Aksi menentang eksekusi: Mencabut nyawa bukan jalan keluar

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Aksi menentang eksekusi: Mencabut nyawa bukan jalan keluar
"Sebaiknya hukuman mati dihapus dan diganti hukuman lain yang lebih mendidik"

JAKARTA, Indonesia – Menjelang eksekusi 14 orang terpidana narkoba di Cilacap pada Jumat, 29 Juli 2016 dini hari, sejumlah lembaga swadaya masyarakat menggelar aksi menyalakan lilin. Sekitar 30 orang peserta yang datang berasal dari tokoh agama, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, dan perwakilan buruh migran.

Selain menyalakan ratusan lilin, mereka juga menyampaikan orasi tentang mengapa Presiden Joko “Jokowi” Widodo harus menghentikan pelaksanaan hukuman mati.

“Mereka itu ada yang bukan penjahat, hanya terjebak sindikat narkoba,” kata Wiwin Warsiating, pengurus kelompok Kabar Bumi yang terdiri dari para buruh migran di depan Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 28 Juli.

Dari 14 orang ini, ada nama Merry Utami, seorang pekerja migran yang tertipu penjual narkoba asal Afrika. Tanpa dibekali kuasa hukum dan bahkan menerima penganiayaan, perempuan asal Sukohardjo, Jawa Tengah ini dijatuhi hukuman yang tak sesuai dengan kesalahannya.

Sementara penipu yang menjebaknya dengan meletakkan 1,1 kilogram heroin di tas, lolos dan bahkan tak ditemukan hingga saat ini.

Ren, panggilan Wiwin, mengatakan kebanyakan perempuan memilih bekerja di luar negeri sebagai buruh migran karena tak ada lagi pekerjaan di negara ini. Dengan bekerja di luar, mereka bisa mendapat penghasilan untuk menghidupi keluarga di tanah air.

“Tapi tak jarang yang mendapat kekerasan, bahkan tertipu seperti Bu Merry,” kata dia yang juga berprofesi sebagai tenaga kerja di Hong Kong.

Buruh migran rentan sekali terhadap penipuan anggota sindikat narkoba. Mereka berlokasi jauh dari orang terdekat, bahkan tak jarang yang memiliki masa lalu sebagai korban kekerasan.

Modus yang sering dipakai anggota sindikat narkoba adalah kasih sayang, dengan berpura-pura memacari bahkan berjanji menikahi. “Kalau ada yang sayang, ya kita sayang balik,” kata Ren.

Dari situlah mereka terjebak. Ren menjelaskan kalau kaum buruh sangat mendukung Jokowi untuk memerangi jaringan penjual narkoba. Hanya saja, hukuman mati bukanlah jalan yang sesuai.

Perbaikan sistem

Koordinator Lembaga Hukum Masyarakat Antonius Badar Karwayu mengatakan hukuman mati tidak efektif dalam menuntaskan masalah narkotika. “Seperti upaya show off saja kalau Jokowi serius memerangi narkoba,” kata dia.

Sejauh ini, korban hukuman mati bukanlah pemain besar seperti gembong ataupun peracik obat. Kebanyakan hanya kurir, yang bahkan seringkali merupakan korban perdagangan manusia.

Ia berharap pemerintah dapat memperbaiki sistem peradilan, salah satunya dengan menjamin penasehat hukum yang layak bagi para korban saat menjalani pengadilan. Mereka juga merevisi undang-undang yang membolehkan hukuman mati bagi pelaku ataupun penjual.

“Kalau bisa dihapus, diganti hukuman yang lebih mendidik,” kata dia.

Pada praktiknya, dari 14 orang terpidana mati yang dijadwalkan dieksekusi pada Jumat dini hari, hanya 4 orang saja yang menghadapi regu tembak. Mereka adalah Freddy Budiman, Gajetan Acena Seck Osmane, Michael Titus, dan Humphrey Jefferson. 

Menurut Jaksa Muda Pidana Umum Noor Rachmat, keempatnya dieksekusi karena perbuatan mereka yang tergolong masif dalam mengedarkan narkoba dan merugikan masyarakat. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!