Indonesia didesak investigasi pelanggaran HAM di Papua

Kanis Dursin

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indonesia didesak investigasi pelanggaran HAM di Papua
Tim gabungan sedang melakukan investigasi dugaan pelanggaran HAM berat di tiga kasus penembakan di Papua

JAKARTA, Indonesia – Sejumlah organisasi advokasi internasional mendesak Pemerintah Indonesia untuk menginvestigasi berbagai kasus penangkapan dan pembunuhan di Provinsi Papua dan Papua Barat.

“Lakukan investigasi secara independen terhadap penangkapan semena-mena dan pembunuhan tanpa proses hukum di Papua Barat,” kata Vivat International, Franciscans International, dan International Coalition for Papua serta TAPOL dalam sebuah pernyataan yang diterima Rappler di Jakarta, Kamis, 22 September.

Vivat International dan Franciscans International adalah dua lembaga internasional yang memberikan advokasi dalam bilang hak asasi manusia (HAM).

Pernyataan tersebut dibacakan oleh Andrzej Owca dari Vivat International dalam sidang Dewan Hak Asasi Manusia ke-33 di Jeneva pada Rabu malam, 21 September.

Dewan Hak Asasi Manusia (Human Rights Council) adalah lembaga internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani masalah HAM menggantikan United Nations Commission on Human Rights (UNCHR).

Mereka menghargai komitmen dan langkah yang diambil oleh Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki kondisi HAM di Papua dan Papua Barat tetapi prihatin dengan kekerasan yang terjadi dua provinsi tersebut beberapa bulan terakhir.

“Informasi dari Papua Barat yang kami terima dari pejuang hak asasi manusia, aktivis, dan saksi mata, terutama beberapa bulan terakhir, menjadi keprihatinan mendalam kami dan tidak boleh berlalu tanpa ada tanggapan dari Dewan.”

Saat ini, sebuah tim gabungan sedang melakukan investigasi dugaan pelanggaran HAM berat di tiga kasus penembakan di Papua, yaitu kasus Wamena, Wasior, dan Paniai.

“Kami prihatin secara khusus terhadap pelanggaran berulang-ulang terhadap hak orang asli Papua untuk menyampaikan pendapat dan berkumpul,” kata pernyataan tersebut.

Menurut catatan Vivat International, sampai 15 Agustus 2016, sedikitnya 3.768 orang asli Papua ditangkap aparat kepolisian karena melakukan demonstrasi “tanpa izin” di Papua dan Papua Barat. Mereka mengaku dianiaya selama dalam tahanan.

Pemerintah Indonesia harus “menjamin kebebasan berpendapat, berorganisasi dan berkumpul untuk semua orang Papua,” kata Andrzej.

Vivat International juga mengatakan jumlah korban pembunuhan tanpa proses hukum di Papua juga meningkat.

“Baru-baru ini kami menerima sebuah laporan mengenai penembakan seorang bernama Otinus Sondegu, 19 tahun, pada 27 Agustus 2016 di Kabupaten Intan Jaya, Papua,” kata Andrzej.

Mereka juga meminta Pemerintah Indonesia membuka akses ke Papua dan Papua Barat untuk komunitas internasional. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!