Andreas Harsono bicara HAM, Jokowi, dan Gus Dur

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Andreas Harsono bicara HAM, Jokowi, dan Gus Dur

AFP

Apa kata peneliti Hak Asasi Manusia Andreas Harsono tentang keputusan Presiden Jokowi memberlakukan hukuman mati? Lalu ada apa dengan Jokowi dan Gus Dur?

JAKARTA, Indonesia – Dalam perbincangan dengan Rappler Indonesia, Selasa sore, 9 Desember 2014, peneliti Hak Asasi Manusia Andreas Harsono mengungkap kekecewaannya terhadap keputusan Persiden Joko “Jokowi” Widodo terkait pemberlakuan hukuman mati. Ia juga menyebut, Jokowi punya tantangan berat untuk membuktikan komitmennya dalam penegakan hak asasi manusia (HAM).

Pekerjaan rumah untuk Presiden Jokowi di bidang HAM menumpuk. Mulai dari terbunuhnya aktivis HAM Munir Said Thalib, hingga tragedi Trisakti saat kerusuhan Mei 1998.

Namun, kata Andreas, Jokowi baru saja menjabat. Terlalu dini untuk menilai. “Baru dua bulan menjabat,” katanya. Sehingga, kinerja Jokowi di bidang HAM masih menjadi pertanyaan besar bagi para pegiat HAM, termasuk dirinya.

Di sisi lain, Andreas mengaku prihatin dengan pemerintahan saat ini, karena dua menteri Jokowi disebut-sebut tersangkut kasus HAM. Yakni Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Kemanan Tedjo Edhy Purdijatno.

Seperti apa kritikan Andreas pada Presiden Jokowi? Simak hasil wawancara singkatnya:  

Menurut Anda, apakah penegakan HAM akan menjadi prioritas dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo? Mengingat baru – baru ini, ada dua insiden terkait HAM yang terjadi di Indonesia. Pertama bebasnya Pollycarpus Budihari Prijanto (pembunuh aktivis HAM Munir) dan pemberlakuan hukuman mati.

Belum ada indikasi ya. Presiden Jokowi baru saja menjabat selama dua bulan. Tapi kalau melihat kasus Pollycarpus, dia memang punya hak untuk bebas. Kita tidak bisa menyalahkan Jokowi. Namun untuk kasus hukuman mati, itu menjadi tanggung-jawabnya.

Bagaimana menggantinya? Kalau hanya dihukum katakanlah 30-40 tahun, masih bisa diganti rugi. Walaupun waktu itu susah. Tapi minimal tidak mengizinkan orang mati. Karena itu alasan untuk penolakan. Di Eropa saja sudah dihapus.

‘Menurut Saya, (Jokowi) tidak punya niat membawa peradaban bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik dalam hal menghargai hak orang untuk hidup. Padahal 140 negara sudah mengehentikan hukuman mati.’

Nah, apakah Jokowi mau menjadi pemimpin ke arah yang lebih baik. Menurut Saya, dia tidak punya niat membawa peradaban bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik dalam hal menghargai hak orang untuk hidup. Padahal 140 negara sudah mengehentikan hukuman mati.  

Jadi Presiden Jokowi harus segera menghentikan pemberlakuan hukuman mati?

Iyalah, banyak negara yang sudah menghentikan kok.

Masih terkait kebijakan Presiden Jokowi, menurut Anda apakah Presiden Jokowi masih punya political will untuk menegakkan HAM di Indonesia, mengingat banya kasus-kasus HAM yang belum terselesaikan. Anda yakin kasus-kasus itu akan tuntas di masa pemerintahan Jokowi?

Harus dilihat satu demi satu. Tidak bisa disatukan satu sama lain.

Kasus Pembunuhan aktivis HAM Munir ini agak repot. Tidak ada indikasi akan dibuka lagi. Tidak ada indikasi Kejaksaan Agung akan melakukan banding terhadap putusan bebas Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Muchdi Purwoprandjono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Muchdi dulu diadili, tapi dibebaskan.

Tapi di kasus tragedi pelanggaran HAM tahun 1965, kelihatannya kemarin pagi dia ngomong baik ya. Dia mau minta maaf.

Tapi saya agak ngeri. Karena dua orang di sekeliling Jokowi punya masalah dengan HAM. Yakni Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dia punya masalah dan banyak dibicarakan orang. Yang kedua Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Kemanan Tedjo Edhy Purdijatno. Mereka itu dekat dengan Jokowi.

Kasus lain, terbunuhnya buruh Marsinah, atau tragedi Trisakti tahun 1998 masih belum kelihatan ada indikasi akan dibuka.

Mantan Presiden RI Abdurrahman 'Gus Dur' Wahid. Foto oleh EPA

Sekarang, saya balik pertanyaannya. Menurut Anda siapa presiden Indonesia yang paling menunjukkan komitmen terhadap penegakan HAM?

Gus Dur?

Anda benar sekali. Selama 22 bulan dia berkuasa, dia melakukan perubahan yang paling banyak dibanding semua presiden Indonesia, mulai dari Soekarno, Soeharto, sampai Habibie.

Selanjutnya pertanyaannya adalah, apakah Jokowi bisa menyamai reputasi Gus Dur? Saya enggak tahu. Kalau dia bisa menyamai reputasi Gus Dur. Hebat sekali.

Jadi kalau presiden itu ukurannya Gus Dur. Gus Dur itu sudah meninggal, tetapi kalau melihat orang yang pergi ke makamnya di Jombang, Jawa Timur, itu gila.

Gus Dur juga melakukan perubahan di Papua. Dia memperbolehkan Irian diganti nama menjadi Papua. Dia memperbolehkan bendera Bintang Kejora dikibarkan, tapi tidak terjadi apa-apa. Dia juga membebaskan semua tahanan politik Papua.   

Apakah Jokowi bisa menyamai Gus Dur? Itu saja. Bisa menyamai Gus Dur di Papua? Bebaskan tapolnya? Karena sekarang ada 69 tapol di Papua.

Terakhir, terkait kelompok agama minoritas seperti syiah, menurut Anda, Presiden Jokowi juga akan memberikan jaminan pada mereka? Mengingat pada mas Gus Dur, ia sempat mengakui agama Khonghucu. Bagaimana dengan pemerintahan saat ini?  

Pertanyaannya, apakah Jokowi mau mengeluarkan modal politik mempreteli Front Pembela Islam yang melakukan diskriminasi selama sepuluh tahun terakhir? Jadi enggak usah terlalu jauh, FPI saja dulu. – Rappler.com

Andreas Harsono adalah peneliti di bidang HAM yang tinggal di Jakarta. Dia pernah menerbitkan buku ‘Agama’ saya adalah jurnalisme. Andreas ikut membantu mendirikan Aliansi Jurnalis Independen Indonesia. Ia juga pernah menerima Nieman Fellowship on Journalism dari Universitas Harvard Amerika. Baca blog pribadinya di www.andreasharsono.net dan follow twitternya @andreasharsono.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!