Indonesia

Solo travelling berbahaya untuk perempuan?

Lamia Putri Damayanti

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Solo travelling berbahaya untuk perempuan?
"Menurut saya, dunia ini berbahaya bagi semua orang, tidak terkecuali bagi laki-laki atau perempuan."

Saya masih ingat betul dengan tanggapan salah seorang rekan ketika saya mengatakan akan melakukan perjalanan jauh seorang diri.

Ia tampak tak percaya dengan keputusan saya tersebut. Ia berusaha mengingatkan bahwa melakukan perjalanan seorang diri adalah hal yang membahayakan. Ia terus berkata bahwa saya harus berhati-hati. Kalau bisa, harus ada orang yang menemani saya. Dan kalau bisa, orang itu adalah laki-laki.

Saya bertanya kepadanya, “Memang kenapa kalau pergi seorang diri?”

Ia menjawab dengan wajah cemas. “Tentu saja karena pergi sendiri adalah hal yang membahayakan.”

“Memangnya kenapa hal itu bisa membahayakan?”

“Karena kamu adalah seorang perempuan.”

Saya tertegun sebentar. Saya tidak terlalu suka dengan alasan yang dilontarkannya. Menurut saya, dunia ini berbahaya bagi semua orang, tidak terkecuali bagi laki-laki atau perempuan.

Tetapi, pernyataannya seolah-olah mengklaim bahwa kejahatan dan berbagai tindakan kriminal hanya akan dialami oleh perempuan. Oleh karena itu, dunia yang berbahaya seolah-olah hanya diperuntukkan bagi perempuan. Sehingga, perempuan lebih pantas bersembunyi di balik rumah – tidak perlu pergi ke mana-mana. Tidak memiliki ruang gerak yang luas.

Sebenarnya, saya ingin kembali melemparkan lagi pertanyaan kepadanya. Tetapi ia keburu berceloteh panjang lebar tentang semua marabahaya yang akan dihadapi oleh perempuan jika pergi seorang diri. Ia mengatakan bahwa rumah adalah tempat terbaik bagi seorang perempuan.

Sejujurnya saya ingin sekali kembali bertanya, “Mengapa dunia ini berbahaya bagi perempuan tetapi tidak untuk laki-laki?”

Salah satu faktor mengapa masih banyak orang yang berpikir bahwa perempuan yang pergi sendirian adalah hal yang membahayakan karena banyaknya tindakan kriminalitas. Mulai dari faktor keamanan dan berbagai tindak kekerasan.

Banyak orang yang menganggap bahwa perempuan yang keluar rumah sendiri adalah sesuatu hal tidak wajar. Terutama jika mereka pergi malam-malam – sendirian pula.

Masih banyak orang yang berpikir bahwa tindakan kriminal lebih sering dialami oleh perempuan. Kekerasan fisik, verbal, sampai pada tahap kekerasan seksual banyak dialami oleh perempuan yang berjalan sendirian. Jangankan traveling sendiri, keluar rumah hanya untuk membeli makanan saja sering mendapat siulan dan “gangguan” dari segerombol laki-laki.

Suatu kali teman saya enggan melewati segerombol laki-laki yang tengah duduk di pinggir jalan. Ia menggaet lengan saya dan meminta alternatif jalan yang lain. Saya bertanya kepadanya mengapa tidak jadi melewati jalan tersebut. Ia menjawab dengan cemas, “Ada banyak laki-laki.”

Lalu mengapa? Ia kemudian menjelaskan bahwa gerombolan laki-laki itu sering menggodanya. Mereka bersiul-siul dan berceloteh kurang ajar. Tangan-tangan mereka kadang tidak sopan. Itu sebabnya teman saya enggan melewati jalan itu.

Saya sendiri memahami mengapa ia melakukan hal tersebut dan sering meminta ditemani untuk pergi ke tempat-tempat tertenu. Pada dasarnya, memang banyak perempuan yang kemudian mengurungkan niat melewati suatu jalan, pertokoan, atau apapun itu karena ada banyak lelaki iseng yang nongkrong di sana. Hal ini kemudian dikait-kaitkan dengan perjalanan jauh yang dilakukan perempuan sendirian.

