Makna sejarah, perjuangan dan jati diri Indonesia dalam seni rupa

Alif Gusti Mahardika

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Makna sejarah, perjuangan dan jati diri Indonesia dalam seni rupa
Karya seni seringkali dinikmati dan diapresiasi keindahannya. Namun, jarang yang dimaknai secara historis

JAKARTA, Indonesia – Padahal, karya seni sering menjadi media berekspresi dan simbol perjuangan manusia pada masa tertentu.

Menyadari realita tersebut, Yayasan Mitra Museum Jakarta [YMMJ] bersama Unit Pengelola Museum Seni Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta menggelar pameran bertajuk Jati Diri: Periskop Sejarah Seni Rupa Indonesia pada 12 Oktober, bertepatan dengan Hari Museum Nasional.

“Pameran diselenggarakan untuk meningkatkan awareness, khususnya masyarakat Jakarta akan seni dan museum, karena itu semua adalah aset,” ujar anggota YMMJ, Veronica Tan dalam peresmian pameran di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta.

Pameran Jati Diri: Periskop Sejarah Seni Rupa Indonesia sendiri berfokus pada makna historis dari kurang lebih 25 lukisan serta 11 sketsa karya seniman Indonesia. Karya-karya yang ditampilkan merupakan karya yang dibuat dari setelah kemerdekaan Indonesia hingga masa pembangunan (1946 – 1980).

Sedangkan karya yang ditampilkan merupakan lukisan dan sketsa dari seniman seperti Basuki Abdullah, Henk Ngantung, Affandi, Hendra Gunawan dan lainnya.

“Memang seni yang ditampilkan merupakan karya yang punya timeline setelah kemerdekaan sampai sebelum Orde Baru. Karena karya di era perjuangan tersebut menjadi simbol perjuangan seniman yang hidup di masa itu,” ujar kurator pameran, Maya Sujatmiko.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum YMMJ, Soedarmadji Damais.

“Harapannya supaya semangat perjuangan itu muncul lagi di era saat ini,” katanya. Ia juga menekankan makna sejarah dan kebudayaan dari karya yang ditampilkan dibanding sekedar nilai keindahannya saja.

Pameran sendiri dibagi menjadi 4 sub tema yang terbagi di 2 ruangan berbeda, yakni tema ragam budaya dan abstrak di Main Gallery dan tema potret dan sketsa di Potrait Gallery.

Adapun karya-karya yang ditampilkan di Main Gallery seperti Jualan di Bawah Pohon Beringin [1950] karya Hendra Gunawan, Pengantin Mandailing [1971] karya Batara Lubis, Maka Lahirlah Angkatan ’66 [1966] dan High Level [1975] karya S. Sudjojono, dan lain-lain.

Sedangkan karya-karya di Potrait Gallery berisi Topeng [1960] dan Potret Diri [1975] karya Affandi, potret diri Achmad Yani [1946] dan Sutan Syahrir [1946] karya Henk Ngantung dan lainnya.

Pameran ini merupakan bagian dari rangkaian Festival Museum Seni yang dibuka untuk umum di sejumlah museum di kawasan Jakarta dari 13 Oktober 2016 hingga 30 Januari 2017.

Museum-museum tersebut yakni Museum Wayang, Museum Tekstil, dan Museum Seni Rupa dan Keramik.

Sejumlah kegiatan seperti restorasi dan bedah karya juga diadakan tiap bulannya untuk mendukung rangkaian festival tersebut.

Misi restorasi museum

Cosmas Gozali dari PT. Arya Cipta Graha, selaku pihak arsitek memiliki konsep restorasi terhadap Museum Seni Rupa dan Keramik.

“Pemerintah DKI [Jakarta] dan seluruh warga Indonesia memiliki bangunan heritage yang berharga. Namun, karena kurangnya minat dari masyarakat, jadi terlantar,” ungkap Cosmas pada peresmian pameran.

Ia mengatakan akan merenovasi bangunan museum sehingga tidak tampak menyeramkan, berstandar internasional, serta mampu menjadi sarana pendidikan, hiburan dan rekreasi bagi masyarakat Jakarta.

“Kami (arsitek) akan berusaha membuka bangunan tersebut (museum) lebih dekat dengan publik, sehingga tidak menyeramkan,” kata dia.

Cosmas mengatakan, pihaknya akan membuat masyarakat bisa ‘bersentuhan’ secara langsung dengan seni dalam kegiatan sehari-hari.

Ia pun menjelaskan, nantinya, pada bagian depan Museum Seni Rupa dan Keramik akan dibangun kafe serta amphiteater di mana beberapa karya seni akan dipajang.

 “Pilot project kami adalah membawa karya seni ke publik, bahkan tanpa harus masuk ke dalam museum,” tambahnya.

Terkait pendanaan, ia pun menyatakan bahwa proses restorasi didanai secara pro-bono atau sukarela dari berbagai individu dan pihak.

“Sebenarnya ada dana APBD, tapi seperti yang kita tahu, itu cukup lama. Sedangkan yang kami kerjakan adalah hal seni tentang kualitas,” ungkapnya.

Maka dari itu, ia mengatakan bahwa proses restorasi yang belum dimulai tersebut akan sesegera mungkin dilaksanakan.

Veronica pun menambahkan harapannya mengenai kelanjutan museum-museum di Jakarta ini.

“Kami harap museum bisa jadi destinasi wisata kedepannya,” kata Veronica.-Rappler.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!