Tosan: Masak ada pencuri kita diam saja!

Harry Purwanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tosan: Masak ada pencuri kita diam saja!
Tosan mengatakan ada 'orang berduit' di belakang Kepala Desa nonaktif Selok Awar-Awar Haryono

 

LUMAJANG, Indonesia—Rumah Tosan (53), warga Dusun Krajan II Desa Selok Awar-awar Kecamatan Pasirian, tak pernah sepi. Tamu terus berdatangan di rumah aktivis penolak tambang pasir besi, rekan Salim Kancil tersebut. 

Tosan yang lebih dari sepekan dirawat intensif di Rumah Sakit Syaiful Anwar tersebut dengan ramah menerima semua tamu, baik dari keluarganya sendiri maupun tetangga dan para jurnalis yang ingin meliputnya.

Mengenakan kemeja batik biru dan sarung cokelat, Tosan duduk tenang di kursi.

“Maaf belum boleh duduk di tikar dan lantai, jadi  duduk di kursi aja ya,” kata Tosan pada Rappler saat singgah di rumahnya, Minggu, 18 Oktober. 

Di rumah Tosan sejumlah aparat keamanan baik dari Brimob Polda Jatim, anggota Komando Rayon Militer dan Satuan Petugas Polisi Pamong Praja masih berjaga-jaga. 

Keamanan diperketat untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan, mengingat Tosan adalah saksi kunci dalam aksi penganiayaan atas dirinya dan pembunuhan rekannya, Salim Kancil.

“Mau apa, kalau wawancara jangan detail-detail ya, kalau ingin detail ke polisi aja,” kata Tosan pada wartawan. 

Ia berkenan menjawab beberapa pertanyaan Rappler. Berikut wawancara kami dengan Tosan di rumahnya: 

Bagaimana ceritanya Bapak bisa dianiaya kelompok 12? 

Saya awalnya hendak membagikan selebaran penolakan tambang ke tetangga, karena tambang pasir yang dikeruk oleh kepala desa dengan orang-orangnya ilegal. Kemudian saya berpapasan dengan Suparman (anggota tim 12), dia menyapa saya di jalan. Kemudian saya jawab kenapa kok tanya, kemudian Suparman ke utara.

Selang beberapa menit di pagi itu (26 September), Suparman bersama puluhan orang, sekitar 60-an. Kemudian mereka mendatangi saya di depan rumah dan memukul saya. Karena kalah banyak, saya diam. Kemudian, Tomin (salah satu anggota tim 12) membacok saya, tapi kok ndak apa-apa. Saya kabur dan dikejar hingga di lapangan.

Saya dikejar kemudian dipukuli di lapangan. Saya tidak ingat siapa saja yang memukul. Saya hanya pegangi kepala dan kemudian pura-pura pingsan dan saat itu sudah ada yang menolong saya.

Apa alasan utama Bapak dan Salim Kancil menolak tambang? 

Begini, penambangan pasir di pesisir Pantai Watu Pecak merusak lingkungan, apalagi tambang yang dilakukan Haryono (kepala desa) ilegal alias tidak sah. Mereka itu pencuri, masak ada pencuri diam saja.

Apakah saat Bapak melawan dan menolak tambang banyak yang mendukung?

Tidak banyak, hanya sedikit yang peduli awalnya, saya bersama Pak Salim, Pak Iksan, Ridwan kemudian ada banyak anak muda yang menolak juga dan berkirim surat kemana-mana, mulai ke bupati dan ke Jakarta. Tapi enggak ada yang peduli. 

Setelah Salim Kancil dibunuh, apakah akan tetap melawan dan menolak?

Oh ya jelas, sampean ini wartawan, masak tidak mendukung melawan pencuri kekayaaan negara. Padahal kekayaan negara untuk kemakmuran rakyatnya, bukan dinikmati untuk kepentingan politik. Anda ini kalau tanya jangan dibawa ke politik, engkok tak lebur (saya enggak suka).

Bapak disebut Pak Kepala Desa (nonaktif) Haryono pernah membawa investor tambak udang untuk Pantai Watu Pecak, benarkah itu?

Salah besar. Dulu saya hanya menyampaikan, daripada ditambang kan enak dibuat jadi tambak. Dia enggak setuju. Malah menambang pasirnya dan menjualnya. Bohong besar itu Haryono. Jangan tanya politik. Saya enggak suka. Ini soal tambang ilegal. 

Sebenarnya Bapak ini aktivis apa petani?

Saya ini buruh tani. Kalau bilang aktivis ya baru-baru ini karena menolak tambang. Terserah orang mau sebut apa saya. Pokoknya saya menolak tambang pasir di pesisir pantai. 

Yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan pada (kasus) Anda dan Salim Kancil hanya 24 orang, bagaimana menurut Anda?

Wah, itu wewenang polisi, pokoknya yang mendatangi saya dan mengeroyok sekitar 60-an. Soal itu tanya polisi, dia yang lebih tahu, saya kan dirawat di rumah sakit. 

Kemudian, soal kasus tambang pasir yang ditetapkan tersangka ada kepala desa, dan tokoh lainnya, apa pendapat Bapak? 

Saya yakin di balik mereka yang dijadikan tersangka dalam kasus tambang pasir ilegal, ada orang yang memiliki uang banyak, karena bisa mengeluarkan alat berat untuk menambang. Itu polisi yang bisa mengungkapnya, jangan tanya ke saya. 

Harapan Bapak pada aparat penegak hukum? 

Pokoknya polisi harus bekerja sebenar-benarnya, jangan sampai A dibilang B, atau sebaliknya. Hukum seberat-beratnya mereka yang terlibat di kasus pasir Selok Awar-awar. Negara ini kan negara hukum, pokoknya jangan main-main, masak orang kecil dipermainkan, kita juga tahu penegak hukum negeri ini seperti apa. Saya sih hanya bisa berharap dan berdoa saja. 

Apa rencana Bapak selanjutnya? 

Saya akan terus berjuang menolak tambang pasir di pesisir pantai selatan. Karena pasir pesisir adalah tameng dari derasnya ombak pantai selatan yang besar dan tinggi. Saya akan berjuang dan mendukung siapa yang saja yang menolak tambang di pesisir pantai selatan Lumajang.

Diam bukan menyelesaikan masalah, tapi akan memperbanyak masalah. Coba kalau saya dan rekan-rekan tak melawan, kerusakan lingkungan di pantai selatan akan parah dan pertanian warga tidak bisa ditanami. Sekali berjuang tetap berjuang. —Rappler.com

BACA JUGA

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!