Kebijakan Jonan atur tarif bawah tiket pesawat tak masuk akal

Karolyn Sohaga

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kebijakan Jonan atur tarif bawah tiket pesawat tak masuk akal
Menurut Jonan, tiket pesawat murah adalah salah satu faktor penyebab kelalaian maskapai penerbangan dalam menjaga keselamatan penumpang.

Semua orang setuju jika dalam sebuah kecelakaan transportasi, selalu ada faktor pemicu utama yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Apakah itu faktor cuaca, keamanan angkutan, ataupun kesalahan manusia itu sendiri. Semua berkontribusi sama besar jika salah satu faktor mengalami anomali. 

Demikian pula tragedi yang menimpa AirAsia QZ8501 Desember tahun lalu. Meskipun cuaca disebut-sebut sebagai penyebab pilot pesawat merubah jalur (sebelum kemudian hilang dari radar), akan tetapi pemicu utamanya pun masih menjadi spekulasi sampai nanti kotak hitam pesawat itu ditemukan. 

Berbagai pemberitaan di media pun menyebutkan bahwa pesawat bernasib naas tersebut telah menyalahi peraturan dengan terbang tanpa jadwal resmi dari otoritas bandara. Berbagai perdebatan mewarnai tragedi ini sehingga pemerintah pun tampaknya berpikir untuk mengambil tindakan untuk meredamnya. 

Namun, alih-alih mengambil kebijakan yang relevan dengan peningkatan kualitas keselamatan penerbangan Indonesia, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan malah melakukan blunder. (BACA: Jonan dan pertaruhan keselamatan penerbangan)

Rabu (7/1) ini Jonan menandatangani kebijakan kontroversial yang mengatur tarif batas bawah tiket pesawat. Peraturan tersebut mengharuskan setiap perusahaan penerbangan untuk memasang harga tiket minimal 40 persen dari batas atas, yang berarti “selamat tinggal kepada tiket pesawat murah”. 

Tidak ada yang mengetahui pasti alasan di balik pemberlakuan kebijakan ini. Jonan sendiri berargumentasi bahwa kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh niat pemerintah untuk meningkatkan keamanan penerbangan. 

EPA file photo

Menurut Jonan, tiket pesawat murah yang biasanya ditawarkan oleh perusahaan aviasi yang tergabung dalam kategori low-cost carrier (LCC) adalah salah satu faktor penyebab kelalaian perusahaan dalam menjaga keselamatan penerbangan mereka.

Argumen tersebut lalu dikritik oleh pengamat penerbangan dalam negeri dan juga pihak-pihak terkait lainnya. Jika ahli penerbangan berkata bahwa tiket pesawat tidak ada hubungannya dengan keselamatan penerbangan karena masalah harga hanya terkait dengan layanan penumpang saja, pihak pengusaha menitikberatkan hujah pada perkembangan industri penerbangan di dalam negeri. Selain menghambat perkembangannya, regulasi itu pun akan merugikan konsumen yang rutin menggunakan transportasi udara. 

Saya bukanlah seorang ahli penerbangan dengan pengetahuan memadai tentang standar keselamatan pesawat. Namun saya cukup mengerti alur logis sebuah kebijakan. Alasan di balik kebijakan tersebut jelas-jelas tidak masuk akal. Sebab, selama ini pun tidak ada penelitian yang menyatakan hubungan harga tiket pesawat dengan keselamatan penerbangan. Tidak ada pula statistik resmi yang merincikan signifikansi harga tiket dengan tingkat kecelakaan pesawat di jumantara sana.

Kebijakan yang dikeluarkan Jonan ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah dalam melihat akar dari sebuah permasalahan. Dan minimnya kemampuan ini hampir-hampir selalu berujung dengan terbitnya kebijakan yang terkesan “sembarangan” dan tidak memperhitungkan dampak di segala sektor.

”Kebijakan yang dikeluarkan Jonan ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah dalam melihat akar dari sebuah permasalahan”

Dalam memandang tragedi pesawat AirAsia, pemerintah seharusnya menggunakan otoritasnya untuk meninjau kembali segala sumber kelalaian yang berpotensi untuk menyebabkan kecelakaan pesawat di udara. Dibandingkan dengan salah kaprah mengambil kebijakan yang berakibat pada kenaikan harga tiket pesawat, pemerintah seharusnya membenahi sistem, dimulai dengan memperbaiki fungsi pengawasan yang konsisten dan penerapan regulasi yang disiplin.  

Jika hal ini dilakukan — mengutip salah seorang ahli penerbangan — maka niscaya peristiwa pelanggaran jadwal seperti yang terjadi pada AirAsia tidak akan terulang kembali.

Jonan dapat menjadi pelajaran bagi menteri-menteri lainnya untuk lebih dahulu melihat sebuah permasalahan secara utuh. Koordinasi dengan seluruh pihak terkait tentunya diperlukan sebagai referensi dalam mengambil keputusan. Sebuah peraturan perlu diterapkan jika memiliki dasar yang kuat dan ditujukan untuk kemaslahatan semua pihak.

Namun, bagaimana jika peraturan itu dibuat tanpa perkiraan matang dan pengetahuan memadai tentang sistem penerbangan? 

Barangkali, Jonan lebih baik kembali menjadi Direktur KAI saja. —Rappler.com

Karolyn Sohaga adalah seorang aktivis sosial yang memiliki minat pada sastra, isu perempuan, dan hak asasi manusia.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!