Akankah kita bosan pada hukuman ‘nyeleneh’ ala Ridwan Kamil?

Adelia Putri

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Akankah kita bosan pada hukuman ‘nyeleneh’ ala Ridwan Kamil?

AFP

Ridwan Kamil tak sendiri. Banyak pejabat publik yang kreatif dengan gaya kepemimpinannya. Namun, apakah publik sudah bosan?

JAKARTA, Indonesia — Tak hanya kreatif dalam melakukan perubahan di pemerintahan, Walikota Bandung Ridwan Kamil juga punya cara-cara kreatif untuk menertibkan masyarakat.

Media sosial dihebohkan oleh sebuah foto yang diunggah oleh Ridwan Kamil, Rabu, 22 Juli. Di foto itu, Kang Emil, biasa ia dipanggil, menghukum seorang pelanggar lalu lintas.

Ia juga menyinggung bahwa tingkat pendidikan seseorang belum tentu mencerminkan perilaku yang baik. Ternyata, pelanggar lalu lintas yang dihukumnya, menurut Ridwan, adalah seorang sarjana ekonomi lulusan universitas ternama di Kota Kembang.

//

Tadi pagi menghukum pemotor yang melawan arus dengan seenaknya. Pas dicek, ternyata sarjana ekonomi dari universitas…

Posted by Ridwan Kamil on Tuesday, July 21, 2015

Tindakan tersebut mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat yang sudah lelah dengan maraknya perilaku serupa di jalanan.

“Jadi iri euy, saya tinggal di jakarta jauh berbeda. Kalian beruntung warga Bandung punya pemimpin seperti beliau. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi beliau,” tulis seorang pengguna Facebook bernama Reza Vai.

Ini bukan pertama kalinya Ridwan Kamil melakukan tindakan ‘nyeleneh’ untuk menghukum pelanggar peraturan. Berikut ini beberapa kejadian sebelumnya:

1. Push-up bagi Manusia Silver

Bagi yang sering ke Bandung, pasti sudah tak asing dengan keberadaan Manusia Silver. Bukan, bukan Panji Manusia Millenium. Mereka adalah pengemis yang kerap berada di lampu merah. Meskipun sudah dilarang, mereka masih sering muncul dan meminta-minta pada pengendara yang lewat.

Gerah dengan mereka, Ridwan menghukum tiga Manusia Silver yang mangkal di Cihampelas pada 17 Agustus 2014 malam dengan cara push-up 50 kali.

“Mereka itu suka memaksa, kalau enggak dikasih suka ngegeret mobil,” kata Ridwan pada media keesokan harinya. 

Setelah dihukum, mereka ditarik menjadi petugas pembersih jalan bagi Pemerintah Kota Bandung agar tidak kembali menjadi peminta-minta.

2. Mengembalikan kebisingan knalpot motor kepada pemiliknya

Kepolisian Bandung mengamankan 724 knalpot bising selama satu pekan pada September 2014. Untuk menebus sepeda motornya, pemilik harus datang dengan knalpot asli dan memasangnya.

Ridwan, yang saat itu ikut memantau penyitaan, memutuskan untuk memberi sedikit pelajaran bagi para pelaku. Ia menyalakan mesin motor sitaan dan menyuruh pemiliknya mendengarkan suara bisingnya dari dekat.

“Gimana, nyaman enggak?,” tanya Ridwan pada seorang pemilik motor, seperti dikutip media. Yang ditanya pun hanya bisa tersenyum malu. 

3. Selfie berbuah push-up di depan publik

Fadilah Simeray (23) hanya ingin mengambil selfie yang keren. Ia lalu bergaya sambil berdiri di atas bangku taman di Jalan Asia Afrika.

Siapa sangka tindakannya berbuah kemarahan walikota yang sudah bersusah payah menyiapkan kawasan tersebut untuk puncak acara Konferensi Asia Afrika?

Foto Fadilah menyebar di media sosial hingga sampai kepada meja Ridwan.

“Kemudian foto itu menyebar dan ramai di media sosial. Bahkan, ramai di media massa kalau hal tersebut termasuk merusak fasilitas,” kata Ridwan pada media, 1 April silam.

Kusnadi, seorang fotografer lain, pun melakukan hal yang sama ketika dirinya ingin mengambil gambar.

Keduanya kemudian meminta maaf lewat media sosial kepada Ridwan. Namun, mereka tak pergi tanpa pelajaran. Mereka mendapatkan hukuman push up sebanyak 60 kali.

Di akun Instagram-nya Fadilah pun terlihat membersihkan kota Bandung sebagai wujud kerja sosial akibat selfie yang diambilnya.

Pejabat publik dan ‘public stunt’

Kalau dilihat-lihat, Ridwan bukanlah satu-satunya pejabat publik yang melakukan hal-hal yang tidak biasa seperti itu.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri pernah melompati pagar untuk masuk paksa ke sebuah tempat penampungan TKI. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi juga pernah mencoba masuk rumah untuk bertemu orang tua angkat korban pembunuhan Engeline — yang sebenarnya bukan masalah yang berkaitan dengan kapasitasnya.

Ada yang senang, tapi tak sedikit yang mencibir. Ketika dulu Joko “Jokowi” Widodo populer dengan blusukannya, banyak yang mengatakan bahwa itu hanyalah pencitraan semata. Hal yang sama didapatkan oleh Hanif, Yuddy, bahkan Ridwan.

(BACA: Masiih jualan kecap nomor satu, Jok?)

Lalu, pertanyaannya adalah: tidakkah masyarakat Indonesia jengah dengan gestur seperti ini?  

“Jadi, ada dua kacamata untuk melihat manuver kepemimpinan seperti ini. Ada yang mengatakan ini hanyalah pencitraan yang kebablasan dan tidak substansial, hanya mencari variasi pemberitaan. Tapi di sisi lain, ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak dinilai dari sisi kebijakan saja, bahwa ada keteladanan, contoh, dan kontrol langsung,” kata pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya. 

“Implikasinya bisa pada perubahan mental di masyarakat yang lihat pemimpin mereka memberi contoh langsung, yang tidak berjarak. Jadi, bagi saya, marketing gimmick dan wow effect seperti ini masih dibutuhkan untuk mengubah masyarakat,” ucapnya.

Namun, Yunarto melihat gestur seperti ini tidak bisa berhasil bagi semua pejabat publik. Semua kembali ke karakter masing-masing individu.

“(Yang dilakukan Ridwan Kamil) berkorelasi dengan gaya kepemimpinannya yang bottom-up, memberdayakan masyarakat. Ia juga bukan birokrat, dan ini sesuai dengan karakternya sebelum jadi walikota. Jadi saya lihat ini masih positif dan tidak berlebihan,” katanya.

Yunarto juga menyamakan gaya kepemimpinan Ridwan dengan Presiden Jokowi semasa menjadi pemimpin daerah, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

“Seperti Jokowi, sampai kapan pun kita enggak bisa ngelarang dia blusukan dan kontrol langsung, karena sisi kuat beliau adalah turun langsung ke lapangan. Jokowi, Ahok, Ridwan Kamil, punya khasnya masing-masing. Kalau Ahok marah-marah, ya itu memang gayanya,” ujar Yunarto.

“Tapi saya yakin, masyarakat bisa tahu mana yang kagetan, yang mencari sensasi, dan mana yang gayanya memang seperti itu,” katanya —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!