Filipino boxers

Brasil vs Afrika Selatan: Menghapus kutukan Olimpiade

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Brasil vs Afrika Selatan: Menghapus kutukan Olimpiade
Harapan juara digantungkan kepada Neymar. Bisakah dia mengembannya?

JAKARTA, Indonesia – Peluang gelar besar kembali datang di depan mata publik Brasil. Setelah Piala Dunia 1950, ajang Piala Dunia 2014 juga digelar di kampung halaman mereka. Tapi, tak satupun tahta juara yang mereka dapatkan.

Peluang yang sama kembali hadir. Kali ini Olimpiade 2016. Memang, ajang ini tidak memiliki gengsi yang sama seperti major tournament sepak bola lainnya.

Seperti yang dikatakan Fernando Santos, pelatih Portugal yang membawa Cristiano Ronaldo dan kawan-kawan menjuarai Euro 2016. “Olimpiade adalah pesta cabang olahraga selain sepak bola. Kami tak akan membuang banyak tenaga di sana,” katanya dalam sebuah wawancara.

Portugal—dan bisa jadi beberapa tim-tim lainnya—boleh menganggap ajang sepak bola di Olimpiade dengan sebelah mata. Namun, tidak bagi Brasil. Mereka adalah tuan rumah. Sebagai negara sepak bola, tim berjuluk Canarinho itu wajib menjaga marwah negeri sendiri.

Apalagi, memori kekalahan pedih di Belo Horizonte masih membayang jelas dalam benak para Brasileiro—warga Brasil. Trauma dipecundangi Jerman 1-7 di semi final Piala Dunia 2014 menuntut penebusan dosa. Yakni, meraih juara Olimpiade 2016 di cabang sepak bola.

Masalahnya, “hoki” jawara lima kali Piala Dunia itu di Olimpiade sangat buruk. Sepanjang partisipasi mereka di ajang empat tahunan tersebut, mereka sudah tampil di partai puncak sebanyak tiga kali. Tapi, tak satupun yang berbuah juara.

Terakhir, mereka juga lolos ke partai final Olimpiade London 2012. Tapi, mereka justru keok 1-2 dari Meksiko. Praktis, tim berjuluk Selecao itu tak pernah sekalipun meraih medali emas sepak bola. Apakah “kutukan Olimpiade” bakal bertahan kali ini?

Melihat persaingan di fase grup, tim asuhan Rogerio Micale ini tak bakal mengalami banyak kesulitan. Mereka menghuni grup A bersama Afrika Selatan, Iran, dan Denmark.

Kemungkinan besar, Brasil akan menjadi juara grup dan melawan runner up grup B di perempat final. Di fase semi final, mereka baru akan bertanding melawan tim kuat.

Calon lawan yang berpotensi mengganjal mereka bisa Argentina, Jerman, atau Portugal. Sebab, tim-tim tersebut yang paling berpotensi terus melaju hingga empat besar.

Namun, Brasil harus juga melihat peluang di ajang ini. Olimpiade tak bakal seketat ajang sepak bola lainnya. Sebab, para bintang tim-tim besar banyak yang absen.

Tak ada Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

Praktis, beberapa nama besar yang—setidaknya—bisa tampil di cabang olahraga ini adalah bintang Nigeria John Obi Mikel (Chelsea), pemain Jerman Serge Gnabry (Arsenal), Lars Bender (Bayern Leverkusen), dan pemain Argentina Giovanni Simeone.

Tak mau jadi Neymar-dependencia

Brasil harus menunjukkan bahwa mereka mampu menghapus kutukan Olimpiade. Salah satu caranya dengan menang meyakinkan melawan Afrika Selatan, Jumat, 5 Agustus, pukul 02.00 WIB dini hari.

Brasil sudah mengumumkan line up mereka untuk menghadapi Junior Bafana—julukan tim U-23 Afrika Selatan. Beberapa nama besar di tim U-23 tersebut adalah Neymar (Barcelona), Douglas Costa (Bayern Muenchen), dan Gabigol (Santos). Kebetulan, ketiganya berposisi di lini depan.

Nama terakhir semakin meroket karena dikabarkan menjadi rebutan dua tim besar Serie A: Inter Milan dan Juventus.

Selain trio pendobrak tersebut, nama pemain muda Selecao lainnya adalah Marquinhos. Bek Paris Saint-Germain tersebut siap mengawal lini pertahanan Brasil.

Selain mereka, pemain dalam line up yang merumput di Eropa adalah Fred (Shakhtar Donetsk) dan Felipe Anderson (Lazio).

Sementara itu, nama-nama pemain Brasil lainnya adalah pemain yang memperkuat klub lokal. Mereka di antaranya adalah fullback Douglas Santos (Atletico-MG), William (Internacional), dan Rodrigo Caiao (Sao Paulo).

Praktis, dari nama-nama tersebut, Neymar bisa dianggap nama yang paling mencolok. Tidak hanya prestasinya di Barcelona yang lebih baik dibanding rekan setimnya, tapi juga jumlah caps-nya saat berbaju kuning kenari.

Neymar mengoleksi 70 caps. Bandingkan dengan Douglas Costa, sesama rekannya di lini depan, yang hanya 7 caps.

Neymar juga yang paling berpengalaman di Selecao muda ini. Pemuda kelahiran Mogi daz Cruzes tersebut sudah membela Brasil sejak Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Dengan pengalaman di level tinggi sepak bola, mau tidak mau pasukan Rogerio Micale itu bakal sangat bergantung pada Neymar alias Neymar-dependencia.

Namun, Rogerio menampik anggapan tersebut. Dia mengakui, Neymar adalah bintang paling terang dalam timnya. Tapi, dia tak ingin semua orang mengandalkannya. “Mereka bilang, tidak apa-apa bergantung kepada Neymar. Tapi, saya tidak setuju,” kata Rogerio seperti dikutip Telegraph.

“Tapi, bukan berarti saya akan menepikannya. Dia tetap akan selalu masuk dalam tim,” imbuhnya.—Rappler.com

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!