Globalisasi, solusi ironis dari IMF untuk Indonesia

Caroline Kalempouw

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Globalisasi, solusi ironis dari IMF untuk Indonesia
Pesan Lagarde ajak Indonesia terima globalisasi dinilai ironis oleh penulis

Pidato Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde di Universitas Indonesia, 1 September lalu, penuh dengan kata-kata manis yang mampu membuai orang Indonesia yang mendengarnya.

Mereka yang kritis akan menangkap pesan Lagarde sebenarnya, yaitu ajakan agar Indonesia menerima globalisasi dan perdagangan bebas dengan iming-iming mewujudkan impian indah generasi mudanya. 

It can help Indonesia’s youth become truly global citizens,” kata Lagarde.

Dalam pidatonya, Lagarde menyebut kata “global” sebanyak 34 kali, di antaranya dalam kalimat yang mendorong Indonesia untuk menguasai pasar global.

There is a whole new class of markets to be conquered — not just in your neighborhood, but globally as well.”

Menurut Lagarde, hal ini bisa terwujud dengan mengembangkan potensi ekonomi di bidang manufaktur, pertanian, dan jasa.

This is achievable. By developing the economy’s potential in manufacturing, agriculture, and services.”

Lebih spesifik, ia meminta pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur, melonggarkan kebijakan di bidang investasi, dan perdagangan agar tidak menghambat sektor swasta.

But, first it needs to remove constraints that shackle its private sector.” 

Jika disimak dengan teliti, isi pidato Lagarde mengandung beberapa ironi.

Pertama, ia memprediksi bahwa masa depan ekonomi global akan lesu, terutama jika Federal Reserve, bank sentral AS, memutuskan untuk menaikkan suku bunga pada September ini. Indonesia akan ikut menanggung resiko pelemahan aliran modal, tingginya suku bunga, dan ketidakstabilan finansial

Ironisnya, jika ekonomi global diprediksi lesu dan penuh ketidakpastian, mengapa Indonesia malah diminta membuka diri pada globalisasi?

Bukankah seharusnya pemerintah lebih memproteksi ekonomi nasional dari ulah para spekulan asing dan membatasi peran swasta menguasai sektor-sektor yang memengaruhi hajat hidup orang banyak seperti diamanatkan dalam UUD 45?

Kedua, dalam pidatonya Lagarde memuji komitmen Presiden Joko “Jokowi” Widodo terkait “The Land Acquisition Law” atau peraturan pembebasan lahan untuk memperlancar pembangunan infrastruktur. Menurutnya, infrastruktur adalah bagian penting globalisasi ekonomi.

“…a modern and efficient infrastructure is vital to connect people and markets both within the country and with the world.”

Ironisnya, pembangunan infrastruktur di Indonesia di bawah Jokowi justru terkesan lebih membuka pasar bagi perusahaan dan tenaga kerja asing. Misalnya, perusahaan Jepang dan Tiongkok saat ini bersaing memperebutkan proyek kereta api peluru Jakarta-Bandung.

Ketiga, Lagarde menyebut agrikultur atau pertanian sebagai salah satu bidang yang harus dikembangkan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di pasar global.

Ironisnya, Indonesia hingga saat ini masih berjuang untuk berswasembada pangan. Globalisasi pertanian dengan melonggarkan regulasi bagi pihak swasta dan asing justru akan merugikan dan menghambat program ini. 

Contohnya, masalah mafia sapi baru-baru ini. Pemerintah Indonesia berusaha memangkas kuota impor sapi Australia, tapi apa akibatnya? Harga daging sapi naik disebabkan permainan mafia.

Kalau IMF memang berniat memberi saran yang baik bagi ketahanan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian dan lesunya ekonomi global, maka seharusnya IMF memberi strategi jitu bagaimana melindungi ekonomi Indonesia dari tekanan dan intervensi pihak asing.

Jika Indonesia sudah mampu mewujudkan independensi berswasembada pertanian dan pangan tanpa hambatan dari pihak asing, saat itulah Indonesia baru bisa benar-benar bersaing di pasar global.

Kalau mau makan saja masih susah dan dihambat, bagaimana mau bersaing di pasar global? —Rappler.com

Caroline Kalempouw adalah seorang penulis yang memiliki latar belakang pendidikan M.Si jurusan Fisika Murni dari Universitas Indonesia. Sejak 2005, ia bermukim di Chicago, Amerika Serikat, bersama suaminya.

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!