewakili sekitar 50 orang warga yang turut mengawal sidang.

Sandyawan mengkritik pemberian unit rusunawa bukanlah solusi tepat, karena ada warga yang kehilangan sumber pendapatannya. Banyak yang bergerak di sektor informal, seperti berdagang makanan atau membuka toko kelontong di rumahnya.

“Kalau digusur pekerjaannya juga hilang,” kata Sandyawan.

Selanjutnya, baik aktivis maupun warga akan mengawal proses hukum di PN Jakpus, sembari menunggu putusan tertulis dari PTUN. “Karena kalau sudah keluar kuat untuk di PN Jakpus.  Karena penggusuran ilegal penuh,” kata dia.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!