8 peristiwa politik paling kontroversial selama 2015

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

8 peristiwa politik paling kontroversial selama 2015

ANTARA FOTO

Beberapa politisi harus menghadapi masalah hukum. Situasi gaduh tidak produktif untuk rakyat.

JAKARTA, Indonesia — Tahun 2015 menjadi tahun yang cukup sibuk bagi beberapa politisi yang duduk di kursi pemerintahan. Beberapa di antara mereka terjerat kasus korupsi hingga tudingan mencatut nama Presiden.

Berikut 8 peristiwa politik paling kontroversial tahun ini:

1. Skandal Freeport

Anggota DPR berinisial SN, yang belakangan diketahui adalah Ketua Dewan Setya Novanto bersama dengan seorang pengusaha bernama Muhammad Riza Chalid melakukan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin medio Mei dan awal Juni di The Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta Selatan.

Pertemuan ketiganya ternyata direkam oleh Maroef. Dalam rekaman itu terungkap bahwa Riza Chalid menyebut nama Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan.

Dalam rekaman itu, Riza menyarankan agar Freeport memberikan saham pada Presiden Jokowi sebesar 11 persen, dan Jusuf Kalla 9 persen. Total 20 persen saham.

Maroef mengakui sebagai pihak yang merekam kemudian melaporkan hal itu pada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Sudirman selanjutnya meneruskan laporan tersebut kepada DPR.

Menyikapi hal ini, DPR langsung menggelar sidang Mahkamah Kehormatan DPR untuk Setya Novanto. Saksi yang dihadirkan antara lain, Maroef, Sudirman, dan Luhut.

Tapi hingga berita ini dibuat, MKD belum berhasil menghasilkan Riza Chalid. Lihat tautan ini

2. Pelobi untuk Gedung Putih

Awal November, publik dikejutkan dengan berita tentang jasa pelobi yang digunakan oleh seorang pejabat negara agar Presiden Jokowi dapat bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama di Gedung Putih, Washington DC.

Kabar ini langsung membuat Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menggelar konferensi dadakan di Jakarta. Retno membantah bahwa pemerintah menggunakan jasa pelobi dalam kunjungan Presiden Jokowi ke Gedung Putih pada 26 Oktober lalu.

Penjelasan Retno mengenai kronologis pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden Obama bisa dibaca di sini

Siapa pelobi yang dimaksud? Nama pelobi asal Singapura Derwin Pereira disebut dalam sebuah dokumen. Derwin dikenal dekat dengan pejabat yang juga Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan. Baca dugaan keterlibatan keduanya di sini. 

3. Konflik di tubuh Golkar

Pada 19 Mei, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta sehingga kembali ke putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Putusan itu membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly yang mengesahkan kepengurusan Golkar hasil Munas Jakarta.

Kepengurusan Golkar pun kembali kepada hasil Munas Riau 2009 yang dipimpin Aburizal “Ical” Bakrie dengan Idrus Marham sebagai sekretaris jenderal. Dalam kepengurusan tersebut, Agung Laksono menjabat sebagai wakil ketua umum.

Ical mengatakan Partai Golongan Karya siap menatap masa depan. Kisruh yang sempat mengguncang partai berlambang beringin ini,  Ical sudah menjadi masa lalu. Baca wawancara Rappler dengan Ical di sini.

4. IPT 1965

Mata dunia tertuju pada Pemerintah Indonesia ketika penyintas dan korban tragedi 1965 menggelar Indonesia People’s Tribunal di Den Haag, Belanda.

Pengadilan Rakyat Internasional menyimpulkan telah terjadi kejahatan kemanusiaan berat di Indonesia pada 1965 yang melanggar hukum internasional. Indonesia pada masa itu telah mendorong terjadinya pelanggaran HAM ini melalui militernya, dengan rantai komando militer terorganisasi rapi dari atas ke bawah.

Para hakim pun meyakini, rezim Orde Baru (Orba) punya maksud politik untuk menyingkirkan Partai Komunis Indonesia (PKI), anggota dan simpatisannya, loyalis Sukarno, serikat buruh, dan para guru. Juga berupaya menghilangkan atau membatasi mereka yang menentang rezim Orba.

Lebih jauh lagi, hakim sepakat bahwa propaganda Orba sengaja dilakukan untuk mendorong masyarakat melakukan dehumanisasi dan pembunuhan terhadap anggota PKI. Baca selengkapnya di sini.  

Pemerintah tidak hadir dalam sidang tersebut. Tapi Presiden Jokowi sebelumnya menegaskan tak mau minta maaf pada keluarga PKI.  

5. Surya Paloh di pusaran suap bansos Sumut

Kemunculan Surya Paloh di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat, 23 Oktober, usai pemeriksaan koleganya di Partai Nasional Demokrat Patrice Rio Capella, menimbulkan tanda tanya besar. Apa yang diketahui Paloh dalam urusan kasus dana bantuan sosial Sumatera Utara?

Menurut pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Senoadji, Paloh dipanggil sebagai saksi. Artinya Paloh dianggap mengetahui, mendengar, atau melihat terkait suap dana bansos. Sama seperti saksi-saksi kasus korupsi lainnya.

Benarkah demikian? Baca laporan lengkapnya di sini.

Masyarakat menuntut KPK menetapkan tersangka baru kasus dana bansos dan memanggil ulang Surya Paloh untuk diperiksa KPK. Foto oleh M Agung Rajasa/Antara

6. Duo Fadli Zon dan Setya Novanto

Nama Setya Novanto dan Fadli Zon paling sering diperbincangkan di media sosial. Mereka menarik perhatian netizen setelah bertemu dengan kandidat presiden dari Partai Republik Donald Trump di Amerika Serikat.

Saat itu, Trump bertanya pada Setya apakah orang Indonesia menyukainya? Setya mengatakan “Iya”. Pernyataan Setya ini dianggap tidak mewakili seluruh warga se-tanah air. Ia pun di-bully di media sosial. Ikuti beritanya di sini.

Tak lama setelah itu, Setya dan Fadli kembali menuai kontroversi karena diundang oleh Raja Saudi Arabia untuk haji gratis pasca tragedi crane di Mekkah. Disusul kejadian tragedi di Mina. Ikuti beritanya di sini.

7. Budi Waseso dimutasi

Sebelum menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Budi Waseso adalah Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri.

Selama ia menjabat, ia menggarap kasus-kasus besar, antara lain Pelindo II dan kasus mobil listrik yang menjerat mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan.

Tapi di masanya juga Budi Waseso menjerat pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, termasuk penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan menyebut Budi membuat gaduh, kemudian Kepala Polisi RI Jenderal Badrodin Haiti memutasinya menjadi Kepala BNN. Baca di sini

Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso menempelkan stiker "stop narkoba" di dinding salah satu mini market di Surabaya, Jawa Timur, 26 November 2015. Foto oleh Zabur Karuru/Antara

8. Pimpinan KPK di pusaran kasus pidana

Tahun ini bukan tahun yang baik untuk Ketua KPK non aktif Abraham Samad. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen paspor seorang perempuan bernama Ferryana Lim.

Samad juga diduga menyalahgunakan kewenangan penyadapan dan melanggar etik karena bertemu dengan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Dalam pertemuan itu, menurut Hasto, Abraham menawarkan ‘bantuan’ asal bisa menjadi pendamping Jokowi di Pemilu Presiden 2014.

Selain Samad, Bambang Widjojanto juga diduga terlibat kasus dugaan keterangan palsu dalam perkara Pilkada Kotawaringin Barat. Berikut ulasan lengkapnya.  — Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!