Mengupas paket kebijakan ekonomi jilid enam

Haryo Wisanggeni

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mengupas paket kebijakan ekonomi jilid enam

EPA

Apakah langkah pemerintah dalam paket keenam ini sudah tepat? Kami mendiskusikannya bersama INDEF

JAKARTA, Indonesia — Pemerintah telah meluncurkan paket kebijakan ekonomi keenam pada Kamis, 5 November. Selengkapnya tentang berbagai kebijakan yang termuat di dalamnya bisa kamu baca di sini.

Apakah langkah pemerintah dalam paket keenam ini sudah tepat? Kami mendiskusikannya dengan ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Dzulfian Syafrian.

Pengembangan KEK harus didukung ketersediaan infrastruktur energi

Pemerintah menetapkan delapan kawasan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Investasi di kawasan-kawasan ini akan diganjar dengan sejumlah insentif termasuk berupa potongan pajak. 

Menurut Dzulfian, pengembangan KEK adalah gagasan yang perlu disambut baik sebagai upaya untuk menggenjot pertumbuhan industri. Terlebih kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun belakangan.

Namun Dzulfian mengingatkan bahwa agar tujuan pengembangannya tercapai, diperlukan ketersediaan infrastruktur energi yang memadai di KEK.

“Investor akan mempertimbangkan dua hal dalam memilih tempat investasi, yaitu jarak terhadap pasar dan terhadap sumber daya. KEK ini kan jauh dari pasar karena letaknya relatif terpencil, maka harus dipastikan ketersediaan sumber daya.

Sumber daya ini termasuk berupa energi yang sangat penting untuk proses produksi. Percuma ada insentif pajak kalau biaya untuk memperoleh energinya tinggi, akan jadi sama saja. Harus ada ketersediaan infrastruktur energi yang memadai,” kata Dzulfian kepada Rappler, Jumat, 6 November.

Pengelolaan Sumber Daya Air sebaiknya tak dimonopoli negara

Dalam paket keenam ini, pemerintah menyampaikan rencana pembuatan dua Peraturan Pemerintah (PP) untuk menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan keberlakuan Undang-Undang (UU) No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).

Salah dampak dari putusan MK ini adalah pihak swasta tak boleh menguasai pengelolaan SDA. Pasalnya sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, air sebagai sumber daya yang terkait dengan hajat hidup orang banyak, harus dikuasai oleh negara.

Menyikapi polemik ini, Dzulfian berpendapat bahwa meskipun penguasaan SDA harus ada di bawah negara, pengelolaannya sebaiknya terbuka untuk didelegasikan ke pihak swasta. Hal ini untuk menghindari inefisiensi.

“Memang (penguasaan SDA oleh negara) adalah interprestasi dari UUD 45. Tapi kita perlu lihat lagi apa yang dimaksud dengan menguasai ini benar-benar harus memiliki dan mengelola?

Kalau benar-benar dimiliki dan dikelola sepenuhnya oleh negara, akan terjadi monopoli. Ini berpotensi menimbulkan inefisiensi. Sebaiknya memang dikuasai negara tapi pengelolannya bisa didelegasikan kepada swasta,” ujar Dzulfian.

Dalam penyederhanaan izin di Badan Pengawas Obat dan Makanan, implementasi adalah kunci

Untuk membuat proses pembuatan izin di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi semakin sederhana dan efisien, pemerintah meluncurkan tiga kebijakan yaitu:

  1. Penghilangan izin impor yang sifatnya transaksional, diganti dengan yang sifatnya periodik
  2. Penerapan manajemen risiko berbasis data kepatuhan dari portal Indonesia National Single Window (INSW)
  3. Penerapan sistem pembayaran secara elektronik

Dzulfian skeptis dengan kebijakan ini. Menurutnya kebijakan semacam ini tak akan efektif jika tak diikuti oleh proses implementasi yang baik. Ia berkaca pada sejumlah kebijakan sejenis pada paket sebelumnya yang hingga kini belum jelas peraturan pelaksananya.

“Misalnya waktu paket sebelumnya, ada insentif pajak bunga deposito yang lebih rendah bagi para eksportir Indonesia yang menyimpan dananya di bank-bank dalam negeri.

Saya berdiskusi dengan Mas Mirza (Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara) sampai sekarang katanya belum ada peraturannya,” kata Dzulfian. Rappler.com

BACA JUGA: 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!