Kuasa hukum Setya Novanto ancam bawa KPK ke pengadilan internasional

Bernadinus Adi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kuasa hukum Setya Novanto ancam bawa KPK ke pengadilan internasional
KPK membenarkan adanya surat perintah penyidikan baru kepada Setya

JAKARTA, Indonesia – Kuasa hukum Setya Novanto Friedrich Yunadi mengaku siap mengajukan kembali praperadilan jika kliennya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia bahkan mengaku tidak segan untuk memperkarakan lembaga anti rasuah itu hingga ke Pengadilan Internasional yang ada di Den Haag karena dianggap telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Ketua DPR.

Friedrich menilai upaya penetapan kembali kliennya sebagai tersangka diduga memiliki motif dendam pribadi. Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar itu berhasil bebas dari status tersangka usai memenangkan gugatan pra peradilan di PN Jakarta Selatan pada 29 September lalu.

Sementara, kini KPK mengakui telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) terhadap Setya. Namun, mereka belum bersedia mengungkap apakah Setya telah menjadi tersangka.

Friedrich pun mengaku belum menerima adanya surat notifikasi apa pun dari KPK yang menyatakan kliennya sudah dijadikan tersangka atau belum. (BACA: Kuasa hukum tidak tahu Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka)

“Kalau sekarang sprindik dikeluarkan ya berarti silakan surat itu dikirim ke kami. Adalah hak dari KPK untuk mengeluarkan surat sprindik, SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan), surat panggilan dan lain-lain. Tetapi, adalah hak saya untuk defend. Mungkin saya ajukan praperadilan, saya bisa pidanakan mereka, kalau perlu saya bisa bawa ini ke pengadilan internasional,” ujar Friedrich ketika menggelar jumpa pers di kantornya di area Gandaria pada Selasa, 7 November.

Entah apa yang mendasari gugatannya ke Den Haag, tetapi Friedrich mengaku siap malu kendati dia seorang WNI yang justru berencana melaporkan institusi Pemerintah Indonesia.

“Bisa setiap saat saya ajukan ke Den Haag, walaupun pada akhirnya itu akan memalukan saya karena saya WNI. Tetapi, ini pelanggaran ICCPR karena hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya di Indonesia. Seolah-olah kasus ini menjadi masalah pribadi,” katanya lagi.

Ia terlihat kesal, karena informasi soal adanya sprindik baru terhadap kliennya justru diketahui dari media. Hal tersebut seolah mengonfirmasi dugaannya bahwa ada motif pribadi KPK terhadap kliennya.

Namun yang menarik, apakah memungkinkan jika upaya penetapan Setya sebagai tersangka diseret ke ranah hukum internasional di Den Haag? Berdasarkan Komunitas internasional melalui Statuta Roma, ada empat jenis kejahatan yang masuk ke dalam kategori kejahatan internasional dan dapat diproses, yakni kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan perang agresi.

Sejauh ini, kasus yang pernah ditangai oleh Pengadilan Den Hague adalah kasus kemanusiaan dalam skala besar seperti kasus di Italia pada tahun 1924 dengan tersangka Benito Musolini, di Jerman pada 1933 dengan tersangka Adolf Hitler dan 1992 hingga 1995 di Serbia Bosnia dengan tersangka Radovan Karadzic.

Kerjasama yang tak berdasar

Untuk menggali berbagai bukti terkait bancakan di proyek KTP Elektronik, KPK turut menggandeng Biro Federal Investigasi (FBI). Hal ini lantaran salah satu saksi kunci Johannes Marliem sejak tahun 2014 lalu sudah menjadi warga Amerika Serikat dan tinggal di sana. (BACA: Kisah di balik kematian Johannes Marliem dan aliran dana ke pejabat di Indonesia)

Johannes merupakan Direktur Biomorf Lone LLC yang ikut dalam proyek pembuatan KTP Elektronik. Pria asal Medan itu diduga ikut menyuap pejabat Kementerian Dalam Negeri dan Setya. Namun, sebelum semua terungkap, Johannes memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Untuk bisa menggandeng FBI, KPK membutuhkan dokumen kerjasama bantuan hukum timbal balik atau yang dinamakan Mutual Legal Assistence (MLA). Dokumen itulah yang disebut Friedrich hingga saat ini belum dikantongi KPK, kendati pembahasannya sudah dilakukan sejak 10 tahun lalu.

“Kan dalam hal ini KPK mengatakan telah bekerjasama dengan FBI untuk mendapatkan bukti-bukti dari sana. MLA-nya mana? Enggak ada itu (MLAnya), itu pidana. Bisa saya sikat, enggak boleh. Kita belum ada perjanjian MLA dengan Amerika Serikat, jadi jangan macam-macam lah,” kata dia.

Sementara, dalam situs Kementerian Hukum dan HAM tertulis bahwa KPK sudah memiliki nota kesepahaman dengan FBI untuk kerjasama internasional. Informasi itu tertulis sejak tahun 2014 lalu.

Upaya mengelak

Publik menduga ini merupakan langkah lain dari Setya untuk terhindar dari jerat hukum. Setya bahkan menyewa jasa Friedrich yang dulunya pernah menangani kasus korupsi yang melibatkan Kepala BIN Jenderal (Pol) Budi Gunawan.

Budi sempat menempuh upaya praperadilan melawan KPK pasca namanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kepemilikan rekening gendut. Terbukti, Budi berhasil menang melawan lembaga anti rasuah itu dan hingga kini belum diketahui kelanjutan kasusnya. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!