Ada banyak ancaman yang datang silih berganti ketika perempuan berjalan sendirian. Dunia ini bukan tempat yang aman bagi mereka. Tapi saya ingin menggugat hal tersebut. Saya ingin sekali melakukan perjalanan seorang diri tanpa harus merasa takut. Tanpa harus merasa terancam.

Saya ingin melakukan perjalanan dengan rasa aman. Juga tanpa harus merasa begitu was-was dengan pelbagai tindakan kriminal karena saya perempuan. Saya akan mewajarkan situasi bahaya yang mengancam jika memang hal tersebut memang mengancam. Bukan karena saya semata-mata seorang perempuan.

Mengapa dunia ini bisa seolah-olah begitu berbahaya bagi perempuan? Saya tidak bisa menyebut kejahatan serta kekerasan pada perempuan hanya karena keinginan untuk berbuat jahat semata. Lebih dari itu, saya ingin menyalahkan sistem.

Kejahatan dan kekerasan yang dialami oleh perempuan diakibatkan oleh sistem. Bentuk kriminalitas yang dialami oleh perempuan adalah akibat dari kekerasan struktural. Mereka yang mencoba melakukan tindakan pelecehan dan kejahatan dikarenakan oleh rasa mendominasi. Mereka merasa berhak atas hal tersebut dan perempuan sebagai korban selalu disalahkan akibatkan kekerasan yang mereka alami.

Oknum yang melakukan tindak kekerasan merasa bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah sehingga tidak masalah jika ditindas. Hal inilah yang kemudian membudaya dan berakar kuat. Salah satu ciri-ciri sistem yang begitu patriarkis.

Kita tidak mungkin berkata, “Jangan pergi sendirian karena kamu perempuan,” tanpa adanya sistem yang begitu patriarki dengan kejahatan strukturalnya. Kita akan lebih mudah mengatakan, “Jangan pergi ke tempat itu di waktu hujan karena jalannya licin,” jika saja kita semua menggunakan logika yang sehat.

Pola pikir, “jangan pergi sendirian karena kamu perempuan,” haruslah diubah. Jika memang dunia ini berbahaya bagi perempuan, apakah pantas kita mengurung mereka dan membatasi ruang gerak perempuan?

Kita menggunakan logika yang begitu persuasif sehingga kejahatan yang bersifat struktural pun akan terus terjadi sekalipun perempuan bersembunyi di kolong tempat tidur.

Seharusnya, jika tujuannya adalah melindungi perempuan itu sendiri, kita harus bersama-sama mencari apa yang membahayakan bagi perempuan, bukannya malah semakin menindas perempuan dengan teror-teror kekerasan dan dunia di luar rumah yang begitu berbahaya. Akibatnya, ruang gerak perempuan menjadi sangat terbatas.

Kita harus membalikkan logika. Jika ada seekor binatang buas mengancam kehidupan umat manusia, apa yang harus kita lakukan? Logika yang begitu persuasif mengatakan bahwa manusia harus bersembunyi dari hewan buas itu.

Sama seperti logika sistem patriarki yang membenarkan kekerasan terhadap perempuan karena mereka berani melanggar norma ‘tidak boleh pergi sendirian.’ Untuk menghindari situasi yang berbahaya itu, perempuan wajib bersembunyi dan tidak boleh pergi ke mana pun.

Sementara itu, logika yang sehat mengatakan bahwa binatang buas itulah yang harus dikurung. Jadi, jika persoalannya adalah dunia ini berbahaya bagi perempuan, marilah kita bersama-sama mencari apa yang berbahaya itu. Mengurungnya, dan kalau bisa membinasakannya.

Sehingga salah satu cita-cita saya, dan mungkin juga dambaan banyak perempuan lain bisa terwujud: yaitu melakukan perjalanan jauh sendirian tanpa harus merasa terancam karena kami adalah seorang perempuan.

Lamia Putri Damayanti adalah mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi UGM. Menetap di Magelang dan dapat dihubungi melalui surel lamiaputri06d@gmail.com.

 

Tulisan ini sebelumnya telah diterbitkan di Magdalene.co.

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!