Pilkada Surabaya: Risma ‘meraup’ untung dari penutupan Gang Dolly

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pilkada Surabaya: Risma ‘meraup’ untung dari penutupan Gang Dolly
Warga mengaku senang saat Risma menutup Dolly. Benarkah isu ini menguntungkan Risma saat Pilkada serentak di Surabaya?

SURABAYA, Indonesia — Vira dan Endang, keduanya ibu rumah tangga, baru saja melangkahkan kakinya keluar dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) I Jajar Tunggal di Surabaya, Jawa Timur, Rabu, 9 Desember. 

Saat Rappler menghampirinya, mereka tanpa malu-malu mengaku sebagai pendukung mantan wali kota Surabaya Tri Rismaharini.

“Kalau saya mendukung Risma,” kata Vira.

“Sama,” Endang menimpali. 

Apa alasannya?

“Di dalam Bu Risma, saya lihat kesederhanaan,” kata Vira. 

Selain itu, Risma juga dikenal sebagai wali kota yang rela turun tangan ke lapangan. Vira menuturkan, saat Risma masih menjadi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya pada 2005, ia melihat sendiri perempuan kelahiran Kediri itu turun ke taman di malam hari. 

Endang lain lagi. Ia pernah melihat Risma setahun lalu, saat masih menjabat sebagai wali kota, mengatur lalu lintas di depan Taman Pondok Indah dan Taman Basuki Rahmat. Ia tertegun. 

Tapi fenomena blusukan Risma bukan hal yang baru. Keduanya mengungkap alasan lain yang membuat mereka memilih peraih Bung Hatta Anti-Corruption Award tahun 2015 itu. 

“Risma satu-satunya orang yang bisa menutup gang Dolly setelah berpuluh-puluh tahun,” kata Vira, merujuk pada daerah lokalisasi terbesar di Asia Tenggara.

“Dia satu-satunya yang berani,” kata Endang menimpali.  

“Kami berharap dari dulu, dan sekarang kami bahagia sekali (Dolly ditutup),” kata Endang lagi. 

Mengapa isu penutupan gang Dolly penting bagi mereka?

“Untuk mengurangi prostitusi,” kata Endang yang berprofesi sebagai guru.

Sedangkan Vira menambahkan, ia khawatir praktik prostitusi di Dolly dikonsumsi oleh mahasiswa yang kampusnya bersebelahan dengan kawasan tersebut, dan menjalar ke kampus-kampus yang lain. 

Lalu apa kata anak muda? 

Kasbullah (19 tahun), pelajar SMA 14 Surabaya, mengakui bahwa salah satu prestasi Risma adalah penutupan lokalisasi gang Dolly. 

Mengapa anak muda juga menganggap isu itu penting?

“Karena berefek untuk menjaga nama baik Kota Surabaya, karena lokalisasi Dolly itu terbesar di Asia Tenggara,” katanya. 

Ia juga mengaku khawatir keberadaan lokalisasi itu akan mempengaruhi generasi muda di Surabaya. “Takutnya berimbas ke generasi sekarang,” katanya. 

Ditutup dengan paksa

'Risma satu-satunya orang yang bisa menutup Gang Dolly setelah berpuluh-puluh tahun,' kata warga Surabaya. Foto oleh Febriana Firdaus/Rappler

Penutupan gang Dolly dilakukan pada 19 Juni tahun ini. Penutupan itu menimbulkan kontroversi dan Risma menerima banyak kritikan. 

Setelah ditutup pun, Dolly masih menjadi perhatian karena butuh kerja keras bagi Risma untuk memasang plakat Kampung Putat Jaya Bebas Lokalisasi dan Prostitusi pada 27 Juli, atau sebulan setelah penutupan. Putat adalah kawasan Dolly. 

Ratusan polisi, petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan perlindungan masyarakat datang ke kawasan prostitusi Dolly. Pengamanan ketat ini dilakukan setelah warga Dolly menolak pemasangan plakat beberapa hari lalu. 

Para petugas keamanan dihadang dan diusir oleh warga agar segera menghentikan pemasangan plakat. Warga tak bisa menahan amarahnya. 

Penutupan gang Dolly ini bukan hanya ditolak oleh warga sekitar, tapi juga wakil Risma, Wishnu Sakti Buana. Menurut Wishnu, warga sekitar lokalisasi belum siap untuk kehilangan keuntungan dari aktivitas ekonomi dan mata pencaharian di sekitar kawasan tersebut.  

Belum lagi kritikan dari aktivis HIV/AIDS. Menurut mereka, penutupan gang Dolly tak serta merta menghentikan penyebaran virus mematikan itu. Baca laporan lengkap Rappler soal itu di sini. 

Risma menang telak di gang Dolly 

Risma unggul di TPS 51 di Gang Dolly Surabaya. Foto oleh Febriana Firdaus/Rappler

Di tengah kontroversi itu, Risma dan Wishnu ternyata unggul di TPS 51, satu-satunya tempat pemungutan di gang Dolly, dengan meraup 186 suara, meninggalkan saingan mereka, Rasiyo dan Lucy Kurniasari, dengan 58 suara. Sisanya tidak sah. 

Setidaknya ada 484 warga yang terdaftar sebagai pemilih, dan 250 orang yang menggunakan haknya hari ini. 

Menurut Gunawan, seorang warga Dolly, ia memang pernah marah ketika Risma menutup tempat ia bekerja. Tapi ia tak punya pilihan. 

Hari ini, ia mencoblos Risma. Mengapa? “Masih enakan Bu Risma (dibanding calon lain),” katanya. 

Siswati, tetangga Gunawan, yang punya bisnis sewa kamar untuk pelajar juga mengaku mendukung Risma. Alasannya, “Kerjaannya sudah terbukti, aturan disiplinnya benar-benar diterapkan”. 

Ketika mayoritas warga Dolly memprotes penutupan, Siswati merupakan satu dari sekian yang justru diam-diam mendukung. “Karena saya punya anak, jadi penutupan Dolly ini baguslah,” katanya. 

‘Risma tawarkan identitas baru untuk Dolly’

 
//

Wawancara dengan warga Dolly soal Pilkada 2015 di SurabayaLaporan selengkapnya http://s.rplr.co/0oJopil

Posted by Febriana Firdaus on Tuesday, December 8, 2015

Di luar isu pro dan kontra terhadap keputusan Risma menutup Dolly, pengamat politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan kebijakan perempuan asal Kediri ini memang menguntungkan secara politis. 

“Dolly memang jadi citra buruknya Surabaya. Risma menghilangkan identitas buruk di wilayah itu, dan menawarkan untuk membangun identitas baru,” kata Suko pada Rappler, Rabu siang. 

Menurutnya, penutupan tersebut telah memberikan makna yang positif bagi citra Kota Surabaya sekaligus Risma. 

Disadari atau tidak, penutupan gang Dolly telah membuat warga mayoritas yang mendukung kebijakan Risma, semakin bangga dengan kotanya. 

Soal citra ini, Klemens, warga gang Dolly lainnya, justru mengingatkan Risma atau siapapun yang menjadi wali kota baru nanti. “Setelah itu pekerjaan rumahnya adalah membangun Dolly lebih baik lagi,” katanya. 

Jadi, katanya, Dolly tidak hanya menjadi isu di tingkat politik saja. Ia sebagai warga Dolly menunggu momen itu.

“Harus ada perubahan,” katanya.—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!